Gate Crasher

3.9K 747 49
                                    

Btw, udah ada bab baru di karyakarsa ya.


Dan selamat membaca❤️

==

"Lagipula, rencananya sudah rusak dari awal, Kak Letta," bisik Fayra sambil memeluk sekantung makanan ringan yang dia pesan dari Alva.

Awalnya, aku kagum karena dia bisa mengurai masalah mobil mogok ini. Fayra menelepon pegawainya di bengkel agar datang membawa derek dengan iming-iming bonus besar. Tepat sejam kemudian mobil derek itu datang bersama mobil Fayra.

Kukira, salah satu pegawainya yang menyetir namun tebakanku salah besar. Yang keluar dari mobil Fayra adalah Alva. Membawa sekantung makanan ringan yang dipesan adikku. Fayra berubah dari pahlawan jadi pengkhianat.

"Tujuan pertama ke mana?" tanya Alva yang sekarang ini berada di kursi kemudi.

Aku menyenggol Fayra yang sibuk mengemil makanannya. Saat mata kami bertemu, aku hanya menunjuk Alva dengan daguku. Memberi isyarat bahwa Fayra yang wajib menjawab tanya Alva.

"Cari makan dong. Bentar aku lihat lokasinya." Dia kemudian menyebutkan nama tempat makan sebelum Alva mengangguki maunya.

Selanjutnya, Fayra mengoceh membahas mobil listrik. Sahut menyahut dengan Dikta dan Alva sedangkan aku lebih memilih bungkam. Memilih untuk melihat ke luar jendela yang sudah gelap. Meredam rasa kesal tiap kali sepasang mataku melihat pada Alva karena selalu ingat Yura.

"Fay, jangan dikunyah sendiri napa? Itu sebagian juga buat Letta." Alva mengingatkan perkara makanan ringan yang dibawanya.

"Abisin aja, Dek. Aku masih kenyang kok," kataku berusaha terdengar biasa saja. Menutupi letupan marah.

"Makan, Let. Pacar kamu lagi khawatir," goda Dikta yang duduk di samping Alva.

Aku membuka sabuk pengaman supaya bisa mendekat ke Dikta yang duduk di kursi depanku. "Bacot, bacot, bacot!" marahku berusaha memukul mulut Dikta--yang jelas dihadang oleh dua tangannya.

"Astaga, Let. Masih aja demen kekerasan," celatuk Dikta di antara gelak Fayra. Entah apa yang dia tertawakan.

Tawa Fayra berkurang saat aku memasang sabuk pengaman, kembali duduk. Begitu pandangan kami bertemu, gadis itu menyengir. Kecurigaanku terbukti saat dia mendadak memanggil Alva.

"Oh iya, Al, kata Kak Letta kalian kemaren kete .... Adoooh." Kalimat Fayra tidak selesai karena aku sudah mencubit keras paha Fayra.

Satu sahabat baik, satunya adik kesayangan, tapi dua-duanya punya mulut ember. "Eh, kalau ada toko pakaian, mampir ya. Kita nggak bawa baju soalnya," kataku mengalihkan pembicaraan.

Lima belas menit kemudian, mobil yang kami kendarai sampai di pusat kota. Melewati berbagai toko. Alva berhenti di salah satu toko pakaian saat Fayra menyuruhnya berbelok ke sana.

THE REBEL WHO STOLE MY FIRST KISSWhere stories live. Discover now