Head Over Heels

3.7K 756 41
                                    

Aku tak kenal siapa yang menyapa Alva dengan ramahnya, tapi aku bisa melihat bagaimana kesempurnaan perempuan itu. Wajahnya cantik tanpa bekas jerawat. Mulus seperti bayi. Belum lagi tubuhnya yang menjulang tinggi. Kakinya yang jenjang membuatku merasa kerdil.

"Yura?" tebak Alva.

Gadis itu mengangguk antusias. Dia melirik ke kereta belanja kami. "Lagi traktir adik kamu?"

Pertanyaan Yura membuatku dan Alva menatapnya bingung. Dan seolah paham akan kebingungan kami, dia menunjuk padaku ragu-ragu. "Bukan adik kamu?"

Badanku memang kecil, tapi aku bukan anak-anak! Aku bahkan lima tahun lebih tua daripada Alva.

"Wah, nggak sopan!" seru Alva di antara gelak tawanya. "Dia kakak perempuannya Fayra. Kurang ajar banget disamain ma bocah."

Yura menganga lalu sepersekian detik kemudian menutup mulutnya. "Aduh, maaf, Kak," katanya, "makanya Al, kalau punya muka jangan boros-boros."

Alva kemudian menjelaskan, "Yura ini dulu ikut paskibraka. Makanya kenal juga sama Fayra." Kepalaku mengangguk-angguk. Akhirnya paham siapa gadis cantik ini. "Kenalin Let."

Kami berjabat tangan, menyebut nama masing-masing. Selesai berkenalan aku mendorong keranjang belanja. Antriannya telah usai dan sekarang sampai giliranku membayar.

Alva masih sibuk mengobrol dengan Yura saat aku mulai memindahkan barang-barang belanjaan ke meja kasir. Dia menghampiriku setelah isi kereta belanjaku tinggal separuh. Menyuruhku mundur agar dia bisa melanjutkan proses pemindahan belanjaan.

"Al, tunggu bentar," panggil Yura setelah belanjaan selesai dibayar dan kami berada di luar kasir. "Boleh minta nomor kamu nggak?"

"Aku ke mobil dulu. Kamu lanjut aja sama Yura." Aku mendorong kereta belanja yang berisi beberapa kantong hasil belanjaan tanpa menunggu Alva berbicara.

Sungguh, aku tidak sedang merajuk atau cemburu. Aku menjauh dari keduanya karena tidak ingin cari penyakit. Alva punya kehidupan pribadi sama sepertiku. Tidak semuanya harus dibagikan padaku.

Sayangnya, pikiran positifku berubah jadi negatif keesokan harinya saat kulihat Yura datang ke ruko Alva. Mengenakan gaun yang sangat cantik, berdandan begitu cemerlang sampai dua bola mataku silau padahal aku melihatnya dari jauh. Dari lantai dua seberang jalan. Pikiran buruk makin menghantamku saat keduanya masuk ke dalam ruko jadi aku tak bisa mengawasi apa yang tengah mereka lakukan.

Kedewasaan pikiran seperti semalam hilang dari kepalaku. Aku tak menjauhi masalah. Aku memilih untuk cari penyakit. Dengan cara mengirim pesan pada Fayra untuk menanyakan siapa Yura dan hubungannya dengan Alva dahulu.

Letta : Fay ....

Letta : Dek ....

Letta : Lagi apa?

Fayra : Aku juga bertanya-tanya apa yang sedang aku lakukan sekarang, Kak Letta.

Letta : ???

Fayra : Ini lagi duduk di samping biji-bijian. Katanya dia ada rapat di luar sama klien.

Fayra : Tapi aku kan bukan sekretaris atau asisten pribadi dia.

Fayra : Fungsinya apa aku di sini?

Letta : Maksudnya kamu lagi nemenin Dikta meeting sama klien?

Aku terkikik geli. Sejenak lupa pada rasa curiga yang merayap di kepalaku yang memenuhi pikiranku dengan kemungkinan-kemungkinan buruk. Sejak tahu Dikta suka pada Fayra, aku memang fans nomor satu mereka. Shipper garis keras. Orang yang berharap kapal mereka berlayar.

THE REBEL WHO STOLE MY FIRST KISSWo Geschichten leben. Entdecke jetzt