Menjadi Dua Puluh Tiga

284 22 9
                                    

Never be so kind, you forget to be clever 
Never be so clever, you forget to be kind
Never be so polite, you forget your power
Never wield such power, you forget to be polite
Taylor Swift in Marjorie

Hidupku, sejujurnya, tak banyak berubah; atau setidaknya itu yang kurasa. Aku masih suka dan terobsesi dengan kopi, tentunya. Masih suka jalan-jalan sendiri, membuat percakapan dengan teman akrab, menghabiskan banyak waktu di kepala dibanding dunia nyata, masih seorang anak laki-laki yang suka kamera dan hal-hal yang diabadikannya, lalu menulis puisi di sela-sela waktunya.

Menjadi hidup dan bernafas mungkin adalah keanehan tersendiri bagiku; aku selalu membayangkan tentang bagaimana setiap sel tubuhku demikian berubah hingga aku jadi sebesar ini. Ada kompleksitas memuakkan tentang perlahan menyadari bahwa aku adalah debu yang tak signifikan di alam semesta. Ada semacam luapan perasaan yang menggebu tentang hidup, masa lalu, masa depan, dan hal-hal diantaranya. Tentang emosi, bertumbuh, lalu pelan-pelan sampai di suatu kesimpulan bahwa yang perlu kulakukan adalah.. hidup dan bernafas itu sendiri.

Bagi banyak orang, bahagia adalah tentang hal-hal besar dan kompleks. Bagikupun begitu. Ada kepuasan tersendiri dari mendefinisikan diri sendiri dengan mimpi-mimpi, pencapaian, lalu hal-hal menakjubkan. Namun, rasa-rasanya aku ingin mengubah konsep bahagia yang kompleks itu dan memecahnya jadi hal-hal yang lebih sederhana. Sesederhana bercakap-cakap dengan teman baik sampai jam tiga pagi. Sesederhana menyalakan diffuser aromatik saat kau membaca buku favoritmu. Sesederhana menyeruput es kopi di penghujung sore. Sesederhana mendengarkan lagu-lagu Taylor Swift yang membuai hati. Sesederhana mengambil gambar-gambar diri untuk dikenang nanti. Banyak hal-hal sederhana yang bisa dijadikan alasan untuk bahagia yang justru terjadi hampir setiap hari atau setiap beberapa minggu sekali; dibanding harus menunggu "masa depan" yang kadangkala; hanya momentum sekali. dan seringnya; juga tidak pasti.

what died didn't stay dead
what died didn't stay dead
you're alive
you're alive in my head

Ulang Tahun acap kali jadi hal yang terlalu muluk-muluk bagiku. Ada ketakutan tersendiri tentang waktu dan perubahan yang dibawanya. Ada semacam perasaan tak menenangkan; fakta bahwa lingkaran orang-orang yang ada makin kecil dari waktu ke waktu. Rasa-rasanya, dunia banyak berubah, namun pada saat yang sama, Ia stagnan. Rasa-rasanya, dirikupun banyak berubah, tapi tiap kali aku memandang diriku di kaca, yang kulihat adalah sesosok anak laki-laki yang kemarin baru lulus SMA. Kurasa, ada semacam prosa yang sulit dijelaskan disana. Acap kali aku merasa tersesat di labirin waktu, menengok ke belakang dan menyadari bahwa ternyata sudah sejauh ini. Dunia banyak berubah, begitupun aku.

Bagian paling menantang dari menjadi seorang dewasa muda adalah krisis eksistensial yang makin terasa dari waktu ke waktu. Fase mempertanyakan segala hal tentang diri sendiri, meragukannya, lalu membuat kesimpulan yang acap kali salah. Mencoba banyak hal dan gagal. Kehilangan atau merasa kehilangan. Ditinggal lalu meninggalkan. Ada dinamika tentang kisah hidup manusia disana, menjadikan hal-hal yang kompleks jadi sederhana atau sebaliknya. Sejujurnya, di usia ini aku sedang gencar-gencarnya merekonstruksi sistem pikiranku sendiri. Aku ingin pelan-pelan mengambil kendali atas diriku sendiri, menyeleksi apa yang masuk dan keluar di kepala. Menulis kisahku dan menjadikannya milikku. Rasa-rasanya; sudah cukup pembelajaran tentang fitting in dan menjadi people pleaser. Kali ini, aku coba ingin jadi serius menjadi tegas atas apa yang aku mau dan tidak mau. Iya-ku dan tidak-ku. Luang-ku dan sibuk-ku. Aku ingin menarasikan diriku sendiri. Menjadi penulis untuk diri sendiri. Aku ingin mengubah narasi "musuh terbesarmu adalah diri sendiri" menjadi "orang yang paling patut kamu sayangi adalah diri sendiri". Lagipula, apa tidak lelah bermusuhan terus dengan diri sendiri? Aku ingin menjadi tempat pulang untuk diri sendiri, tempat paling aman dan tenang untuk kembali setelah hari-hari yang panjang dan melelahkan. Aku ingin memeluk anak laki-laki itu erat dan menjadikannya cinta pertamaku. Menjadikannya prioritasku. Aku ingin menjadi cukup egois apabila itu menyangkut boundaries, waktu dan energiku. Dan aku tau, ini akan jadi proses yang panjang, kompleks, dan tentu saja fluktuatif. Namun aku tau kemana arah jalanku, setidaknya untuk beberapa waktu yang akan berlalu.

Bagiku, dua puluh tiga adalah tentang mawas diri. Tentang keberanian untuk sendiri lalu mengikhlaskan hal-hal yang di luar kendali. Jika di suatu titik harus berjalan sendiri, ya sudah, nikmati. Hidup memang jauh dari narasi narasi film yang too good to be true dan fiksi-fiksi, tapi bukan berarti ia akan penuh dengan luka-luka abadi. Mengurangi kecenderungan untuk meminta validasi karena ia tak akan membawamu kemanapun, kecuali pada ketergantungan dan ketidakcukupan. Banyak-banyak duduk bersila dan melakukan refleksi.

Ada melankoli yang mengiringi masa-masa transisi ini, dongeng-dongeng coming of age yang intens, menemukan hal-hal baru, mengganti hal-hal lama. Regenerasi diri. Aku banyak belajar. Banyak merasakan sakit. Banyak bahagia. Merasa hilang arah. Merasa ada di langit ke tujuh. Merasa paling berharga. Merasa paling tidak berharga. Spektrum-spektrum emosi yang kulalui, cukup kiranya untuk menjadikan aku jauh lebih bijak lagi. Dan syukur-syukur, jadi lebih baik lagi.

Aku ingin banyak tersenyum, banyak bahagia, mendekatkan diri sebanyak mungkin pada hal-hal yang membawa damai, mencoba seirama dengannya. Aku ingin menghabiskan waktuku dengan orang-orang yang seirama dengan itu jua. Seperti yang lalu-lalu, aku tidak mau kecanduan dengan rasa sakit. Jika hidup seperti itu menjadikan aku orang yang membosankan, maka biarlah. Satu hal yang kusadari adalah; aku sungguh tak suka hingar-bingar manusia. Ia menyesakkan dan membuatku menarik nafas panjang. Aku ingin menghabiskan sebagian besar waktuku bersama diri sendiri, lalu sesekali bercerita berdua di kedai kopi dengan orang-orang yang familiar dan kukenali. Yang kukasihi. Yang kusayangi dan cintai. Lagi dan lagi, bersama orang yang membawa damai bagi diri sendiri.

Jika Semesta membawamu pada sebuah perjalanan, Ia akan membantumu melewatinya. Dan aku mengimani ini. Menanamkan baik-baik di kepala dan hati bahwa semua akan berlalu dan terlewati. Berjalan lalu beristirahat. Berjalan lagi lalu beristirahat lagi. In life, things doesn't always going great, and... that's okay. Lebih memperbanyak "yasudah" dibanding "harusnya gini".

Memandang dan menerima hal-hal se-apa adanya. Se-sedia kalanya.
Mencintai diri sendiripun begitu; tawanya, tangisnya. Lukanya, sembuhnya.
Seutuhnya dan seluruhnya.

EKWA

Selamat Ulang Tahun yang ke Dua Puluh Tiga, Ekwa.
Waktu cepat berlalu dan kau pun cepat bertumbuh :) 


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HUJAN: Sebait Kenangan KusamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang