Kita dan Tiada

925 48 1
                                    


Aku akan menulisnya dengan baik-baik.
Kota surabaya sedikit berangin malam ini, di kepalaku; tergambar sebuah tempat dengan bias cahaya lampu sewarna api yang mati dilahap hujan, disana; kita berdua duduk di salah satu bangku; di sisi jalan, menghadap pada ketiadaan.

Kacamatamu mengembun disapa dingin, Sedang isi kepalamu diisi perdebatan perihal letak cangkir kopi,
atau buku-buku tua yang belakangan ini sering kau baca.

Tak ada sapa diantara kita berdua,
Yang ada hanya rindu yang menguap di dadaku,
Lalu di dadamu.
Menyatu, membalut;
Melukiskan garis melengkung di bibirmu;
Lalu menjalar jua ke bibirku.

Aku akan menceritakanmu dengan baik-baik.
Kelak, aku tau pasti kita akan sampai jua pada sebuah persimpangan,
Mana kala hari itu tiba,
Kita sama-sama tak punya daya selain menerima.

Kamu dengan egomu dan aku dengan egoku;
Kamu dengan mimpimu dan aku dengan mimpiku;
Kamu dengan tawamu dan aku dengan tangisku.

Aku akan memelukmu dengan baik-baik,
Kau tak punya hutang masa depan padaku,
Pun juga aku padamu.
Kita berdua sama-sama tau;
Kita tak pernah saling menuntut untuk selalu ada di cerita masing-masing,
Karena masing-masing diantara kita tau;
Kita bukan siapa-siapa,
Bukan pula apa-apa,

Kita adalah tiada. Hampa. Segala macam rupa sepi yang mengisi kepala.

Kita adalah pahit. Sakit. Segala macam rupa luka yang mengikis jiwa.

Kita adalah kita.
Terlalu asing untuk dekat;
Pun terlalu dekat untuk menjadi asing.

--
Surabaya, 4 Februari 2020
Ekwa.

HUJAN: Sebait Kenangan KusamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang