Menjadi Dua Puluh

782 42 0
                                    

Apa yang kupelajari dari Menjadi Dua Puluh?

Aku belajar menerima diriku, juga menerima fakta bahwa 'merasa tidak cukup' adalah laku batin yang pedih, namun juga terasa begitu normal pada saat yang sama. Ini juga adalah tentang bagaimana aku membangun relasi dengan diri sendiri. Tentang rasa dan merasakan. Tentang perasaan. Aku sadar satu hal. Bahwa sejatinya dan sesungguhnya; aku tak pernah benar-benar bisa membagi perasaan dengan orang lain. Apabila kugambarkan, perasaan itu semacam medium yang unik. Tak ada yang sama-- setiap manusia menafsirkannya dengan berbeda. Adakalanya, beberapa manusia menitikkan air mata kala hujan turun, ada kalanya juga, beberapa manusia tiba-tiba saja tersenyum sangat tulus saat cahaya pertama matahari sore memeluk halus saraf kulitnya. Dari sini aku belajar bagaimana uniknya perasaanku, juga perasaan orang-orang yang ada dalam hidupku, juga perasaan orang-orang yang bahkan tak aku kenal. Dari sini pula aku belajar memahami bahwa; perasaan kita terhadap diri sendiri lebih penting daripada bagaimana perasaan kita terhadap orang lain, pun lebih penting daripada bagaimana perasaan orang lain terhadap kita.

Menjadi Dua Puluh.
Banyak hal yang tak bisa aku sepakati dalam hidup. Sebuah pertentangan dalam diri yang setiap hari--seiring aku tua--muncul. Tentang bagaimana aku harus bersikap agar aku bisa diterima. Tentang bagaimana aku harus memalsukan diri supaya orang-orang melihatku ada. Lantas lebih jauh daripada ini, terpikir olehku bahwa; apabila orang-orang menuntutku menjadi palsu untuk diterima, bukankah ini karena ia mencoba mempertahankan ilusi palsunya? Seolah-olah kita adalah sebuah mesin yang berjalan secara mekanis dan sistematis, tidak fleksibel. Seolah-olah kita adalah Artificial-Intellegent yang harus tunduk pada perintah-perintah yang bahkan--kita sendiri tak bisa mengerti. Sayangnya, hanya sedikit manusia yang dengan bijak menerima tanpa penghakiman, sisanya terlalu sibuk mempertahankan ilusi semesta yang ia ciptakan.
Here, listen. As long as i don't do they wrong, i'm secure and mature enough to let them go.
But on a serious note, me too-- have the same right as them to go whenever i had to. Being twenty means that i'm no longer available invested my feelings for such an short-relationship, if that requires faking myself first then i'm not interested.

Menjadi Dua Puluh.
Perlahan kusadari bahwa dalam hidup, segalanya kadang dibuat muram tanpa ada pilihan. Semacam Semesta menyediakan Panggun Pentas yang Lakonnya tak bisa kita pilih. Barangkali--memang demikian Panggung Sandiwara ini berputar. Terlalu banyak yang tiba-tiba. Terlalu banyak hal yang tak bisa kita kontrol. Terlalu banyak hal-hal diluar rencana. Seakan-akan, nun jauh disana, ada Maha Sutradara yang berteriak marah ketika kita menyalahi Lakon yang kita bawa. Aneh rasanya, kita ini kadang merasa sangat berkuasa. Namun dilihat dari sisi lain, kita bukan siapa-siapa.

Menjadi Dua Puluh.
Aku berharap aku bisa menghabiskan lebih banyak waktu mendengarkan diri sendiri. Berkenalan dengan sisi diriku yang lain. Membuat ingatan dan kebahagiaan lebih banyak. Aku berdoa untuk mereka yang memeluk kehadiranku; semoga nafas mereka tak terputus dan kebahagiaan mereka memanjang. Semoga Semesta memberi kesempatan lebih untukku mendekap mereka erat, merangkul mereka dengan kehangatan yang ada, dan memberi mereka berpuluh-puluh lembar kalimat cinta karena mereka berharga.

--
Ekwa.

HUJAN: Sebait Kenangan KusamWhere stories live. Discover now