Tengah Malam

1.4K 101 18
                                    

Terbangun. Tengah malam. Lalu netra tertuju pada langit-langit kamar, seakan ada untaian rahasia diatas sana yang menunggu untuk dipecahkan.

Melihat jam dinding berdetak, sadar--diri semakin menuju tua.
Banyak orang-orang datang dan pergi, berlalu-lalang, bak pasar pagi.
Tak ada yang menetap. Semuanya hanya singgah. Dalam hidupku-- mereka hanya menyelasaikan urusan mereka, untukku.

Entah untuk menemaniku melalui fase tertentu (kemudian setelah itu pergi), Entah untuk menggores rasa sakit untuk menyadarkanku akan sesuatu, --apapun itu-- tak ada dari mereka yang menetap.

"Toh semua orang bakal pergi" ujarku lirih.
"Ini hanyalah sebuah fase yang bakal dilalui. Jangan terlalu mendramatisir." Monologku pada diri sendiri.

Rasanya sulit mengurai sesuatu yang bergumpal dan rumit. Jalan pikiranku sendiri. Kemana diri sendiri akan di bawa nanti.
Apa hidup cuma untuk mati? Mungkin saja. Lebih tepatnya, hal itu--pasti.
Rasanya sakit ya.
Bukan--bukan karena sedang jatuh cinta kemudian patah hati.

Bukan hal semacam itu.

Rasanya sakit--ketika kamu sendiri tau, bagaimanapun, suatu saat nanti--
Orang yang akan pertama kali meninggalkanmu adalah orang yang paling berarti untukmu.

Rasanya sakit menyadari sebuah fakta bahwa : seberapa banyak orang disamping ragamu, tetap saja kau menjalani hidupmu sendiri bersama jiwamu.

"Jangan terlalu khawatir. Kau hanya melebih-lebihkan segalanya. Kau hanya perlu menjalaninya. Itu tugasmu." Batinku.

Bohong kalau aku percaya ucapanku. Jauh di dalam diri, aku tidak setenang dan sebahagia itu.

Jauh di dalam diri, aku bahkan tidak tau apa yang sedang aku lakukan. Atau setidaknya, apa yang sedang coba aku lakukan.

Menangis? Basi. Itu rutinitas tiap hari. Cukup untuk pelampiasan emosi, tentang diri yang tak tau harus kemana berlari.

Menghilang? Ah. Usang. Tiap hari aku selalu menghilang di depan orang lain, bukan raga, tapi jiwa. Iya, aku mati rasa.

Aku hidup di dua dunia.
Satu, disanalah yang kusebut sebagai dunia nyata. Dan yang kedua adalah dunia dimana aku sendirilah yang nyata.

Tau rasanya takut kehilangan tapi disaat yang sama orang-orang bisa semudah itu melepaskanmu?

Tau rasanya menjaga perasaan tapi disaat yang sama orang-orang dengan mudah melukaimu?

Tau rasanya benci diri sendiri?

Hening dan tengah malam adalah perpaduan sempurna untuk menertawai diri sendiri. Meringis dalam diam. Merutuki diri.  Kemudian berujar; "tenang, kau bisa melewati ini", sebuah kalimat penutup palsu yang terus diulang sampai tubuh lelah kemudian terlelap kembali, melayarkan diri ke mimpi-mimpi sampai mentari mengiring pagi.

----
19 Desember 2018. 01:23 A.M
----
Ekwa

HUJAN: Sebait Kenangan KusamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang