Chapter 27 - Pepet

29.3K 1.4K 71
                                    

Happy Reading

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Happy Reading

***

Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam. Hm, banyak waktu berlalu tapi rupanya itu tetap tak membuat Sia waras dari kengereogkannya.

Ya bagaimana tidak ngereog, jika otaknya terus di penuhi dengan ciuman antar dirinya dan tetangga cogan itu.

Meski banyak hal yang sudah dia lalui kemarin, dari yang berat hingga ke berat banget, tapi ya tetap cuma ciuman saja yang dia ingat.

Kiss kiss dan kiss,

'Huwaaa,'

Sejak kemarin Sia bisa tiba-tiba salting bruntal sambil jingkrak-jingkrak jika dia inget moment itu.

Persetan dengan bibir bekas Sambel Terong Andre, Sia sudah terlanjur gila dengan ciuman Kazeo.

Jago bener emang Kazeo bikin anak orang menggila.

"Huhuhu," Lagi-lagi seperti itu, Sia sampai menutup kedua wajahnya yang saat ini sedikit memerah malu. Padahal kemarin saat di rumah Kazeo dia tidak keterlaluan seperti ini loh. Tapi setelah sampai rumah barulah Sia ingat dan memasang mode kesurupan. Memang agak telat bestie.

"Plis deh Ya, kalo kumat jangan di sini," keluh Dhini, jengah melihat temannya bertingkah aneh untuk ke sepuluh kalinya sejak 2 jam yang lalu. Tapi setiap di tanya kenapa, malah hanya menggeleng. Kocak bener emang.

"Huft, huft, okay-okay. Nggak lagi." Sia berusaha menahan senyum yang mendesak ingin terbit itu.

Sia saat ini memang tengah berada di pusat perbelanjaan bersama Dhini juga Reya. Awalnya dia malas keluar, tapi mengingat kewarasannya bisa di pertanyakan kalau terus-terusan di rumah, jadilah dia mau-mau saja di ajak.

"Dah-dah, biarin Dhin. Kesenengan kali baru di cium Kazeo lagi,"

Hng,

Celutukan Reya sontak saja membuat Sia yang menyedot minuman bobanya itu pun melebarkan mata dengan pipi mengembung penuh isi minuman.

"Kampret, telen nggak. Gue tabok nih!" Dan jelas Dhini yang was-was melihatnya, dia duduk di depan Sia loh, salah-salah malah Dhini yang akan terkena semburan maut Sia. Soalnya dari pengamatan saja mulut Sia sudah hampir meledak.

Alhasil dengan susah payah Sia menelan bulat-bulat, ia hanya terlalu terkejut dengan tebakan Reya yang tepat sasaran.

"Ke -kenapa woy?" Sia was-was karena Dhini dan Reya tiba-tiba merubah ekspresi dan menatap penuh dirinya.

"Sialan, jadi beneran?"

"Padahal gue cuma bicara asal,"

Sia kesulitan merespon kedua temannya, dan malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal kikuk.

"Nggak perlu lo jawab, udah jelas banget," Dhini memberenggut kesal. Kesal karena tidak di beritahu weh, bukan cemburu.

"Diem-diem mainnya udah jauh aja ya,"

Psycho Gay [SELESAI]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora