46

40 7 2
                                    

Pagi itu, masih di atas tempat tidur kamarnya, Sasa tampak bergerak untuk berguling ke samping dan mencari posisi tidur yang nyaman. Namun gerakannya tersebut tertahan oleh tangan kekar milik seseorang. Wanita itu seketika membuka matanya dengan lemah. Diliriknya sosok pria yang kini tak mengenakan atasan tersebut tengah tertidur pulas dengan tangan yang melingkari pinggangnya dengan posesif. Spontan Sasa teringat pada peristiwa semalam. Wanita itu lantas menghela nafasnya lelah karena merasa bodoh telah terbawa suasana dan perlakuan Brian kepada dirinya.

"Sial.. ". Gumamnya setengah menyesal lalu segera meraih lengan Brian untuk melepaskan rengkuhan lengan besar pria itu dari tubuhnya.

Tapi pergerakan Sasa tersebut rupanya justru membangunkan sang bassist enam hari dari mimpinya.

"Mau kemana?". Tanya pria itu dengan suara parau yang pelan.

Sasa diam. Tidak tau harus menjawab dengan perkataan dan gestur yang bagaimana. Apa yang telah ia dan Brian lakukan sekarang adalah sebuah kesalahan.

"Brian.. ". Gumam Sasa ketika tangan pria itu mulai mengelus pinggangnya.

"Hmm.."

"Bangun..". Imbuh Sasa sebelum Brian kembali melancarkan aksinya.

Wanita itu tak ingin bermanis-manis dengan Brian. Ia hanya tak ingin membuat suasana menjadi berbeda setelah apa yang mereka lakukan semalam. Seperti ketika sebelum semalam mereka adalah seorang kolega, maka setelah kejadian semalam pun mereka tetaplah kolega. Tak ada yang berubah dan tak ada yang mesti berubah.

Namun sang bassist enam hari itu tampak tak ingin mengindahkan perkataan Sasa. Ia masih diam sambil memeluk tubuh Sasa dengan erat. Tampak tak berselera untuk bangun dan beranjak dari tempat tidur. Mereka hanya diam selama beberapa saat sambil menikmati suasana pagi yang hening sampai suara dering ponsel milik Sasa tiba-tiba menginterupsi kegiatan mereka.

"Minggir dulu.. hape gue bunyi.."

"Ck..". Decak Brian kesal lalu terpaksa melepaskan pelukannya untuk kemudian berguling ke samping memunggungi tubuh Sasa.

Setelah tubuhnya terbebas dari rengkuhan lengan Brian, wanita itu lantas mengambil ponselnya yang terletak pada meja kecil di sebelah tempat tidur.

Sasa agak mengerutkan dahinya ketika melihat nama dari kontak yang saat ini tengah meneleponnya. Namun tanpa menunggu lebih lama, wanita itu segera mengangkat panggilan telepon tersebut.

"Iya bang? Tumben amat telfon?". Buka Sasa sambil membenarkan posisi tubuhnya hingga terduduk dan bersandar pada kepala tempat tidur.

Rupanya sang penelepon itu adalah kakaknya, Mario. Sasa merasa aneh karena tidak biasanya Mario menelponnya. Biasanya, kakak laki-lakinya tersebut akan mengirim pesan terlebih dahulu sebelum menghubunginya lewat sambungan telepon.

Mendengar suara laki-laki pada sambungan telepon Sasa, Brian otomatis membalik tubuhnya untuk menghadap wanita tersebut dan memperhatikan dengan seksama gerak-gerik dari wanita yang kini mulai menarik perhatiannya.

"Jogja? Berapa hari?"

Brian sedikit mengerutkan dahinya ketika mendengar nama kota tersebut disebutkan.

"Gratis ga? Kalo gratis gue mau. Ya lu tau sendiri gue ini miskin finansial hehe.."

Sasa tertawa. Dan hal itu semakin membuat Brian penasaran terhadap identitas sang penelpon.

"Serius lu? Wahhh, boleh deh. Nanti gue packing dulu.. kebetulan juga ini udah masuk libur semester kan. Jadi gue bisa ikut.."

Brian masih diam dalam posisi tidurnya di samping Sasa.

The ConcertWhere stories live. Discover now