12 (Brian)

118 19 5
                                    

Brian membuka matanya dengan malas. Samar-samar dilihatnya suasana kamar bercat abu-abu itu sudah mulai terang tanda di luar matahari mulai meninggi. Ia pun sedikit berguling untuk melihat ke arah jam digital yang sengaja diletakan dinakas samping ranjang. Diatas nakas yang sama, rupanya masih bertengger dengan manis foto Brian bersama sang mantan kekasih yang belum sempat di buang.

Jam masih menunjukan pukul 08.00 pagi yang membuat pria itu kemudian memilih untuk kembali telentang di ranjang dan melihat kosong ke arah langit-lagit. 

Ding..Dong..

Tiba-tiba suara bell pintu menggema melewati indera pendengaran Brian. Sepertinya seseorang ingin bertamu ke apartemennya walau hari masih pagi begini.

"Siapa sih..". Gumam pria itu malas namun tetap beranjak dari tidurnya untuk berjalan menuju pintu depan.

Langkah pria itu tampak masih gontai akibat nyawanya belum terkumpul sepenuhnya. Sambil mengusap-usap mata pelan, Brian lantas membuka pintu apartemennya karena bell terus saja berbunyi.

"Siapa--"

"--Brian..". Sela seorang wanita begitu pintu dibuka dari dalam. Wanita yang belakangan menjadi penyebabnya tidak memiliki gairah hidup. Ya, wanita itu adalah Fira.

Melihat Fira kini berdiri dihadapannya, sontak membuat kesadaran Brian mendadak kembali. Pria itu bahkan membelalakkan matanya tak percaya akan penglihatannya sendiri.

"Fir? ngapain pagi-pagi ke--". Namun sebelum Brian berhasil menyelesaikan kalimatnya, Fira sudah terlebih dahulu menghambur untuk memeluk sang mantan kekasih.

Brian tentu saja terkesiap ditempatnya. "Fir?". Panggil pria itu bingung.

Sekarang Fira justru menangis di pelukannya. Air mata wanita itu bahkan terasa membasahi pakaian Brian. Namun ditengah keterkejutan dan kebingungannya, Brian tetaplah Brian. Seorang pria yang lemah jika sudah melihat perempuan menangis. Apalagi jika perempuan itu adalah Fira, mantan kekasih yang masih ia cintai sampai sekarang. Sehingga tanpa tersadar, tangan pria itu kini sudah meluncur mengelus rambut Fira untuk memberikan penenangan.

"Fir, kamu kenapa?". Tanya Brian lembut.

Wanita itu masih saja menangis terisak dipelukan Brian. Isakannya bahkan berubah menjadi cegukan-cegukan kecil yang menyebabkannya sulit untuk berbicara.

Setelah beberapa saat berada dalam posisi berpelukan, Fira pun perlahan mulai menjauhkan tubuhnya dari Brian. Ia juga menghapus air mata yang membanjir di pelupuk matanya secara perlahan.

Sejujurnya, Brian juga ingin sekali menghapus air mata itu dari pipi Fira tapi pria itu cukup tahu diri. Ia sadar jika sekarang keadaan sudah jauh berbeda. Brian sudah bukan menjadi siapa-siapa lagi di dalam hidup Fira. Tapi meskipun begitu rasa kepeduliannya terhadap wanita itu masih belum sirna begitu saja. Contohnya rasa kekhawatiran Brian sekarang terhadap kondisi Fira karena wanita itu tiba-tiba datang menemuinya sambil menangis.

"Brian..". Gumam Fira dengan suara yang bergetar.

"Iya, ada apa? kamu kenapa?". Cecar Brian khawatir.

Fira tampak mengatur nafasnya sejenak agar isakannya dapat sedikit teredam. Wanita itu kemudian mulai menatap Brian dengan matanya yang masih basah.

"Aku..". Ucap Fira ragu.

"Kenapa? kamu kenapa?"

"Aku dijodohin sama Jae.."

Kring..Kring..Kring..

Suara dering panggilan dari ponsel Brian spontan membuat sang pemilik membuka matanya dengan cepat. Jantung pria itu juga mendadak berdebar tidak karuan. Brian segera menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan keberadaannya. Kamar. Pria itu masih berada di kamarnya. Rupanya tadi ia hanya bermimpi. Tapi kenapa rasanya sangat nyata?

The ConcertWhere stories live. Discover now