1 (The Start)

347 38 5
                                    

"Dia tampan, banyak yang suka, tapi kamu nggak usah khawatir karena dia bakal cuma suka sama kamu soalnya kalian memang ditakdirkan untuk bersama.."

Sasa melirik sahabatnya dengan alis terangkat. Ucapan peramal tarot di hadapannya ini menurutnya agak mengada-ada. Bagaimana bisa nasib jodohnya dengan mudah di ketahui hanya melalui kartu saja padahal jodoh, maut, dan rezeki seluruhnya ada di tangan tuhan. Bukan tak percaya akan hal-hal yang berbau spiritual, hanya kurang berminat.

Lagi pula jika bukan karena Jesi, ia tidak mungkin akan menginjakan kakinya di tempat seperti ini. Semua karena kisah cinta Jesi yang selalu gagal, perjalanan cintanya selalu kandas di tengah jalan. Sedangkan sekarang ini Jesi tengah di uber-uber oleh orang tuanya agar segera menikah. Jadi wanita itu memutuskan untuk mendatangi peramal terdekat untuk mencari tau nasib peruntungan cintanya sekaligus meminta saran supaya jalan jodohnya bisa lancar.

Jesi hanya mengindikan bahunya dan memasang ekspresi wajah yang seolah berkata: udah, dengerin aja. Niat awal memang dirinya ingin tahu tentang nasib percintaannya namun tidak ada salahnya jika Jesi sekalian meminta sang peramal untuk membacakan nasib percintaan dari Sasa, sahabatnya yang sudah lama sekali berstatus single.

"Gitu ya mbah.. kaya nggak mbah?" Sudah basah, sekalian mandi. Begitulah pikir Sasa ketika melemparkan pertanyaan tersebut.

Wanita paruh baya -yang sebenarnya belum terlalu tua untuk di panggil 'mbah'- itu hanya melirik ke arah Sasa dengan tatapan tidak suka karena telah di panggil mbah. Tapi nampaknya ia tidak ambil pusing karena sedetik kemudian, satu kartu tarot kembali terbuka di meja.

Peramal itu kemudian tampak tersenyum senang. "Dia kaya, keluarganya sukses.. pernikahan kalian akan sederhana namun berkelas dengan banyak pejabat-pejabat penting sebagai tamu..". Jelas peramal itu sambil tertawa kecil.

"Kamu wanita yang beruntung..". Puji sang peramal sambil menatap kearah Sasa dengan tatapan suka cita, tetapi sedetik kemudian ekspresinya kembali berubah dingin. "Tapi akan ada perbedaan besar diantara kalian yang harus dicari titik temunya sebelum kalian bisa mencapai pelaminan..". Tambah sang peramal ketika membuka kembali kartu tarotnya.

Sasa lantas mengerutkan dahinya bingung. Ribet amat kisah cinta gue, pikirnya.

"Gitu ya mbak..". Balas Sasa sekenanya sementara di sampingnya, Jesi nampak mendengarkan penjelasan sang peramal dengan serius.

Kring..kring. Tiba-tiba suara dering ponsel yang cukup nyaring menginterupsi keseriusan suasana di dalam ruangan dengan ornamen-ornamen magis tersebut.

Sasa segera merogoh saku celana jeansnya. Ia hafal betul suara dering ponsel tersebut adalah dari ponselnya. Dilihatnya layar yang kini menyala itu untuk membaca nama dari sang penelpon.

"Mbah maaf, saya permisi sebentar..". Pintanya undur diri sambil bergegas berjalan keluar ruangan untuk mengangkat sambungan telepon.

"Hal--"

"--HEH DIMANA LO?!". Teriak seseorang wanita dari seberang sebelum Sasa sempat menyapa dengan sopan.

Karena sudah merasa di bentak, maka Sasapun mengurungkan niatnya untuk bersikap sopan kepada sang penelepon yang mana adalah atasannya sendiri.

"Apaan?". Tanyanya santai sambil mengamati interior rumah peramal yang menurutnya cukup bagus dan terkesan unik.

"Lo dimana? Kesini buruan!"

"Kemana?"

"Ke kantor, kerja blay jablay.. nglayap aja kerjaan lo.."

Spontan Sasa menepuk dahinya. Ia lupa bahwa hari ini adalah jadwalnya untuk rapat terkait bentuk venue konser dan segala tetek-bengeknya dari salah satu grup band terkenal Indonesia yang akan menggelar konser 10th anniversary nya. Dan kebetulan grup band tersebut menunjuk kantor EO tempat Sasa bekerja sebagai penyelenggara.

Wanita itu lantas segera mematikan ponselnya untuk mengirim pesan kepada Jesi yang masih berada di dalam bahwa ia akan pergi duluan karena pekerjaan. Setelah itu, Sasa segera mengambil motor kesayangannya diparkiran dan langsung pergi ke kantornya yang berada dipusat kota.

"Selamat siang.. maaf terlambat..". Ucap Sasa begitu memasuki ruang rapat dimana telah menunggu disana sang manager dan beberapa kru dari grup band enam hari yang akan ia urusi keperluan konsernya.

Manager yang ia taksir berada di pertengahan umur 30an itu segera berdiri dari duduknya lalu mempersilahkan Sasa untuk duduk di salah satu kursi kosong yang melingkar di meja bundar tersebut.

"Nggak papa kok, kita juga nggak buru-buru..". Balasnya ramah dengan senyuman yang membuat Sasa kehilangan pikirannya selama seperempat detik saking manisnya.

Kini mereka ber-4 telah duduk di kursinya masing-masing dan siap untuk memulai sesi rapat terkait konser yang rencananya akan diadakan 3 bulan dari sekarang.

"Jadi mau di mulai dari mana dulu nih kak pembahasannya?". Buka Sasa sambil menyuguhkan senyuman ramah kepada client seperti yang biasa ia lakukan ketika rapat.

**

Rapat bersama client sudah, makan malam belum. Sasa baru saja berdiri dari kursinya untuk pergi ke luar membeli makan malam sebelum sang atasan, Bella menghampirinya sambil membawa dua cup es americano bermerek di tangan kanannya.

Melihat Bella berjalan mendekat, tentu saja membuat Sasa harus menghentikan langkahnya untuk menyapa sang atasan.

"Apa kabar bu atasan..". Sapa Sasa dengan nada malas. Mereka memang sudah dekat satu sama lain karena kebetulan Sasa adalah salah satu pegawai yang ikut membesarkan nama EO ini dari bawah.

Bella tampak tertawa kecil lalu menyerahkan satu cup es americano tersebut kepada Sasa. "Buat lo.."

Sementara Sasa dengan tidak tahu malunya langsung mengambil minuman tersebut tanpa mengatakan apa-apa.

"Gimana tadi rapat sama enam hari?"

Sasa menelan minumannya dengan bahagia sebelum menjawab pertanyaan dari Bella. "Lancar, minggu depan minta presentasi rekomendasi tempat-tempat buat konsernya. Tapi nanti biar gue tanya ke pihak acara dulu buat rencana stage sama jumlah penonton supaya gue ada gambaran buat nentuin tempat mana aja yang sekiranya masuk.."

Bella mengangguk paham. Ia tak pernah meragukan kemampuan Sasa dalam bidang ini karena ia tahu betul dari masa kuliah pun wanita itu sudah berkecimpung di dunia per-event-an khusunya sebagai seseorang yang mengurusi barang-barang, sound, panggung dan segala detailnya.

"Gue percaya deh sama lo.. lagian besok kita ada meeting sama anak-anak yang bakal ngurusin event ini. Sekalian aja besok lo bahas di sana..". Jelas Bella.

Sasa hanya mengangguk lalu kembali meminum es americanonya.

"Btw, tadi lo dimana deh pas gue telfon?". Mendadak Bella penasaran dengan hal itu. Hari ini bukan jadwal Sasa untuk mengajar di sekolah, jadi Bella merasa penasaran karena biasanya bawahannya itu akan berada dikantor untuk sekedar duduk-duduk sambil menikmati fasilitas wifi dan sebagainya.

Sasa diam sebentar. Wanita 23 tahun itu menggosok tengkuknya yang tidak gatal.

"Pacaran ya lo?". Tebak Bella karena Sasa hanya diam yang mana itu cukup mencurigikan.

"Dih, mau gue juga gitu.."

"Hahaha..". Spontan tawa Bella pecah. Sasa memang sudah terlalu lama hidup menjomblo. Jika di hitung-hitung mungkin sudah sekitar 4 tahun sejak terakhir kali ia pacaran. Dan Bella juga tahu bukan Sasa tidak mau pacaran, tapi kebanyakan pria merasa minder karena kemandirian Sasa. Para pria itu takut jika keberadaanya tidak Sasa butuhkan.

"Lagian kalo diajakin pulang sama Septian sekali-kali mau gitu.. sekalian PDKT.."

"Ya kali Septian.."

"Ya terus lo maunya siapa?"

"Siapa kek, Lee Min Ho juga boleh.."

"Emang susah ngomong sama Limbad..". Balas Bella malas kemudian pergi begitu saja meninggalkan Sasa yang langsung mendengus kesal karena tiba-tiba ditinggalkan.

The ConcertWhere stories live. Discover now