7 (First meeting 2.0)

115 21 2
                                    

"Udah bang.. kita disini dateng buat rapat bukan buat ribut..". Ucap Wirya yang mulai kesal dengan kelakuan Brian.

Bassistnya itu sedari tadi hanya marah-marah saja kerjaannya. Bahkan hampir semua hal tampaknya bisa saja dipermasalahkan. Mobil lambat, masalah. Salah beli makan, masalah dan sekarang telat? Masalah lagi. Wirya lelah jika harus selalu memaklumi emosi Brian yang menurutnya sangat random. Apalagi sekarang mereka sedang berada di situasi formal dengan melibatkan orang lain. Harusnya Brian lebih bisa menahan diri.

"Lo nggak malu apa marah-marah mulu?". Tambahnya tajam sambil memperlihatkan raut kesalnya.

Brian kemudian melirik Wirya sinis. Namun berkat sindiran tersebut, ia jadi sedikit tersadarkan. Mungkin Brian sudah agak kelewatan, begitu pikirnya saat ini. Maka pria berjaket jeans pudar itupun memilih untuk menarik nafas dalam-dalam agar pikiranya bisa sedikit lebih tenang.

Brian mengangguk kecil. Memberi isyarat kepada siapapun yang melihatnya bahwa ia sudah selesai. Selesai dalam hal marah-memarahi.

"Langsung dimulai aja kak pembahasannya..". Ajak Surya yang dijawab dengan senyuman oleh Sasa.

"Baik kalo gitu, gue siapin bahannya sebentar..". Jawab Sasa lalu mulai berjalan kearah laptop yang berada di ujung meja untuk menyolokan flashdisk.

"Pertama yang akan gue tampilin adalah daftar tempat indoor dan outdoor yang bisa buat referensi lokasi bagi enam hari untuk konser..". Buka Sasa begitu layar proyektor menampilkan slide yang sudah ia persiapkan.

Surya, Danang, Wirya, Brian dan Sandy lantas melihat daftar tempat-tempat tersebut dengan seksama.

"Karena kita nggak tau dari enam hari mau konsep indoor atau outdoor jadi gue putuskan untuk kasih pilihan diantara keduanya..". Lanjut Sasa percaya diri. Wanita itu terlihat sangat lihai dalam mengolah kata. Kalimat-kalimat penjelasan yang keluar dari mulutnya terasa mudah untuk dipahami dan diterima.

"Gue pengen Indoor sih, biar terkesan lebih privat..". Ucap Brian buka suara. Pria itu kini melihat ke arah teman-temannya untuk meminta pendapat.

Danang mengangguk menyetujui. "Gue juga, lagian akhir tahun kan musim hujan jadi antisipasi biar venue nggak kehujanan.."

"Lo gimana wir?". Tanya Surya kepada Wirya yang nampaknya masih fokus mempertimbangkan antara kedua opsi tersebut.

Wirya hanya mengindikkan bahunya pelan. "Bingung gue.. dua-duanya bagus soalnya.."

"Kalo gue indoor.. ikut Brian..". Ucap Surya kepada Sasa yang berdiri di samping layar proyektor sambil menunggu hasil diskusi dari clientnya tersebut.

Wirya kini ikut menganggukkan kepalanya mantap. Sepertinya ia sudah berhasil memutuskan pilihan. "Karna semua indoor jadi gue memutuskan untuk pilih indoor juga"

Mendengar hasil akhir diskusi tersebut membuat Sasa sedikit tersenyum senang. Menurutnya hal itu adalah pilihan yang bagus karena jika konser dilakukan di dalam ruangan maka alat-alat elektronik sewaannya otomatis akan aman dari gangguan air hujan. Setidaknya resiko mengganti kerusakan akan dapat diminimalisir.

"Indoor ya? Oke.. kalo gitu kita akan fokus ke daftar tempat indoor-nya.."

Kemudian pemaparan referensi tempat-tempat yang akan menjadi lokasi konser berjalan lancar sebagaimana mestinya. Anak enam hari pun sangat aktif dalam memberikan pendapat dan saran terkait tempat yang akan mereka pakai untuk konser mendatang. Sampai akhirnya diputuskan bahwa konser akan diselenggarakan di Jakarta Convention Center atau biasa disingkat JCC yang kebetulan memiliki jadwal kosong pada hari dimana mereka akan menggelar konser.

"Oh ya, list barang kru yang kemaren gue kasih itu gimana? Udah dapet?". Timpal Sandy ditengah-tengah diskusi.

Sasa berpikir sejenak. "Yang semacem sound, mixer sound, ampli sama speaker itu?". Tanyanya memastikan.

"Udah.. udah dapet semua. Kenapa bang? Ada tambahan?"

Sandy hanya menggelengkan kepalanya. "Nggak ada kalo dari kru, paling nanti tambahan dari anak-anak ini aja..". Tunjuk Sandy pada anggota enam hari.

"Oh, oke. Kalian ada barang-barang yang sekiranya di butuhin untuk besok manggung?". Tanya Sasa kepada para anggota enam enam hari yang saat ini tengah duduk dihadapannya. Wanita itu lalu mengambil salah satu tempat duduk disana sambil mengeluarkan buku dan pulpen untuk mencatat.

Danang, Surya, Jae, Wirya dan Brian tampak berfikir sejenak. Mengingat-ingat kembali barang apa yang sekiranya mereka butuhkan untuk konser.

"Lo siapin aja standing mic.. walaupun kita punya sendiri tapi buat jaga-jaga aja.. siapin paling nggak 7 lah..". Kini Surya yang buka suara sementara Sasa langsung mencatat hal tersebut di bukunya.

"Sa, kasih gue sama kru HT juga ya..". Sela Sandy yang kini mulai memanggil Sasa dengan namanya.

Wanita itu lantas mengangguk. "Butuh berapa?"

"Sepuluh deh.."

"Siap..". Jawabnya lalu kembali menuliskan hal tersebut ke dalam buku.

"Colokan juga Sa..". Tambah Danang. "Siapin colokan 20 meteran jumlahnya 20 sama yang 10 meteran jumlahnya 20 juga..". Lanjut pria yang kini tengah memainkan rambut. Sepertinya itu memang kebiasaan Danang sejak rambutnya ia biarkan agak panjang.

Jika dilihat-lihat memang hampir semua personil enam hari saat ini tengah memiliki rambut panjang kecuali Brian dan Jae. Sisanya? Gondrong. Gondrong yang tidak terlalu gondrong. Hanya agak panjang sampai melewati telinga dan sangat pas dengan wajah mereka sehingga membuat pria-pria itu menjadi lebih tampan dan terlihat dewasa. Meskipun sebenarnya memang mereka semua sudah dewasa karena Danang yang katanya anggota termuda saja kini usianya sudah menginjak 27 tahun.

"Oke, apa lagi?". Tanya Sasa memastikan. Barangkali ada barang yang belum ia catat.

"Kipas blower 5..". Ucap Brian.

"Kursi lipat 20..". Wirya ikut bersuara.

"Sofa jangan lupa buat ditaruh diruang tunggu.."

"Kaca full badan.."

Lalu malam itu satu demi satu barang mulai tertulis di buku catatan Sasa. Mereka juga berdiskusi tentang banyak hal termasuk rencana tinggi panggung, penempatan lahan parkir, desain stage dan lighting juga hal-hal yang sebenarnya sudah menjadi tugas bagian acara karena hal itu masuk ke dalam desain acara. Tapi mereka tetap mendiskusikan hal tersebut dan juga hal-hal yang lain.

Brian yang pada awal pertemuan sudah memberikan kesan tidak baik pun ikut larut dalam diskusi tersebut. Sampai tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Rapat pun Sasa tutup lalu satu persatu dari mereka mulai keluar dari ruang pertemuan.

Sasa mengantarkan kepergian enam hari sampai ke pintu depan kantor. Ia pikir hal itu perlu dilakukan sebagai simbol kesopanan. Apalagi kini suasana diantara mereka sudah agak mencair dan sedikit menghangat. Jadi ia merasa tidak enak jika membiarkan enam hari berjalan sendiri keluar gedung.

"Lo udah makan belum sa?". Tanya Wirya yang tiba-tiba berbalik ketika kakinya hampir melangkah masuk kedalam mobil.

Sasa yang merasa menjadi pihak tertanya hanya menggelengkan kepalanya kecil. "Belum wir, kenapa?"

"Makan bareng kita aja yu--"

"--apaan sih lo wir! Main ngajak-ngajak orang aja. Nggak setuju gue! Buruan masuk lo, lama!". Sela Brian sambil berteriak dari dalam mobil mereka.

Sasa melirik kearah jendela mobil yang terbuka dan menampilkan sosok Brian disana. Wanita itu melihatnya dengan tidak percaya. Rupanya Brian sudah kembali menjadi Brian yang bertemu dengannya di awal rapat tadi. Brian yang songong dan galak.

"Nggak usah..". Wanita itu menggeleng pelan.

"Gue makan sendiri aja.. ". Lanjutnya lembut mencoba untuk tidak terpancing emosi oleh kata-kata Brian.

"Cepetan Wirya!". Bentak Brian tidak sabar.

Wirya memutar matanya jengah. "Iya ini! Bacot banget sih lo!". Jawab pria itu tak kalah ngegas.

"Yaudah kita balik duluan ya.. lo hati-hati baliknya". Lanjut Wirya kemudian masuk ke dalam mobil.

"Siap.."

The ConcertWhere stories live. Discover now