3 (The Beginning)

163 26 5
                                    

Saat ini Sasa tengah berada ditengah-tengah pasar Kebayoran dimana kantor vendor penyewaan barang langganannya berada. Agak aneh memang kenapa bisa vendor penyewaan dengan nama besar seperti 'Sapri and Friends' justru membuka kantor ditengah pasar seperti ini. Dan bila Sasa tanyakan kepada pemiliknya pasti jawabannya: Biar kantor nggak sepi. Padahal memang ruko yang sekarang Sapri tempati -sang pemilik vendor- adalah ruko peninggalan almarhum ayahnya yang harus ia jaga karena sudah tertulis di dalam wasiat.

Sasa sendirian. Tidak bersama anggotanya dan tidak bersama Septian. Kenapa Septian? Karena lusa lalu pria itu menawarkan diri ketika tidak sengaja Sasa mengomel sendiri sewaktu mereka berdua makan malam bersama akibat semua anggotanya sibuk sehingga mau tidak mau ia harus pergi sendirian. Namun sebenarnya hal itu juga bukan masalah yang besar. Toh ia sudah biasa bolak-balik pasar Kebayoran-kantor jika kantornya tersebut sedang memiliki proyek. Dan proyek tersebut intervalnya bisa satu bulan dua kali, atau sekali, atau tiga kali. Tergantung tipe acaranya.

Lalu kenapa Sasa menolak ajakan Septian? Sasa nggak mau baper. Sekedar informasi, Septian adalah pria tertampan dikantornya yang isinya hanya belasan orang tersebut. Pria itu juga selalu ramah kepada semua orang sehingga akan susah untuk membedakan antara Septian yang ramah karena tujuan khusus atau hanya karena kemanusiaan. Jadi karena hal tersebut Sasa ingin mencari aman saja. Soalnya jomblo menahun seperti dirinya rentan baper berlebihan.

"Ada nggak bang?". Tanya Sasa pada Sapri yang masih membaca kertas berisikan daftar tipe-tipe barang yang akan digunakan untuk konser mendatang dengan seksama. Kadang juga dahi pria itu mengerut entah karena apa lalu kembali serius kemudian mengerut lagi. Rasanya sudah seperti melihat Sapri membaca soal-soal ujian nasional padahal yang sebenarnya ia baca hanya daftar barang-barang.

"Gimana bang Sapri? Bisa kan sewa disini?". Tanya Sasa sekali lagi karena Sapri masih saja diam sambil mengusap-usap kepalanya. Tanda bahwa pria itu tengah berpikir.

"Ada sih..". Jawab pria itu kurang yakin.

Kini Sasa yang mengerutkan dahinya bingung. "Kok ada sih nya bang?"

Sapri hanya melihat ke arah Sasa sekilas lalu kembali membaca kertasnya. "Soalnya yang punya di Jakarta nggak banyak, kalo ditempat gue emang nggak ada tapi temen gue punya nih.. cuma takutnya pas dipake juga ..". Jelasnya cukup merasa bersalah.

Sering bertemu Sasa karena wanita itu merupakan langganan kantornya membuat Sasa bukan lagi orang asing dimata Sapri. Ibarat keluarga, Sasa itu adalah keponakannya jadi Sapri sedikit merasa bersalah ketika ia tidak bisa membantu banyak perihal apa yang tengah Sasa butuhkan saat ini.

"Kalo gitu langsung tanyain sekarang aja bang kalo bisa juga sekalian booking.. mumpung masih 3 bulan lagi acaranya". Bujuk Sasa tidak mau menyerah soalnya akan sangat merepotkan jika ia harus kembali survei mencari vendor penyewaan lain. Selain minimnya waktu, ia juga tidak bisa menjamin bahwa harganya akan semurah di tempat penyewaan barang milik Sapri.

"Yaudah deh, gue telponin temen gue dulu.. tunggu bentar ye". Ucap Sapri lalu mengambil ponselnya yang tengah ia isi baterainya di belakang meja.

Mendengar hal tersebut Sasa lantas mengangguk semangat. "Iyee.. tolongin ya bang"

Agak jauh dari tempat Sasa duduk saat ini. Sapri tengah bertelepon dengan seseorang. Seseorang yang Sasa yakin adalah teman Sapri yang memiliki barang yang saat ini tengah ia cari. Layaknya Seorang teman pada umumnya, Sapri juga sesekali bercanda dan basa-basi dahulu sebelum mengutarakan maksudnya.

"Gini bro, gue mau pinjem....". Sapri menyebutkan 2 nama dan tipe barang yang tidak ia miliki tersebut kepada temannya. "Lo ada kan yak?". Lanjutnya.

"Buat tgl 11 November depan.. iye.."

Sasa menyimak dengan seksama obrolan Sapri. Perasaannya harap-harap cemas berharap bahwa kedua barang tersebut akan ia dapatkan sampai wanita itu tidak sadar menggigit bibir bagian dalamnya.

"Beneran nih ya? Soalnya adek gue yang mau pinjem.. "

"Wadooh makasih ya bro! Siapp". Kemudian telepon ditutup.

"Gimana bang?". Todong Sasa cepat begitu Sapri mulai berjalan kearahnya.

Pria itu tampak senang dengan senyum terukir diwajah. "Beresss..". Ucap Sapri sambil menunjukan jempolnya.

Sasa langsung menghembuskan nafasnya lega. Satu pekerjaan sudah ia selesaikan.

"Makasih yaa bang..". Balas Sasa sambil menjabat tangan Sapri kuat-kuat.

Sepulang dari pasar Kebayoran Sasa tidak langsung pulang ke rumah. Wanita itu memilih untuk kembali ke kantornya karena ada pekerjaan yang harus ia selesaikan. Pekerjaan apakah itu? Pekerjaan duduk-duduk sambil menonton televisi. Lagipula hari masih terang. Sasa juga tidak ada pekerjaan disekolah. Jadi dari pada Sasa mati kebosanan seorang diri dirumahnya, akan lebih baik jika ia di kantor saja yang setidaknya ada orang lain sehingga suasananya tidak sepi-sepi amat.

"Nggak jadi meeting sama enam hari lo?". Tanya Bella yang tiba-tiba sudah berdiri disamping sofa sambil membawa sekotak susu diet.

Sasa sedikit terlonjak dengan keberadaan atasannya itu yang secara tiba-tiba hadir seperti hantu. "Sumpah kaget gue.."

"Nggak jadi ketemu enam hari sa?". Cecar Bella lagi. Sasa tau atasannya ini hanya memastikan dan mengontrol pekerjaan bawahannya. Tetapi dengan sikap mode serius Bella saat ini, Sasa jadi merasa agak sebal.

"Nggak jadi.. diundur besok"

"Loh kenapa?". Bella tampak menaikkan alisnya ingin tahu.

Tapi Sasa tak acuh. Ia memilih kembali fokus kepada tayangan televisi dihadapannya. "Ada masalah katanya..". Gumam wanita itu.

**

Jae, gitaris juga volakis band enam hari adalah orang terakhir yang masuk kedalam ruang pertemuan. Didalam ruangan itu sudah duduk para anggota lain yaitu Surya sang gitaris sekaligus vokalis, Wirya si sytesizer merangkap keyboard merangkap vokalis, Danang anak pantura yang jago main dram, dan sang manager pria pertengahan 30an dengan status seorang suami dan ayah dari satu orang putera.

Jae langsung duduk disalah satu kursi kosong disana lalu meletakan kunci mobil dan ponselnya dimeja. Mata pria itu menyapu semua sosok manusia di dalam ruangan namun ia merasa seperti ada yang kurang.

"Si Brian mana?". Tanya Jae yang langsung dibalas dengan berbagai macam tatapan dari rekan-rekannya.

Surya menghela nafasnya pasrah. Sebagai seorang leader, ia merasa harus menjelaskan sesuatu kepada Jae yang kebetulan baru datang. "Brian nggak mau keluar dari studio.."

"Lah kenapa?". Tanya Jae lagi karena sedikit terkejut sekaligus penasaran dengan jawaban Surya.

"Doi putus sama ceweknya.. nggak tau deh sekarang lagi ngapain di dalem. Lagi nangis kali..". Timpal Wirya ikut prihatin dengan keadaan Brian saat ini.

"Kata gue sih lagi bikin lagu patah hati dia..". Kali ini Danang yang berbicara.

Sementara Jae yang mendengar kabar tersebut langsung melihat kearah managernya dengan alis terangkat. "Nggak jadi rapat sama orang EO dong kita?". Tanyanya kepada sang manager yang sedari tadi hanya diam sambil menghisap rokok.

Sandy, sang manager lantas meniriskan abu rokoknya kemudian menganggukan kepalanya pelan. "Iya.. gue undur sampe besok.."

The ConcertUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum