P R O L O G

117K 6.5K 147
                                    

Sorry bangeet yaaaa, yang kemaren ituu kehapusss 

asli lhoo, waktu itu, aku otak-atik wattpad. eh, malah cerita ini aku hapus permanen. jadi, yoweslah aku up lagi aja. buat nambahin daftar work aku di wattpad hehehe kan jadi banyak kalau dilihat.

***

Semburat jingga memayungi kepala begitu kaki-kakinya melangkah keluar dari mobil. Semilir angin yang ketika siang berembus sejuk, kini menjelma bak gigil yang menusuk. Ada ragu yang terlintas di kedua netra kala tatapnya memaku sebuah bangunan sederhana berpagar kayu di depan sana. Rumah berbata merah dengan atap yang telah berkarat, menyandra irisnya yang serupa jelaga.

Sanggupkah ia melangkah ke sana?

Melewati halaman asri yang ditumbuhi bunga-bunga dan rumput hijau yang tak rata. Mengucapkan salam, lalu bertemu bagian dari jiwa-jiwanya yang ia titipkan di sana selama ia berdalih melanjutkan pendidikan.

Haruskah?

Kedua telapak tangannya mengepal.

Rahangnya mengerat.

Meneguk ludah susah payah, ia pejamkan mata demi menetralkan gemuruh di dada.

Ia sudah mengabarkan kepulangannya. Tetapi, bukan menetap yang akan ia pilih. Ia hanya akan singgah, sebelum kemudian pergi.

Pergi?

Benar.

Ia ke sini hanya tuk mengakhiri.

"Lho, Nak Aksa?"

Pendar cakrawalanya berganti. Suara dari pria yang menjabat tangannya hampir enam tahun lalu memenuhi gendang telinga. "Bapak?" tak lagi menatap rumah itu sebagai atensi. Kini, pandangannya beralih pada mertuanya yang datang dari sisi kiri. Membawa bungkusan plastik bening yang isinya berupa anti nyamuk dan beberapa bungkus obat pereda masuk angin. Dadanya seperti dipukul kuat. Antusias di wajah itu, justru memecut hatinya. "Bapak dari mana?" ia datang dan menyalami. Mengaturkan permohonan maaf dalam hati, ia mencium punggung tangan itu dengan khidmat.

"Bapak dari warung. Beli anti nyamuk, sama ini," ia menunjuk kantungan bening itu sambil tersenyum. "Bapak masuk angin. Di sini tiap pagi hujan terus. Nak Aksa sehat 'kan?" pria paruh baya itu membuka pagar kayu rumahnya dengan mudah. Dengan senyum tulus yang sampai ke mata, ia menanti menantunya untuk masuk bersamanya. "Anak-anakmu pasti seneng Ayahnya udah pulang," ia berkata dengan intonasi tak kala bahagia. "Udah selesai toh, sekolahnya? Nggak bakal pergi-pergi lagi 'kan?"

Pantofel hitam itu berhenti melangkah.

Hatinya teremas kencang, saat menyadari tak ada yang berubah dari raut antusias dalam menyambutnya. Pandangannya menjangkau jauh ke depan, pada pintu rumah yang telah terbuka. Mereka hanya tinggal mengucap salam. Dan siapa pun bisa mendengar dan bergegas datang.

"Istrimu udah tahu kamu pulang hari ini? Atau sengaja mau bikin kejutan?"

"Pak?" panggil Aksa tak lagi mampu menahan diri. Dengan tekad yang berhasil ia reguk kembali, ia pun mengayunkan kaki-kakinya. Mereka tiba di depan pintu tanpa salam yang menyertai. Aksa hanya tak ingin melambungkan harap sang mertua terlalu tinggi. Ia yang datang hari ini, bukanlah sebagai menantu yang ingin dikasihi. "Saya ingin mengembalikan Nada ke Bapak."

Raut bahagia itu berangsur memudar.

Sendi-sendi yang terasa nyeri ketika ia bawa berjalan, tak sebanding dengan keterkejutan yang kini ia rasakan. Matanya melebar seketika. Menantu yang tiga tahun lalu datang ke sini untuk menitipkan anak dan cucu-cucunya ketika hendak melanjutkan pendidikan ke luar negri, ternyata tak datang untuk kembali.

"Saya nggak bisa melanjutkan pernikahan kami."

Dan kebetulan, Nada berada di sana.

Ia tadi mengintip dari balik jendela, ketika mobil hitam itu terparkir di depan rumah. Ia tahu suaminya akan segera pulang. Walau tak tahu pasti kapan kemari. Namun, ketika mengintip kendaraan roda empat tersebut, ia paham hari ini akan tiba. Setelah menjalani tiga tahun hidup terpisah, ia pikir akhirnya mereka berkumpul juga.

Tetapi rupanya, ia keliru.

Ikatan mereka benar-benar telah terentang jauh.

Padahal, ia sudah siap menyambut pria itu. Dengan anak perempuan mereka dalam gendongan dan anak laki-laki mereka yang tengah menggenggam sebelah tangan. Namun ternyata, ia justru diceraikan.

"Bapak pernah bilang, kalau sudah nggak ingin bersama lagi, saya harus kembalikan Nada ke Bapak. Dan saya datang kemari untuk mengembalikan Nada."

Dan yang bisa Nada lakukan adalah menatap pria itu lamat-lamat.

Netra beningnya berkaca-kaca. Pelukannya pada sang putri menguat. Begitu pun dengan genggaman tangannya untuk sang putra.

"Saya ingin menceraikan Nada, Pak."

Bukan mimpi.

Apalagi ilusi.

Inilah fakta yang harus dijalani.

Bahwa penantiannya selama tiga tahun ini, hanya dibalas dengan keinginan tuk berpisah.

Lalu, bagaimana dengan anak-anaknya?

***

Kau paksa mimpi itu menjauh

Kau putus benang merah jambu

Katamu, rindu itu tak lagi utuh

Katamu, cinta kita telah layu

Bertahun kumenunggu

Ribuan hari yang lewat dengan memikirkanmu

Tetapi ternyata, segalanya sia-sia

Kau menginginkan berpisah

Lalu aku, harus apa?

Kupungut serpihan lara

Mendekapnya dalam dada

Rupanya, takdir memang tak ingin kita bersama ...

***

Geengsss... hallo ...

Dan sebenarnya ini tuh, plot yang aku mau ada di Season 3 Dream Partner lhooo. Hahaha iyaaaa ... jadi, awalnya Dream Partner season 3 itu, mau aku akhiri dengan perceraian Lana – Reno. Terus, niatnya buat lanjutan hidup mereka after divorce. Tapiiiii ... setelah kupikir2 lagiii, kok yaaa eneg bangeett akuu ketemunya Reno lagi Reno lagi. Ogah, ah, gumoohh aku lama-lama. Wkwkwk ...

Makanya, terciptalah dongeng ini, demi memberi makan rasa laparkuuu atas derita hidupp para tokoh yang perlu dilibas abiiss hahaha

Ya, udah sih gitu ajaa yaaa.

Buat dongeng lainnya, sabaarrrrr

Aku mau ngerjain ini dulu aja, sekalian penyembuhan. Jujuuuurrr, sakit terakhir kemarin itu, beneran luaarr biasa rasanya. Sampai-sampai, ya, aku bikin wasiat di notes kecil wkwkk ... pokoknya gitu deh, yaaa see uu semuanyaa 

Aksara SenadaWhere stories live. Discover now