Sembilan

45.2K 5.3K 279
                                    

Langit hari ini cerah. Awan berarak dengan terarah. Diikuti sepoi angin yang membelai lambat. Pagi seharusnya dimulai dengan hal-hal yang membuat semangat. Namun hal itu tidak berlaku bagi seorang Aksara Bhumi Alfath. Setelah lembur semalaman, ia masih diburu oleh denting email yang masuk sepagi ini. Buatnya terpaksa membawa tubuhnya bangkit dari peraduan. Memejamkan mata demi meminimalisir denyut di kepala, ia menghela ketika teringat pada persidangan siang nanti.

Sengketa lahan antar keluarga memang biasa terjadi. Namun apa jadinya bila yang berseteru adalah mantan suami dan istri yang kini masing-masing dari mereka telah menjabat sebagai orang-orang penting di pemerintahan. Banyak sekali berkas kecurangan yang dimanipulasi. Dan kebetulan sekali, klien Aksa kali ini tak sekadar memiliki permasalahan dengan mantan istrinya. Namun juga dilaporkan oleh anak-anaknya sendiri atas penggelapan dana perusahaan yang konon digelontorkan untuk istri sirinya.

Jadi, setelah sidang hari ini digelar dengan agenda melawan mantan istri kliennya. Lusa, Aksa akan kembali ke persidangan dalam agenda mendengar tuntutan dari anak-anak kliennya. Well, satu orang tertimpa dua masalah sekaligus. Dan Aksa yang harus membereskan. Karena hal itu memang bagian dari pekerjaannya.

Turun ke lantai satu, ia menenteng tas, jas sekaligus dasi. Pagi ini, ia memiliki meeting dengan anggota timnya terkait kasus yang dilimpahkan kepada tim mereka sejak beberapa hari yang lalu. Sebenarnya, bukan kasus baru. Kasus ini sebelumnya ditangani oleh Daniela-salah seorang lawyer di tempatnya bekerja. Hanya saja, banyak klien yang bertindak sesukanya. Dengan embel-embel nama besar keluarga dan ancaman tak ingin bekerjasama dengan firma hukum mereka lagi, klien itu berhasil menuntut pergantian kuasa hukum.

Lalu, ya, begitu saja, berkas-berkas itu beralih kepadanya.

"Pagi, Mi," ia menemukan ibunya sudah berada di meja makan. Menarik dua kursi sekaligus, ia meletakkan tas serta jasnya di salah satu kursi itu.

"Lho, Mas? Mami pikir Mas balik ke apartemen."

"Kasihan kalau Mami sendirian di rumah. Makanya, aku temenin," kelakarnya santai.

"Hm, iya, Papimu makin sibuk. Alvin juga nggak ada di rumah," keluh ibu empat orang anak itu yang tadi sempat berpikir akan sarapan sendirian di meja makan luas ini. "Mas Aksa juga sibuk banget, ya?"

Aksa mengangguk, menjawab pertanyaan sang ibu. "Urusannya Om Benni sama Tante Melanie bener-bener luar biasa," komentarnya sambil tertawa. Ia menyebutkan nama klien yang kebetulan juga dikenal oleh orangtuanya.

"Ya, salah si Benni," komentar Yashinta-sang ibu. "Dia yang selingkuh. Terus dia yang ceraikan Melanie. Belum cukup semua itu, dia justru gelapin uang perusahaan sekian milyar buat selingkuhannya."

Sebelum memutuskan pensiun dari seluruh aktivitas hukum yang selama ini digeluti, ibunya merupakan praktisi dari sebuah LBH. Konsernnya, lebih mengarah pada konsultasi hukum gratis kepada kalangan bawah juga pembelaan terhadap perempuan-perempuan yang mengalami ketidakberdayaan atas kasus dugaan KDRT, pelecehan, hak asuh anak akibat perceraian, serta hak-hak perempuan lainnya.

Bila keluarga besar dari pihak ayahnya adalah praktisi partai politik. Maka, keluarga pihak ibu berkecimpung di dunia hukum. Kakeknya, Wibowo Hamdzah, merupakan seorang notaris semasa hidupnya. Sementara ibu dan omnya memilih profesi sebagai pengacara setelah lulus kuliah. Walau dengan jalur berbeda. Ibunya pendiri Lembaga bantuan hukum cuma-cuma, dan omnya merupakan pemilik firma hukum yang melayani kasus-kasus berbayaran tinggi.

"Tapi Melanie juga ngambil langkah keliru. Seharusnya, sebelum menceraikan Benni, dia pastikan hak-hak anak-anaknya nggak diganggu gugat."

"Mi, please, dia klienku," potong Aksa sebelum ibunya meracaukan banyak hal lagi.

Aksara SenadaWhere stories live. Discover now