Dua Puluh Enam

36.3K 5.9K 386
                                    


Yukk marii ketemu sama bapak ibu yg anak gadisnya baru pertama kali datang bulan syalalaa hahahaa

Kalian dulu wktu pertama kali haid heboh juga gk?

Aku wktu pertama kali haid sih ngerasa sok cantik dulu. Dlm hatiku gini, "Oh, akhirnya aku kayak kakak-kakak itu" hahaha entah kakak2 yh manalah

Yuk, happy reading

Sebenarnya, cinta tidak hadir untuk memuaskan rasa sepi. Rasa itu datang, demi menuntaskan sebuah pencarian. Akan seseorang yang menurut kita, mampu menggenapi sebuah kekosongan. Namun, bukan berarti cinta 'kan bertahta selamanya. Cinta adalah perasaan yang bebas. Ia tidak bisa hinggap meski dipaksa. Ia tidak mau terkekang walau kita memohon dengan derai air mata.

Cinta tak harus bersama, itu membuat merana.

Cinta tidak wajib memiliki, itu teramat perih.

Jadi, sebenarnya apa hakikat cinta itu sendiri?

Well, hanya segelintir rasa untuk romansa yang dihadirkan semesta.

Sesederhana itu saja, walau pada realita, banyak yang menderita hanya karena berjuang mempertahankannya.

"Buka dulu, Lova!" Oka menggedor pintu kamar mandi di saat adiknya itu tak kunjung membukanya. Bahkan, ia tak lagi memanggil gadis itu "Adik" karena sudah teramat kesal. Lova ini memang suka sekali mendramatisir sesuatu. Membuat banyak orang panik termasuk juga orangtuanya. "Mana ada tiba-tiba perut bisa berdarah!" serunya emosi. Sebab sedari tadi, hanya itu yang dikatakan adiknya. Buat ayahnya kalap dan nyaris membawa Lova ke rumah sakit terdekat. "Kamu tuh kalau ngomong suka ngasal! Nggak bisa perut tiba-tiba berdarah tanpa sebab!"

"Udahlah! Abang tuh nggak ngerti!" balas Lova berteriak.

"Ya, makanya sini jelasin!"

"Nggak mau! Aku mau nunggu Bunda!"

"Kamu tuh suka aneh-aneh!" sunggut Oka sambil berdecak. "Memangnya kamu disantet orang sampe perut bisa berdarah tiba-tiba?"

"Oka! Mulut kamu, ya?!" Lova berteriak penuh emosi.

Oka hanya bisa berdecak, ingin mencoba sabar, tetapi entah kenapa kali ini sulit sekali. "Kamu serius nggak sih, Lov, kalau perut kamu berdarah?" rasanya sangat tidak masuk akal. Lova tiba-tiba histeris keluar dari toilet restoran dan mengatakan pada mereka bahwa perutnya berdarah. Membuat mereka kontan jadi pusat perhatian. Melihat Lova yang terisak-isak, ayah mereka berinisiatif ingin membawa Lova ke rumah sakit. Namun adiknya itu malah menolak dan minta ditelponkan bunda. "Kalau memang perut kamu luka, ya udah sini, kita kasih obat merah."

"Ck, Abang tuh nggak paham! Udahlah, aku sebel sama Abang!"

"Ya, sama!" balas Oka tak mau kalah. "Aku juga sebel sama kamu!"

Lalu seperti tadi, Lova tiba-tiba menangis lagi. Membuat Oka kian kesal pada adiknya itu. Ia memukul-mukul pintu kamar mandi dengan sengaja. Dan di dalam, Lova menjerit karena kelakuannya.

Ketika pintu apartemen terbuka, Nada tak lagi sempat mengamati tempat yang dulu pernah menjadi bagian dari hidupnya. Suara Oka dan Lova yang saling bersahutan, membuatnya nyaris terjerembab demi mencapai mereka.

"Hati-hati, Nad."

Beruntung ada Aksa yang dengan sigap menangkap lengannya. Menarik Nada yang sedikit kepayahan dalam membuka sepatu berhak tinggi yang masih menyandra kakinya. Belum lagi, rok batik yang ia kenakan terasa sangat sempit untuk dipakai dalam langkah lebar.

"Mau ganti baju aja?" tawar Aksa segera. "Baju lama kamu masih ada. Atau mau bisa pakai kaus aku dulu?"

Nada memang tak sempat mengamati sekeliling apartemen, karena saat ini atensinya teralihkan dengan mudah. Yang pertama, karena suara ribut-ribut dari si kembar. Sementara yang kedua, dari keberadaan mantan suaminya yang terlalu dekat.

Aksara SenadaWhere stories live. Discover now