Chapter 4. Minta Ini, Minta Itu, Banyak Sekali

11.8K 2.1K 337
                                    

Vote dan komen dulu, dong 🥰🥰🥰

Udah mulai engaged belum nih sama ceritanya?

Aku usahain update secepatnya, ya, tapi kamu vote dan komen yang banyaq.

Anyway SELAMAT HARI NATAL buat kalian yang merayakan. Semoga damai Natal menyertaimu dan keluarga. Muach 😘😘😘

Musik dangdut yang berdendang di pengeras suara lantai produksi berhenti mendadak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musik dangdut yang berdendang di pengeras suara lantai produksi berhenti mendadak. Otomatis, semua buruh menunda kegiatan sejenak karena tahu akan ada pengumuman dari pengeras suara yang sama.

TIIING TUUUNG. TIIING TUUUNG.

Kecuali aku. Aku tetap sibuk di area meja supervisor departemen ironing yang lupa menyimpan pattern sampelku. Sebelum pengumuman dibacain, aku udah mengumpat dalam hati duluan karena tahu panggilan itu pasti buat aku.

"Panggilan untuk Inggrid Clara Yuniar. Inggrid Clara Yuniar. Ditunggu di ruang inspeksi segera. Sekali lagi panggilan untuk Inggrid Clara Yuniar ditunggu di ruang inspeksi segera. PS. Nggrid, dia udah tahu lu ngumpet di departemen ironing. Buruan naik!!!"

"Tck. Asu!"

Kukeluarin juga makianku sambil meremas-remas sampel lecek di tanganku yang belum sempat di-pressing gara-gara pattern-nya nggak kunjung ketemu.

"Ih... Mbak Inggrid... cewek kok ngomongnya jorok," ledek Sutrisno yang gaya rambutnya doang mirip oppa-oppa Korea, tapi mukanya gepeng mirip wayang kulit. Untung ada Sutrisno, aku jadi bisa ketawa lagi ngelihat bentuk mukanya yang nyaris rata dua dimensi. "Mending ke atas dulu, Mbak. Ntar kalau saya udah target, pattern-nya saya bantu cariin."

"Tapi aku ditungguin sekarang, Tris. Kalau nunggu kamu target, leherku bisa dipotong duluan," keluhku sambil mencampakkan sampel-sampel itu. "Cariin dulu, ya?"

"Ya nggak bisa to, Mbak," katanya. "Kalau saya yang nyariin, bukan cuman leher saya yang dipotong. Gaji saya juga bisa dipotong karena nggak target!"

"Ih... lebih berharga mana, sih, sebenernya? Lehermu... apa gajimu?"

"Ya gaji saya lah, Mbak! Kalau gaji saya dipotong, leher saya juga pasti dipotong sama istri saya di rumah!"

"Kalau lehermu yang dipotong?"

"Kan lumayan dapat pesangon buat anak istri, Mbak," kekehnya. Aku ikutan ketawa. "Katanya QA yang ini galak banget, ya, Mbak? Nggak kayak Pak Gandhi. Pak Gandhi tuh asyik banget, ya? Ramah."

Iya... ramah... ramaaah banget.

Rajin menjamah.

Setumpuk fit sample dalam size M, L, dan XL yang sudah tinggal di-pressing itu kusaruk dari atas meja supaya jatuh ke keranjang. Dengan sisa tenaga, kusampirkan tambang kecil pengikat keranjang beroda itu di pundakku dan kutarik pelan-pelan bukan karena berat, tapi karena semangatku sudah menguap. Tugasnya benar-benar nggak masuk akal. Kenapa sih ini mesti terjadi padaku?

Factory RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang