Halo...
VOTE dan KOMEN dulu, donggg!
Chapter ini ada 4500 kata lebih di Karyakarsa, tapi yang dipost di Wattpad juga udah lumayan banyak, kok. 2200an kata.
Kalau kamu mau tahu adegan sebelum yang kutulis di sini, gontok-gontokkan gemes dan agak mesumnya Inggrid sama Pram sebelum Inggrid lari duluan ke gerbang wkwk, sama percakapan misterius Gandhi sama Inggrid di akhir chapter dengan lebih lengkap, silakan baca chapter 28 di Karyakarsa.
Selain itu CHAPTER 34 dengan EXTRA POV PRAMANA udah aku update duluan di karyakarsa, ya?
Kalau ini mungkin kamu kudu baca di sana sebab nanti EXTRA POV Pramana nggak aku post di wattpad. Jadi di wattpad khusus POV Inggrid aja.
Selamat membaca!
Chapter 28Delon dan Misteri Gudang Belakang Sekolah
Berkali-kali kakiku nyaris terperosok di got.
Sisa-sisa endorfin tilas bercumbu dengan Pramana berperan sangat banyak dalam usahaku memerangi fobia akan gelap di sepanjang pelarianku menyusuri lorong demi lorong sekolah. Lampu-lampu memang menyala, tapi kegelapan di sekitarnya seperti monster yang siap menyerang. Setelah terhuyung-huyung di pinggir dan membuatku hampir terjatuh, aku berusaha berlari lurus mengikuti ubin paling tengah di mana lampu menyorot tepat di atasku.
Napasku kembang-kempis pendek-pendek, degup jantungku apalagi. Rasanya persis kayak habis naik roller coaster panjang yang mematikan. Kalau kupaksain, bisa-bisa aku kena serangan jantung.
Aku berhenti, tanpa sadar, ternyata aku berhasil mencapai gerbang sekolah. Kedua tanganku berkacak pinggang, sementara hidung dan mulutku terengah ribut mengatur napas. Keringat membanjiri tubuhku, menguarkan uap panas yang merebak lewat pori-pori. Baru setelah suhu tubuhku turun perlahan, aku membungkuk, berpegangan pada kedua lutut di bawah lampu gapura sekolah yang terang benderang. Dari kegelapan, terlihat anaknya Pak Prasnowo muncul dan mendekat ke arahku.
"Mbak nggak apa-apa? Kok lari-larian?" tanyanya.
Aku cuma bisa menggeleng.
Anaknya Pak Prasnowo celingukan, "Lho? Temennya di mana, Mbak?"
"M—masih di... di dalam, Mas. Se—sebentar lagi juga nyusul," jawabku terbata, meringis-ringis merasakan kecepatan denyut jantungku yang nggak normal.
"Mbak Inggrid... sudah sembuh?" tanyanya.
"Bentar lagi, Mas... masih deg-degan ini...," engahku.
Anaknya Pak Prasnowo tersenyum, mungkin senyumnya manis, tapi karena dia nggak ganteng kayak Pramana, jadi kelihatannya kayak senyum hangat aja. "Maksud saya... Mbak Inggrid... udah baikan sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Factory Romance
ChickLit"Malik Syarifudien Pramana, hantu masa lalumu?" tanya orang itu sambil melempar buku baruku ke meja. Suaranya tajam dan dingin. Mataku mengikuti arah terlemparnya benda itu. Dia menggeram, "Dan homoseksual? Seriously? Who plant that stupid idea in...