Chapter 15. (Update marah-marah) Buat Tamu kok Coba-Coba

10.3K 2K 389
                                    

Mau update part 16 ternyata votenya belum nyampe juga. Woi yang udah baca di karyakarsa, tetep vote dan komen, dong. Palagi yang gak dukung di karyakarsa, tau diri please. Aku pengin update 🤬🤬🤬

***
Punya duit lima ribu, enggak?

Wkwk...

Jadi aku keasyikan nulis part ini sampai 4300 kata. Biasanya, cerita ini per part cuma 1500-2000an kata. Setelah selesai baca part ini, langsung cuz ke Karyakarsaku, ya? Unlock-nya cuma lima ribu aja.

Kalau nggak baca di KK, ketinggalan ceritanya nggak?

Enggak, sih... intinya sama kayak penggalan akhir di chapter Wattpad ini, kok, tapi emang... chemistry-nya beda, ya. Tenang aja... ini bukan part haram, kok. Belum.

Buat unlock chapter 16, 950 votes lagi, deh. Komennya lima juta.

Apakah ada momen manis di part tambahan? Hmmm...

Hehe

Aku masih ketawa-ketawa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Aku masih ketawa-ketawa.

"Jangan becanda, ah, Pram... nggak lucu tau."

Tapi, entah Pram jago akting, apa emang betulan, dia masih aja berusaha mengutak-atik kunci yang nyangkut di lubang. Lagian ngapain, sih? Udah dikasih tahu macet, bukannya dibiarin, malah dicobain. Emang, ya, orang kalau dilarang malah jadinya nekat.

Aku mendekat. "Hmmm... hayooo... bohong, kaaan?" kekehku, pura-pura santai, padahal jantungku jedag-jedug nggak keruan. Ngebayangin bakal berduaan sama Pram di rumah kosong, berdebu, dan bersawan, apa tydac horor tuh namanya? Kalau cuman hantu sih dibacain Ayat Kursi kelar, kalau Pramana?

"Coba aja," kata Pram, terengah-engah, lalu mundur.

Aku menyentuh kunci yang masih tersangkut di lubang tanpa melepaskan pengawasanku pada raut Pram. Siapa tahu habis itu dia menyengir. Aku udah bertekad nggak akan panik. Aku nggak akan biarin dia ngerasa berhasil kalau ternyata aku cuma dikerjain. Sayangnya, muka Pram nggak berubah. Malahan, dia jidatnya udah mulai keringetan.

Jariku memegangi kunci itu erat, berusaha memutarnya, tapi nggak berhasil. Keras banget besi itu nggak bisa gerak. Jariku sampai sakit. Mau kutarik juga nggak bisa. Macet di dalam, nggak mau muter, nggak mau keluar. "Pasti besinya karatan," kataku.

"Ya, terus?" tanyanya serius.

"Terus gimana?" aku balik nanya.

"Ya terus kalau karatan, gimana solusinya?"

"Ya mana kutahu!" sambarku emosi.

"Kirain ngomong karatan, punya jalan keluarnya. Digosokin pakai minyak, atau gimana...."

"Kamu ada minyak?"

"Nggak ada."

Aku mulai kesal, "Kamu becanda nggak, sih, sebenernya kutanya?"

Factory RomanceWhere stories live. Discover now