Chapter 69. Diorama (Download Final Extra Part Special Factory Romance)

3.1K 245 14
                                    

Chapter 69

Diorama

Malam semakin larut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam semakin larut.

Baik aku dan Pramana melamun. Nggak ada yang punya inisiatif beranjak dari lantai yang dingin. Tubuh Pramana melengkung di balik punggungku, lengannya membelit pinggangku ketat. Wajahnya tersembunyi di lekuk leherku. Hangat napasnya membelai lembut tengkukku. Sesekali merebakkan pori-pori dan menjengitkan tubuhku yang bergeming dan seakan tenggelam mencerna kembali segalanya.

"Nggrid...," bisiknya.

"Hm...?"

"Kamu mikir apa?"

"Banyak," jawabku singkat.

Kepalanya di pundakku bergerak, terangkat sejengkal menatap figur samping wajahku yang segera kusambut dengan gerakan subtil otot leherku ke arahnya. Ekor mataku menangkap keresahan yang sama. Pramana duduk tegak, menarikku lekat. Pipinya yang dingin digesekkan ke sisi kepalaku, ditariknya napas panjang dalam kelebatan rambutku.

Perlahan, Pramana membebaskan belitannya di pinggang dan merengkuhku sepenuhnya. Kedua tangannya meremat jari jemariku. Sentuhannya mengalirkan kehangatan, meningkatkan suhu tubuhku. Aku melenguh nyaman.

"Kamu nggak tahu rasanya... merasakan sesuatu yang begitu dalam, tapi nggak pernah bisa kamu jelaskan pada dirimu sendiri.... Merasakan kerinduan yang nggak kamu tahu buat siapa, mencoba meredam rasa bersalah karena kamu nggak kunjung tahu kamu merasa bersalah untuk apa... dan buat siapa. Setiap kali aku berhasil menguak sesuatu, aku bertanya-tanya... apa ini yang selama ini mengganjal di benakku? Ternyata bukan...."

Pramana menyambung setelah terdiam beberapa saat, "Masih ada hal lain," katanya, lirih. "Sampai malam ini.... Akhirnya aku ngerasa lega.... Apa yang kurasain, kurindukan... sama kayak apa yang kuharapkan. Aku tahu, Nggrid... kita nggak pernah pacaran... bahkan sebelum aku ingat apa-apa. Tapi aku juga nggak bisa bohong... bahwa aku kecewa. I want it to be true... dengan begitu segalanya jauh lebih sederhana. Nggak sesulit ini... nggak semenyakitkan ini... terutama buat kamu... orang yang nggak kuingat pernah kusayangi sedalam ini... kuinginkan sebesar ini. Nggrid...?"

Aku terdiam, mencoba tetap memijakkan bokongku di lantai dan nggak melayang.

"Aku sayang kamu...," aku Pramana, tepat di telingaku. "Aku bersyukur sama kegagalan-kegagalanku sebelumnya... karena kalau enggak... aku bakal terpaksa nyakitin seseorang... demi bisa bareng sama kamu. There is no way... I wouldn't leave anyone... anyone... demi kamu."

Bukan hanya tubuhku yang bergetar. Jiwaku apalagi. Runtuh seperti tembok yang rapuh. Leherku terkulai pasrah begitu telapak tangan Pramana merangkum rahangku dan menolehkan wajahku dekat ke mulutnya. Aku masih bisa melihat celah gelap di antara bibirnya sebelum mataku sepenuhnya memejam dan yang berikutnya kurasakan hanya kehangatan. Paru-paruku membesar. Jantungku membengkak. Energiku menguap, kuserahkan sepenuhnya ke bibir Pramana yang khidmat melumat.

Factory RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang