Chapter 46. Hulu Hala Ulusan Plibadi (BACA DULUAN CHAPTER 87-88)

4.2K 573 51
                                    


Chapter 87-88 udah update duluan dan hanya di karyakarsa, ya. Di wattpad ga akan ada karena hanya akan dipost sampai part 70.

Di chapter ini kamu bakal ketemu sama dua tokoh baru yang selama ini bikin penasaran. Selain itu, buat yang ngikutin di karyakarsa pasti udah kangen lagi dong sama interaksi Inggrid dan Pramana?

Gas langsung baca ya

Untuk chapter 46 ini, kalau mau baca lengkapnya, silakan ke karyakarsa ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Untuk chapter 46 ini, kalau mau baca lengkapnya, silakan ke karyakarsa ^^

Untuk chapter 46 ini, kalau mau baca lengkapnya, silakan ke karyakarsa ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Chapter 46

Hulu-Hala Ulusan Plibadi

"Wait, Ms. Fok," Pramana menengahi di jarak antara aku dan Ms. Fok. Muka cewek itu merah, mirip gunung berapi yang siap meledak. "They're just talking, Ms. Fok. Bukan pacaran."

Seriously, Pram?

Dia pasti lagi curiga aku sama Gandhi membicarakan sesuatu yang penting, dia malah fokus ke tuduhan pacaran?!

Aku ketar-ketir. Gimana kalau Ms. Fok mengira aku akan membelot ke perusahaan buyer dan ngasih aku ulasan jelek di rekomendasiku nantinya? Belum lagi kalau temuan itu jadi di-floor-kan, aku akan dituduh berpihak ke buyer dan menjatuhkan perusahaan. Tamat sudah riwayat karirku. Mungkin aku harus mulai mempertimbangkan tawaran Benny buat jadi asistennya. Nyiapin dia makanan, ngasih dia minum, dia sering mengeluh dehidrasi karena terlalu konsentrasi main game, mijetin pundaknya, tapi aku nggak mau nyuciin bajunya. Dia suka lupa mandi. Mungkin jadi babunya Benny gajinya lebih gede dari kerja di sini.

"Dia pacalan aaa!" jerit Ms. Fok. Lamunanku sontak buyar. "Inggrida... pacalan sama Gandhi a... you olang tidak tau aaa?"

"Ms. Fok... saya nggak pacaran sama Gandhi," kataku lelah.

Mendengarku menyangkal, nenek-nenek itu langsung memekik, "Cium-ciuman tidak pacalan a?! Haiyaaa...! Anak zaman sekalang macam apa a? Cium-cium, peluk-peluk tidak pacalan?!"

Ya Tuhan... aku nggak tahu harus senang apa sedih sekarang. Jadi dia malah ngurusin hal kayak gitu dibanding alasan sebenarnya kenapa Gandhi bisa ada di gudang mesin sama aku tanpa pemberitahuan ke dia lebih dulu?!

Factory RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang