"Malik Syarifudien Pramana, hantu masa lalumu?" tanya orang itu sambil melempar buku baruku ke meja. Suaranya tajam dan dingin.
Mataku mengikuti arah terlemparnya benda itu.
Dia menggeram, "Dan homoseksual? Seriously? Who plant that stupid idea in...
Jujur, aku nggak nyangka vote part kemarin nyampe sebelum saatnya aku posting lagi.
Wkwk... makanya pas ditagih, aku belum siap.
Oke, deh. Kali ini kayaknya 850 bisa lah, ya? Udah engaged, kan, ama ceritanya?
Komennya 12.100 aja, deh. Biar angkanya kalau ditambahin jadi 13.
BTW kamu team Bunda Corla apa Nikita Mirzani? Aku Team Bunda, donggg!
Ini panjang banget, lho, jangan males vote dan komen lah. Tahu dirilah sikit.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TING TUNG TING TUNG
"Kamu mau apa?"
Pramana melonjak. Dia berbalik dan mendapati aku udah berdiri di balik badannya.
Harusnya tadi aku diem aja. Biar dia malu. Dia udah tarik napas di depan microphone waktu aku nyampe. Gulungan pattern yang kubawa dari departemen CAD kutaruh di depannya dengan dagu terangkat.
Mendengus kesal karena nggak jadi merepet di mic, gulungan pattern itu disahutnya dengan kasar.
"Kesel, ya?" tanyaku. "Nggak bisa marah-marah?"
"Kok bisa tepat waktu kamu ngerjainnya?" dia menatapku curiga. "Tinggal kamu print ulang, ya, kerjaan anak CAD, terus kamu leha-leha ngegosipin aku di bawah?"
Dih.
"Cek aja file-nya," tantangku percaya diri.
"Ya kan bisa aja kamu tinggal nyontek, terus kamu kerjain ulang," gumamnya.
"Ya udah... kenapa nggak ditungguin tadi aku ngerjain? Malah diusir dari ruangan karena ganggu konsentrasi kamu inspeksi? Kan aku udah bilang, biar kuinstal aja di laptopku. Kamu bilang nggak usah... kelamaan, kita mau pulang cepet, kerjain aja di ruang departemen CAD, sekarang hasil kerjaku diraguin—"
"Kamu bisa diem nggak, sih, Nggrid? Aku lagi ngecek, nih," potongnya.
Kuredam dengus napasku. Sabar, Inggrid. Sabar. Aku tahu kerjaanku udah bener, makanya aku berani agak nyolot ke dia. Bayangin aja, sejak dia nyuruh aku ngerjain ulang pattern-ku, ada kali lima belas kali dia pakai mic nyuruh aku nelepon ruangannya cuma buat nanya aku udah kelar apa belum. Progresku sampai mana. Ngingetin bahwa kami harus teng-go (teng langsung go). Dikira bikin begituan tinggal ngedipin bulu mata doang apa? Mana gara-gara dia aku ditegur orang IE (Industrial Engineering) yang tugasnya ngitungin target para buruh.
Habis... tiap ada suara ting-tung, ting-tung, otomatis orang-orang pada diem paling enggak tiga detik buat dengerin pengumuman. Sedetik, tiga detik kalau ampe lima belas kali pasti ngaruh ke hitungan target mereka per-jamnya, belum konsentrasinya yang sempat buyar. Makanya dibikin peraturan, nggak boleh ngasih pengumuman lewat pengeras suara lebih dari sekali dalam satu jam. Ini dalam dua jam dia pakai pengeras suara sampai belasan kali. Udah kayak yang punya pabrik aja dia, nggak ada yang berani negur.
