Chapter.10

7.1K 541 24
                                    

Selamat membaca 🌵

"Suka di sini?" toleh Abdi sembari meneguk air mineral dingin juga duduk di samping Bellona.

"Suka. Itu ... mereka yang di sana, kayak masih anak kecil?" Bellona menunjuk ke segerombolan anak kecil tapi memakai pakaian balap juga.

"Oh ... mereka lagi latihan untuk event U14, Cc mobil mereka juga nggak sebesar yang saya pakai. Kamu mau coba?" Abdi menatap Bellona yang menggelengkan kepala. Tak berani, kapasitas mobil balap beda sama mobil biasa, kontrolnya juga beda, salah-salah ia terguling nantinya. Berapa biaya ganti ruginya? Yang ada habis gajinya nanti.

"Saya seneng nonton aja," katanya. Abdi tak percaya, ia beranjak lalu meminta Bellona mengikutinya. Sirkuit sedang tak dipakai karena sudah siang, terik matahari membuat pembalap tak kuat berada di dalam mobil, panas rasanya.

"Mau ke mana?" tanya Bellona mengekor Abdi.

"Kenalan sama si ganteng, kalau tadi si tampan, sekarang lain. Udah lama di garasi ini. Mobil klasik, sih, tapi saya suka." Abdi masuk ke garasi tempatnya menaruh tiga mobil miliknya, ia sewa garasi di sana.

Tangannya membuka sarung penutup mobil, Bellona membekap mulutnya. Honda civic estilo tahun 1992 warna hitam terlihat ganteng di matanya.

"Gantenggg ...," pekik Bellona sambil mendekat. Ia seperti bertemu cowok tertampan sejagad raya, padahal ini mobil.

"Yok," ajak Abdi.

"Mau ngapain?!" Bellona masih berdiri di tempat.

"Masuk, Lon, ayo," ajaknya lagi. Bellona membuka pintu. Dengan masih dalam kebingungan, ia duduk lalu memasang seatbelt. "Kenapa, heran karena bukan kayak si tampan?" tukas Abdi. Bellona mengangguk.

"Mobil ini emang bukan untuk balapan, saya dulu suka pake waktu SMA sampai kuliah sarjana, karena setelah itu saya ke Amerika, kuliah magister bisnis di sana."

Bellona mengangguk, ia menatap interior mobil yang terlihat joknya diganti bahan kulit warna krem. Semua begitu bersih.

Mobil melaju pelan, suara knalpot yang menderu begitu pekat ditelinga. Bellona sumringah, ia berada di atas track sirkuit dengan senyum tak bisa ia hilangkan.

"Siap, ya, Lon," tukas Abdi menginjak kopling lalu memasukkan gigi tiga dengan kecepatan yang begitu membuat adrenalin Bellona terpacu, kemudian pindah gigi lagi hingga mobil melaju cepat. Bellona berteriak senang. Abdi melirik lalu tersenyum dan ikut berteriak juga.

***

Matahari perlahan turun, mereka masih di sirkuit, duduk di kursi penonton setelah tadi sempat makan siang bersama dan Abdi kembali latihan. Tidak ada bosan sama sekali, Bellona begitu menikmati.

"Dulu saya punya pacar, awal kuliah dan dia yang ajari saya nyetir mobil. Dia cowok baik dan pintar." Bellona menunduk menatap minuman kaleng bersoda di tangannya.

"Kamu lagi sama cowok lain, bahas mantan pacar?" tegur Abdi.

"Ck, emang kenapa? Lagian kamu siapa? Dih ...." Bellona mencebik. Abdi tertawa. Ia bersandar, pandangannya ke langit sore yang cerah.

"Kami pacaran hampir dua tahun dan dia tempat saya bisa merasakan jadi diri sendiri juga bebas dari tekanan hidup."

Abdi menoleh, menatap Bellona yang tersenyum miris.

"Kenapa kalian putus?" tanya Abdi penasaran.

"Dia pergi. Ninggalin saya gitu aja dan setelah saya cari tau, ternyata dia dijodohkan keluarga saat tau latar belakang keluarga saya yang bukan siapa-siapa."

His Alterego ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang