Chapter 34

4.8K 387 5
                                    

Selamat membaca 🌵

Bellona berjalan menghampiri wanita yang duduk di kursi roda. Ia menyalami punggung tangan wanita itu juga. "Apa kabar, Bu?" sapanya sembari berjongkok, ia begitu menaruh hormat kepada wanita yang sudah melahirnya laki-laki kuat dan hebat seperti Abdinegoro.

"Baik, Lona. Kamu makin cantik aja, apa kabar? Abdi nggak isengin kamu, 'kan?" lirih ibu. Bellona tersenyum lebar seraya menggelengkan kepala.

"Lona baik, Bu. Ibu juga makin cantik," puji Bellona balik.

"Ish, moso, sih. Ibu bisa makin cantik kalau dapat cucu dari kalian." Ibu menoleh ke Abdi yang mulai bicara di depan media. Ibu dan Bellona masih di dalam ruangan, menunggu waktu untuk mereka muncul setelah diaba-aba Bahtiar.

"Lona, yakin mau nikah sama Mas Abdi? Nggak mau pilih laki-laki lain?" ledek Bima. Lelaki itu berdiri tegap disisi istri juga anaknya yang digendong. Bellona tersenyum tipis.

"Masmu udah pilihan tepat, Bim," jawab Bellona jujur. Andai Abdi dengar, semakin GR bukan kepalang lelaki itu.

Sementara, di depan, Abdi berdiri di balik mimbar kecil berlogo perusahaan. Di hadapannya duduk petinggi perusahaan, beberapa orang anggota keluarga besar ayahnya, Sena sendiri dan Eva. Di belakang mereka berbaris wartawan dari beberapa media cetak dan elektronik.

Sena dan semua orang tak tau apa tujuan Abdi mengumpulkan mereka. Tujuan sebenarnya lebih tepatnya, karena Abdi bilang akan mengadakan konferensi pers terkait unit usaha baru yang diluncurkan perusahaan.

"Selamat siang," sapanya dengan suara begitu dalam dan berwibawa. Belum lagi tatapan tajamnya yang menyapu mata semua orang.

"Selamat siang, Pak Abdi," jawab beberapa orang.

"Terima kasih saya sampaikan kepada semua yang sudah hadir di sini. Tujuan saya kali ini adalah, ingin menginformasikan tentang unit usaha perusahaan yang baru. Terkait dengan pembiayaan khusus UMKM dan pengusaha kecil rumahan atau home industri.

Perusahaan pembiayaan ini dibiayai oleh induk perusahaan ini sebesar lima puluh persen dan sisanya didanai oleh perusahaan Sakti Persada yang dipimping Pak Felix."

Abdi mulai menjelaskan tentang visi misi perusahaan hingga akan membuka lapangan kerja baru. Hal itu disambut meriah semua orang. Bahkan Sena begitu sumringah.

"Namun, perusahaan ini tidak akan dipimpin oleh orang luar atau saya. Tetapi, saya akan memperkenalkan seseorang yang kompeten memimpin unit usaha ini karena ... ini merupakan hak dan bagian dia sebagai salah satu keturunan Ayah saya juga, Pak Sena." Abdi menatap lekat ayahnya yang seketika bingung.

"Saya akan memperkenalkan, Adik kandung saya ... Bima Saktya," ucapnya tegas.

Pintu terbuka, Bima berjalan bersama istri dan anaknya. Disusul Wulan dan Bellona dibantu Bahtiar yang mendorong kursi roda. Sena terbelalak, bahkan semua keluarga lain yang hadir.

"Wu-lan ...," lirihnya pelan. Ayu Wulansari, mantan istri sekaligus ibu kandung Abdi dan Bima tersenyum menyapa semua orang. Tak mau ia terus dirundung kesedihan atas fitnahan semua orang apalagi keluarga.

Bellona berdiri di samping kursi roda yang diduduki Wulan. Ia bahkan menggenggam jemari tangan wanita itu.

"Ayah, masih ingat siapa wanita di samping Abdi?" Suara Abdi sedikit parau, ia bisa tau jika ayahnya tidak menyangka kembali bertemu Wulan. Sena terus menatap dalam wajah Wulan yang masih cantik seperti dulu.

"Semuanya, saya akan menjelaskan inti pertemuan ini. Wanita ini adalah Ibu kandung saya, bernama asli Ayu Wulandari, atau biasanya dipanggil Wulan. Bukan Sri Wulandari yang dulu mungkin kalian kenal. Ibu saya pergi meninggalkan saya karena tertekan dengan status sosial yang jomplang dengan Ayah saya. Ulah siapa? Siapa lagi kalau bukan keluarga besar Ayah saya." Abdi menatap lekat saudara-saudaranya. "Jangan mengelak. Saya sudah tau semuanya," ucapnya tegas bahkan sambil menunjuk salah satu keluarganya.

His Alterego ✔Where stories live. Discover now