Chapter.27

4.7K 377 12
                                    

Selamat membaca 🌵

Abdi duduk menunggu ibu selesai operasi batu empedu. Ia hanya berdua di rumah sakit itu, tapi ia memberi tau kabar kepada Bima. Abdi sadar, ia tak ingin membuat episode drama baru dengan ayahnya sekedar memberitau kabar mantan istrinya, apalagi sudah ada Eva si istri muda yang sedang ditatar Abdi karena menekan uang bulanan ayahnya.

Hatinya gelisah, ia takut ibunya drop pasca operasi. Di dalam kepala, ia sudah merancang banyak rencana ke depan, salah satunya ingin mengembalikan nama baik ibunya juga membuat Bellona memiliki tempat dan pengakuan yang baik dikeluarga besar. Tak main-main, Abdi akan membuat itu terjadi dengan segala upaya yang dimiliki.

Dokter menghampiri, ia tersenyum menyapa Abdi. "Operasi berhasil, tak perlu risau." Dokter asli warga negara Malaysia itu sudah senior, Abdi riset lebih dulu siapa dokter terbaik disana, uang tak masalah baginya, asal ibunya sehat.

"Terima kasih, dokter." Keduanya berjabat tangan. Abdi diminta menunggu di lobi, selama pemulihan, ibunya tidak boleh dikunjungi. Ia patuh.

Selama menunggu di kafetaria, ia memutuskan menelpon Bellona. Sudah hari ketiga ia di sana, Bellona juga lama jika membalas pesan atau menjawab telepon.

"Gimana Ibu?" suara Bellona membuat Abdi tersenyum kecil. Ia senang saat Bellona justru menanyakan ibunya saat menjawab teleponnya.

"Udah selesai operasi, kondisi stabil, tapi aku belum bisa ketemu karena masih di ruang observasi." Abdi menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, tangan kanannya meraih cangkir kopi, ia teguk sedikit.

"Kamu udah makan siang?"

"Udah. Ini lagi ngopi. Lon, nyusul dong," pintanya karena ia rindu kepada kekasihnya itu.

"Ya nggak mungkin, kamu tau sendiri di sini lagi luar biasa padat. Oh, iya, Pak Sena tadi ketemu aku, Bibi, Pak Gun juga Mbak Asih telepon. Semua tanya kamu ke mana. Aku jadi bohong jawabnya." Hela napas Bellona membuat Abdi paham, pasti kekasihnya tidak nyaman berbohong.

"Sorry, kamu jadi ikut tutupi keberadaan Ibu. Cuma sementara, Lon, aku udah rencanain semuanya. Tunggu Ibu benar-benar sehat baru aku jalankan."

"Aku paham, Di. Aku tadi jawab ke mereka kalau kamu mendadak pergi ke luar negeri karena ada kolega yang minta kamu meeting di sana. Aku bilang kamu ke Paris." Bellona tertawa pelan, pun Abdi yang geli sendiri karena kebohongan kekasihnya itu pintar juga.

"Bapak kamu udah ketemu? Di mana dia?"

"Nggak tau. Ibu aku tanya nggak mau cerita atau jelasin. Cuma bilang Bapak pergi jauh."

"Lon ..., bilang ke aku kalau kamu butuh bantuan cari Bapak atau hal lain. Jangan anggap aku orang lain, Lon." Abdi tak mau Bellona canggung dengannya, tetapi Abdi lupa jika Bellona tak mau lagi memberi kemudahan kepada orang tuanya.

"Aku bisa handle sendiri. Ibu di sini udah mau satu minggu dan aku jarang ngobrol sama dia. Rasanya ada perisai yang halangi kami. Ibu juga nggak ada usaha mau berubah. Masih begitu aja. Jujur, aku malu sama kamu."

"Jangan malu sama aku. Sekarang kita sama-sama berpikir, bagaimana bisa selesaikan masalah orang tua dengan kepala dingin. Kekesalan kamu sama Ibu dan Bapak, jangan sampai bikin kamu diposisi yang salah."

"Iya, Di. Eh, udah dulu, ya. Aku ada meeting sama divisi HRD, nanti kabarin lagi, ya, Di." Bellona terdengar terburu-buru.

"Lon," panggilnya.

"Ya? Apa, Di?" Terdengar suara Bellona repot dengan beberapa benda yang akan dibawa saat rapat.

"Apa tujuan hidup dan mimpi kita ke depannya sama? Untuk kita berdua terutama? Aku butuh keyakinan lebih lagi."

His Alterego ✔Where stories live. Discover now