Chapter. 11

6.4K 489 19
                                    

Selamat membaca 🌵

Bandung, mereka tiba di sana. Bellona berjalan bersama Abdi ke arah taksi online yang sudah mereka pesan. Tujuannya tidak ke hotel, tapi ke tempat teman kuliah Bellona beberapa tahun lalu.

Abdi jelas terlihat kaku, lingkungan pertemanan Bellona jauh beda dengannya, baik dari cara bicara yang santai apalagi pembahasan, Abdi sudah membayangkan ia hanya lebih banyak diam.

"Berhenti di depan sana, Pak, yang banyak motor diparkir," tunjuknya lalu memberikan uang lima puluh ribu.

Mereka turun, berjalan bersisian lalu senyum Bellona mereka seraya mendongak menatap Abdi yang berusaha menikmati kemana Bellona akan membawanya.

"Bel!" jerit Poppy, wanita berambut plostos dengan warna coklat terang menyambutnya heboh.

"Lona. Gue benci dipanggil Bel," protes Bellona.

"Oh, iya, sorry lupa. Ayo ... ayo masuk, lo mendadak banget kabarin gue, tau gitu gue siapin kamar di rumah gue, ngapain lo nginep di hot-- uwww ... siapa ini Lona," lirik Poppy yang sedang hamil lima bulan ke arah Abdi.

"Temen, dan bos gue di kantor. Abdinegoro, panggil aja Abdi." Bellona memperkenalkan Abdi yang berjabat tangan dengan Poppy.

"Akhirnya, bisa luluhin hati temen saya. Selamat tadang Pak Bos, silakan masuk, di dalam aja, di sini buat perokok. Bellona nggak suka bau asap rokok. Asap bakaran steak baru dia suka." Poppy mengajak keduanya masuk. Kedai kopi kecil yang ada di garasi rumahnya merupakan tempat tongkrongan anak muda juga orang-orang yang mau menikmati kopi sambil berbincang. Suasana hangat dengan interior juga permainan cahaya lampu dominan warna kuning, membuat suasana tidak membosankan.

"Mau minum apa? Bentar gue bilang ke bartender sekalian panggilin suami gue, baru balik dari kerjaan, padahal malam minggu, ajak kek istrinya ngemal, kejar setoran terus. Tunggu, ya." Poppy berjalan ke meja pemesanan lalu ke arah pintu yang tembus ke halaman rumahnya.

"Dia serame itu, Lon?" Abdi menyandarkan tubuhnya di sofa, sangat nyaman.

"Iya, dan dia pintar. Sama-sama penerima beasiswa. Setelah lulus, kerja sebentar terus nikah setahun lalu. Suaminya ahli desain interior, tempat dan rumah ini, semua suaminya yang atur." Bellona memangku bantal kecil, ia menatap area kedai kopi yang sangat nyaman.

"Kamu sering ke sini?"

"Nggak. Baru ini pertama kali. Poppy kalau cerita lewat chat, kita baru ketemu lagi setelah lulus kuliah."

"Really?!" Abdi tak percaya.

"Serius. Tanya aja nanti."

Tak lama, dua capucinno panas, kentang goreng dan dua piring nasi goreng tersaji.

"Lon," panggil Poppy. Bellona menatap temannya, baru saja hendak menikmati makanan.

"Lho, Pak Abdinegoro," tunjuk suami Poppy.

"Kok kenal?!" pekik Poppy.

"Ini boss aku, Sayang. Aku lagi ngerjain proyek desain villa dan cottage punya Pak Abdi. Jadi ketemu di sini." Suami Poppy mengulurkan tangan.

Abdi tertawa. "Apa kabar. Setelah dua bulan lalu, baru bertemu lagi. Maaf, saya sibuk di kantor lainnya," ujar Abdi. "Jadi istri yang anda bilang cerewet tapi gemesin itu ... Poppy? Yang jadi inspirasi anda membuat konsep desain villa dan cottage saya?" ledek Abdi.

Poppy tampak terkejut, tapi senang. Bellona tersenyum.

"Bucin banget kalian," goda Bellona.

"Eh, iya, duduk-duduk. Sambil dimakan. Jauh-jauh ke sini harus banyak makan." Poppy sumringah. Obrolan berlanjut, kebanyakan Abdi dan suami Poppy membahas proyek yang dijalankan. Hingga Poppy mengajak Bellona ke rumahnya saja. Mereka duduk di teras.

His Alterego ✔Where stories live. Discover now