Chapter. 20

6.3K 439 10
                                    

Selamat membaca 🌵

Suasana kantor berubah total, Abdi dan Bellona mengatur ulang posisi tiap staf yang tidak dirumahkan berdasarkan dengan kompetensi diri masing-masing orang. Nyatanya, banyak staf yang salah penempatan posisi karena saat awal melamar pekerjaan mereka menulis 'Any position', yang mana bagi Bellona dan Abdi itu salah. Mengapa? Karena, terkadang hasrat seseorang melenceng dari jurusan saat kuliah dulu.

"Pak Abdi, kita mau ubah suasana ruang kerja dan kubikel staf atau tidak?" tanya manajer HRD yang direspon anggukan manajer keuangan.

"Boleh, kalau itu bisa bikin mereka semangat kerja. Panggil orang yang kompeten, beberapa perusahaan jasa tersebut, adu tender. Saat meeting nanti ajak saya dan Bellona."

"Baik, Pak."

Abdi membaca laporan perencanaan kinerja karyawan, lalu terdengar pintu diketuk. Bellona masuk, ia memang akan ikut rapat, tapi terlambat karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda.

Kursi di sebelah Abdi ia tarik ke belakang lalu duduk dengan tenang. Bellona hanya tersenyum singkat menyapa semua orang termasuk Abdi lalu kembali bersikap serius. Abdi sendiri sama saja, mereka sedang terlibat kesalah pahaman karena kejadian kemarin.

Sirkuit. Abdi berjalan bersisian dengan Bellona, mereka sepakat tidak pamer kemesraan juga padahal Abdi ingin. Bellona belum siap mendapat gunjingan juga cibiran dari orang banyak.

Di ruang ganti, Abdi meminta tolong Bellona membantu memakai baju balap, Bellona tak mau karena pasti menimbulkan kecurigaan rekan tim Abdi.

Lelaki itu ngotot, bahkan memelas, ia ingin mendapat perhatian Bellona, tapi ternyata tidak bisa. Dengan kesal Abdi meminta Bellona pergi dari sirkuit, layaknya ABG baru jadian, Bellona bersingut dan pergi dari sana dengan menggunakan taksi online.

"Jadi, anggaran untuk ubah suasana kantor, nggak bisa lebih dari yang direncanakan, ya, Bu, saya takut jadi sia-sia," ujar Bellona kepada manajer keuangan.

"Iya, Bellona, pasti. Saya akan kabari saat meeting tendernya nanti."

Bellona mengangguk. "Saya mau bahas tentang sistem pemasaran beserta program perenam bulan. Saya nggak mau ambil triwulan karena itu terlalu cepat. Saya juga sudah bahas dengan direktur pemasaran kita yang baru. Beliau sekarang sedang rapat intern divisi, jadi saya yang akan bahas inti dari rencana setahun ke depan yang dipecah menjadi perenam bulan.

Bellona melakukan presentasi, ia berdiri di tengah dengan layar putih terpasang dan proyektor tersambung dengan laptop menanyangkan slide yang sudah ia buat. Semua mata menatap ke arahnya, sesekali bahkan Bellona presentasi dengan bahasa inggris. Semua terkagum, termasuk Abdi tapi ia kesal jika mengingat kejadian kemarin.

"Saya mohon izin untuk perjalanan dinas mengunjungi mitra kita di beberapa kota selama satu minggu, apa Pak Abdi bisa izinkan?" Bellona menatap Abdi yang melamun menatapnya. "Pak Abdi," panggil Bellona lagi. Abdi masih diam. Ia tersentak lalu sadar saat manajer HRD menepuk bahunya.

"Ya, apa ... gimana?" Abdi celingukkan. Bellona kembali duduk di tempatnya. Abdi tak bersuara tapi menatap sendu.

"Saya mohon izin diberikan perjalanan visit ke mitra usaha kita di beberapa kota selama satu minggu, diizinkan, bukan?" tekan Bellona membulatkan kedua mata ke arah Abdi.

"Ya ... jelas, saya ikut," jawabnya datar.

"Saya sendirian bisa, Pak, atau dengan beberapa staf divisi marketing. Bapak harus di kantor, bu-kan?" tekan Bellona lagi masih menatap ke Abdi yang kini, di bawah meja, menggenggam jemari tangan Bellona. Semakin kesal lah wanita itu, tapi ia tak mau mencolok terlihat seperti itu.

His Alterego ✔Where stories live. Discover now