Chapter 39

5.2K 379 5
                                    

Hi, mau tamat di bab berapa, nih, cus jawab 😅

Selamat membaca 🌵

_______

Semarang dilanda hujan dengan intensitas sedang, Bellona duduk bersama keluarga besar dari pihak ibu juga ayahnya. Air mata tumpah mana kala adik-adik mendiang ayahnya bertemu Bellona yang mereka tau bernama Fatiya. Sempat terjadi masalah karena akta lahir Bellona jadi ada dua, ternyata yang satunya palsu, itu akal-akalan ayah dan ibu angkatnya. Alhasil, dikemudian hari Bellona harus mengurus ulang semua ijazah kelulusan sekolahnya, ia harus mengganti nama Fatiya.

Oke, tidak masalah. Dengan satu jentikan tangan Abdi, semua beres. Sesi foto dilakukan, keluarga besar bahkan menyewa fotografer khusus, mereka mau momen kebahagiaan Bellona menjadi ada bukti kenangan.

"Jadi kami harus panggil kamu Bellona?" tutur omnya.

"Iya, Om, saya sudah terbiasa dipanggil itu," cengir Bellona.

"Yo ndak apa-apa, nama Bellona bagus. Kami semua senang, karena bisa ketemu kamu lagi setelah lebih dari dua puluh tahun. Hidupmu yang penuh tekanan, sekarang sudah terangkat bebannya. Kami semua akan ada untuk kamu, Lona," ujar omnya. Bellona mengangguk.

"Lona, mana Budemu," tanya salah satu keluarga.

"Di dalam, kenapa, Mas?" Bellona tampak panik.

"Anu ... iku, lho, wakil keluarga Abdi, datang. Bu Monita sama Kakaknya, eh, suaminya juga. Satu mobil!" pekik sepupunya. Bellona bingung, semua grabak grubuk, acara lamaran baru esok hari, tapi kenapa Monita dan Martha datang. Jika tidak ada urusan penting, tidak akan ke sini.

Bude sebagai kakak tertua berjalan di depan, menuju teras rumah. Bellona berdiri di belakangnya.

"Selamat malam," sapa Monita disusul Martha.

"Malam, mari masuk, silakan-silakan," ajak bude. Bellona berdiri di sebelah Monita.

"Mon, ada apaan?" bisiknya.

"Udah ... lo duduk aja nanti, iya iya aja. Oke." Monita tersenyum yang membuat Bellona curiga.

Mereka semua duduk, berhadapan. Para sepupu Bellona menguping dari balik pintu yang menyambung antara ruang tamu dan ruang keluarga di dalam. Para orang tua duduk mengapit Bellona.

"Perkenalkan, kami Kakak-kakak sepupu Abdinegoro Byakta, purta pertama Bapak Sena dan Ibu Wulan. Kedatangan kami ke sini, teriring dengan amanah yang diminta untuk disampaikan ke keluarga, terutama Bellona." Martha yang bicara, Monita mengulum senyum.

"Jadi, sebelumnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena hal ini harus kami sampaikan mendadak. Terkait dengan satu dan lain hal penting yang Abdi tidak bisa tunda." Martha kembali menjeda. Bellona sudah mulai panik, apa Abdi tidak jadi melamarnya, tapi tidak mungkin. Monita saja senyam senyum begitu. Ini pasti ada yang tidak beres.

"Maksudnya, Nak Abdi kenapa? Apa meminta mundur?" Bude menggenggam jemari tangan Bellona, mendadak dingin.

"Jadi ... kami diminta Om kami, Pak Sena dan Tante kami, Bu Wulan yang mana sesuai dengan permintaan Abdi tanpa Bellona ketahui, untuk mengadakan acara pernikan esok hari juga."

"Hah!" Bellona teriak. Semua kaget. Ia menganga, Monita tergelak, namun kemudian dipelototi suami bulenya.

"Ndak bisa, belum siap apa-apa, tolak Bude."

"Begini, Bude, tidak apa-apa menikah siri dulu, untuk selanjutnya menyusul saja. Abdi meminta hal ini karena dia, pekan depan, tepatnya hari Sabtu harus berangkat ke Malaysia, ada bisnis yang harus ditangani di sana dalam waktu lama. Abdi mau Bellona ikut serta, hal ini begitu mendadak, perusahaan yang Abdi miliki kerja sama dengan salah satu hotel di sana dan Abdi mau turun tangan langsung."

His Alterego ✔Where stories live. Discover now