Chapter 30.

5.3K 412 15
                                    

Selamat membaca 🌵

Agastya, kakak lelaki Bellona yang pada akhirnya, jejaknya terbaca dan diketahui Bellona. Raut wajah gadis itu penuh guratan kesal. Masih menatap pada gelagat ibunya yang masih seenaknya sendiri.

Ibu berjalan mondar mandir di depan dirinya yang sedang menunggu balasan email dari Agas--biasa kakaknya dipanggil begitu. "Kenapa harus pakai perjanjian kayak gitu kalau dia niat serius sama kamu dan Ibu akan jadi mertuanya nanti! Kamu nggak bisa omongin Abdi kalau Ibu akan jadi orang tuanya juga?!"

Terlihat ibu masih tak terima saat Abdi menemuinya untuk membuat perjanjian itu. Bellona mengedikkan bahu, ia tak mau merespon atau menjawab apapun, karena sudah berjanji kepada Abdi ia akan diam saja.

"Lona! Ibu lagi ngomong sama kamu!" bentaknya. Bellona menutup laptop lalu berjalan ke kamar mandi, ia mengunci diri di sana sambil kembali menunggu balasan email.

Bellona tidak marah-marah kepada kakaknya, ia ingin memancing respon Agas dulu dengan ia berkata jika akan  ke Jepang dalam rangka liburan singkat dan ingin bertemu sebentar dengannya.

***

Akhirnya, setelah dua minggu berlalu, Bellona dan Abdi siap berangkat ke negara sakura. Mereka tak hanya berdua, Abdi mengajak Felix karena tertarik dengan beberapa hal di sana. Pebisnis, jika berkunjung ke mana pun pasti selalu menari peluang.

"Gugup?" lirih Abdi saat mereka sudah hampir mendarat di bandara Narita, Tokyo, Jepang.

"Sedikit, aku nggak tau Kakak gmn nanti reaksinya," jawab Bellona.

"Tenang, ya, kita cuma tiga hari di sini. Aku juga nggak mau lama-lama, lebih enak fokus kerja di Jakarta sama kamu," colek Abdi pada ujung hidung mancung Bellona. Gadis itu mengangguk, jika boleh memilih, ia lebih senang dipusingkan dengan urusan pekerjaan dari pada hal pribadi.

Mereka tidak menggunakan jasa sewa mobil dengan sopir, tetapi memilih menggunakan taksi. Alasannya, tidak ada, hanya ingin. Dasar orang kaya, bebas mau apa juga.

Felix berkata jika ia kenal dengan salah satu pemilik mini market terkenal yang juga menjual makanan cepat saji seperti sushi, ramen, tapi dengan konsep take a way. Ada mesin yang akan menghangatkan makanan setelah kita membayar dengan kartu debet, cukup tekan tombol saja dan rasanya jika ia membawa waralaba mini market itu ke Jakarta yang ia letakkan di pusat kota, pasti laku keras.

"Jam berapa janjiannya?" Abdi menoleh ke Felix yang baru mengatur jam tangannya dengan waktu Jepang.

"Siang ini jam satu. Gue bisa sendiri, lo temani Bellona." Felix tak mau membuat Abdi memikirkan bisnis lagi, dua hari ini harus bebas dari urusan pekerjaan.

Jepang sedang musim panas, Bellona bahkan merasa cahaya matahari sangat terik. Kedai makanan dan minuman yang menjual menu dingin pun menarik perhatiannya.

"Mau cobain makanan lokal?" tawar Abdi sambil berbisik.

"Ya, boleh. Setelah urusan ketemu Kak Agas selesai." Bellona menghela napas panjang, Abdi paham, tak enak menikmati makanan jika suasana hati masih tak karuan.

Setibanya di hotel, masih di lobi. Bellona sudah bisa melihat nama restoran yang akan ia datangi tak jauh dari sana, tatapannya tajam, ingin rasanya ia memaki Kakaknya secara membabi buta. Kepalang kesal, Agas harus tau betapa terbebannya Bellona karena ulang orang tuanya.

Proses check in selesai, masing-masing memegang kartu akses kamar, lalu segera menuju ke lantai delapan tempat kamar mereka berada.

Bellona, Abdi dan Felix saling menatap untuk pamit masuk ke dalam kamar. Abdi digoda Felix karena tidak sekamar dengan Bellona.

His Alterego ✔Where stories live. Discover now