Chapter 36

5K 368 4
                                    

Selamat membaca 🌵

Bellona baru saja menjawab panggilan telepon dari budenya di Semarang, mereka menanyakan kapan Abdi ke sana karena ternyata bude sudah memberitau ke anggota keluarga lainnya. Semua menyambut bahagia, apalagi Bellona anak dari Sekar, wanita ceria yang banyak dicintai semua keluarga.

"Kenapa?" Abdi menatapnya sembari tangannya membersihkan kap mobil yang akan ia gunakan.

"Bude tanya kapan kamu ke Semarang," jawab Bellona seraya beranjak dari duduknya, menghampiri Abdi yang tersenyum jail.

"Aku bilang apa. Kita disuruh nikah cepat, 'kan? Kamu sih, nunda hal baik," sindirnya lalu melemlar lap yang baru saja digunakan, beralih mencuci tangan di wastafel. Abdi menatap pantulan raut wajah Bellona yang terlihat sendu.

"Lona, masih ragu atau terbeban apa? Bilang sama aku, Sayang." Abdi mendekat, berdiri tegap di hadapan kekasihnya. Bellona tau, ia segera membantu kekasihnya memakai dengan rapi baju balap yang dikenakan.

"Nggak ragu, sama sekali nggak. Cuma ada hal yang masih mengganjal, lebih ke ... kosong di hati karena Ayah dan Ibu kandungku nggak ada. Kamu tau maksudku, 'kan?" Bellona memiringkan wajah, seolah benar-benar mau Abdi paham. Lelaki itu mengangguk. Ia menarik tangan Bellona, digendong lalu mendudukkan di atas meja. Kedua tangan Abdi memegang pinggiran meja, mengukung Bellona yang mengerjap cepat kedua matanya.

"Aku paham, tapi banyak orang yang sayang sama kamu pada kenyataannya. Tugas kita mendoakan tanpa putus orang tua yang sudah meninggal. Ikhlaskan kepergian mereka, Lona."

Ucapan Abdi benar, Bellona sepertinya belum bisa terima jika kedua orang tua kandungnya sudah wafat. Bellona menghela napas panjang, tangannya merangkul leher Abdi, mengusap lembut kepala belakang calon suaminya yang kemudian memejamkan mata, meresapi belaian Bellona.

"Oke. Aku harus ikhlas," lirihnya. Ia memeluk Abdi yang membalas dengan erat memeluk Bellona.

"Bellona, will you marrie me?" bisik Abdi dengan suara begitu dalam. Ia kembali melamar. Bellona tersenyum, ia mencium bahu lalu leher kokoh Abdi.

"Yes, of cours, Abdinegoro, my Joker," jawab Bellona berbisik tepat di telinga Abdi yang menggeram sambil memeluk erat Bellona. Ia bahkan menggendong calon istrinya seperti koala. Bellona tersenyum ceria, Abdi mendongak, ia tak kalah tersenyum lebar saat melihat ekspresi wajah Bellona.

"You are the one," ucap mereka kompak, lalu tertawa.

"Abdi! Eh ... sorry ... sorry ...," ujar kepala montir. Abdi dan Bellona menoleh ke arah yang sama. "Its time, balapan udah mau mulai," lanjutnya.

"Okey. Well ... kali ini aku mau menang, naik ke podium sambil pegang piala." Abdi mencium pangkal hidung Bellona yang mengangguk.

Abdi meraih helm dari atas mobil, dua mekaniknya membawa mobil keluar garasi. Bellona memeluk pinggang Abdi sembari berjalan keluar garasi. Di sana sudah ada keluarga Abdi termasuk Sena yang terlihat baru tiba.

"Wow ... Kakak gue ternyata pembalap juga. Mahal hobinya, ya," ledek Bima.

"Berisik," ketus Abdi namun kemudian merangkul bahu Bima. Ia mencium pipi Wulan, lalu mencium kening keponakannya.

"Hati-hati, ya, Abdi," pesan ibu.

"Iya, Bu." Abdi mendekat ke ayahnya yang berdiri di samping Pak Gun. "Yah," ucapnya. Keduanya berpelukan.

"Hati-hati," pesannya juga.

"Iya. Ngomong-ngomong, Ibu cantik, tuh," bisik Abdi. Sena melirik setelah melepaskan pelukan. Ia tersenyum masam lalu membetulkan letak kaca mata hitam yang dikenakan.

His Alterego ✔Where stories live. Discover now