Bab 1

31K 573 6
                                    

Thian masih tidak mengerti, mengapa Pandya Biantara yang juga merupakan Direktur Utama PT Schafer Indonesia, merasa perlu mengundangnya langsung untuk menghadiri private dinner di salah satu hotel berbintang.

Tentu saja ia mengenal Pandya Biantara meski tidak begitu dekat. Mereka pernah beberapa kali bertemu dalam sebuah acara.

Malam itu ia hanya datang sendirian mengikuti instruksi Pak Bian, demikian Thian biasa memanggil pria jangkung empat puluh tahunan itu. Menurut Bian, ada hal khusus yang ingin disampaikan oleh Schafer Inc, selaku induk perusahaan mereka yang berlokasi di Chicago, Amerika.

Sebenarnya Thian sedikit merasa janggal, karena Bian bahkan mewanti-wanti agar ia tidak perlu membawa sekretarisnya. Demi menjaga hubungan baik, Thian akhirnya menyanggupi undangan private dinner yang entah sebenarnya untuk membahas apa. Karena sejak ia duduk di meja hingga sudah menghabiskan menu makanannya, Bian hanya membahas seputar hal-hal biasa.

Mereka makan di sebuah private room dengan pencahayaan temaram. Jendela kaca besar menampilkan sebagian kecil pemandangan Jakarta di malam hari. Thian merasa agak kurang cocok dengan suasana di dalam ruangan yang lebih mirip seperti situasi kencan. Ia makan malam berdua dengan Bian di meja bundar dengan taplak  putih. Setangkai mawar merah dalam vas kaca berleher ramping diletakkan di tengah meja.

"Sebenarnya ada hal apa Pak Bian? Mohon maaf saya langsung ke inti pembicaraan, karena kebetulan istri sudah menunggu di rumah," Thian sengaja membuat alasan yang terdengar sangat family man dan sekiranya dapat dimaklumi.

"Oh! Pak Thian mau ada acara sama istri?" Bian melirik jam dinding yang baru menunjukkan pukul delapan malam. Seolah sudah lumrah, seorang direktur bank seperti Thian biasa pulang di atas jam sebelas malam atau lewat pukul dua pagi sekali pun.

"Enggak sih Pak. Itu, mau latihan dansa buat acara di kantor. Yah gitulah Pak ikatan perkumpulan istri-istri di kantor, ada-ada saja." Sedikit tersipu Thian menggaruk sejenak keningnya dan menemukan senyuman lebar di wajah Bian.

"Oke maaf Pak Thian, kalau begitu saya langsung saja." Bian menampakkan lesung pipinya yang menawan. "Saya mendengar info, tahun depan Bank Nusantara mau mengadakan tender untuk mengganti mesin ATM yang lama dengan mesin ATM yang bisa digunakan untuk tarik tunai sekaligus setor tunai atau yang biasa disebut CRM."

"Benar Pak Bian. Rencananya tahun depan memang akan kami adakan tender untuk pengadaan mesin CRM. Secara bertahap, kami akan melakukan penggantian terhadap mesin ATM yang lama."

"Oh." Bian mengangguk. "Kalau saya tidak salah, pengadaan mesin CRM itu masih berada di bawah kewenangan Pak Thian kan sebagai Direktur Jaringan dan Digital Bank Nusantara Indonesia?" Bian mengangkat kedua alisnya.

"Benar Pak. Kenapa?"

Pembicaraan mereka terjeda sejenak saat waitress mendekat dan kembali menuangkan wine ke dalam gelas.

"Begini Pak Thian. Mungkin sebelumnya kita belum pernah berurusan langsung walau saya sudah pernah bertemu dengan Pak Thian. Terakhir kali kita ketemu, Pak Thian masih menjabat sebagai Senior Vice President Network Division." Bian menenggak pelan wine-nya.

"Iya Pak. Saya baru delapan bulan jadi direktur." Senyuman Thian mengembang. Jemarinya mulai melingkari tangkai gelas wine di hadapannya.

"Tiga puluh sembilan tahun dan sudah jadi direktur. Pak Thian direktur termuda pastinya!"

"Ha ha ha! Yah kebetulan begitu Pak!" Thian mengurai tawa basa-basi. Entah ke mana arah pembicaraan Bian sesungguhnya. Terasa sedikit bertele-tele.

"Ehm, Pak Thian, begini.... " Bian menegakkan punggung dengan sebelah siku menekan meja. "Ada penawaran khusus dari kami."

Dessert Rose [END]Where stories live. Discover now