Bab 37⚠️

14.2K 198 25
                                    

Wajah Nina tidak kalah cantik dari wajah Dara. Tetapi wajah Dara bukanlah wajah yang ia lihat setiap hari. Kulit mulus Nina tidak kalah dari kulit Dara. Akan tetapi, kulit mulus Dara adalah hal baru yang tidak ia temukan setiap hari.

Thian hanya ingin mabuk saja, demi melupakan dosanya malam ini. Masih di ambang pintu toilet, ia kembali menenggak wine dari botol di tangannya sebelum berjalan mendekati Dara dan meletakkan kembali botol wine pada tempat semula.

"Kamu harus bayar mahal demi tidur sama laki-laki kayak gini?" Thian menatap tajam kedua mata Dara. Napasnya memburu, detak jantungnya mengencang, ketika kulit pucat telanjang Dara membuat otot lunak di dalam celananya mengeras.

Thian sudah melupakan sedikit moral yang tersisa dan menepis cepat bayangan wajah Nina. Kini satu-satunya yang tampil di depan mata hanyalah seonggok daging yang terlihat segar menggairahkan.

Tubuhnya terasa panas saat semakin dekat dengan Dara. Thian terus melangkah menggiring Dara mundur mendekati ranjang dan membiarkan Dara turut menariknya jatuh ke atas sana.

Dara merengkuh wajahnya dan mendapatkan bibirnya. Thian tenggelam dalam pagutan panas Dara.

Bibir mereka saling melumat dengan serakah. Dara membiarkan cumbuan Thian yang kini beralih pada buah dada sekalnya. Thian seperti pria yang kelaparan. Sebelah tangan Dara menyusup ke balik bantal.

Dengan senyuman teramat menggoda ia memamerkan sebungkus kondom di tangannya dan menyelipkannya di antara gigi Thian. Perbuatannya barusan bersambut dengan tatapan terbakar yang melecut gairah. Sungguh Dara merindukan Thian yang seperti ini. Saat laki-laki itu sudah kehilangan kontrol diri dan dikuasai nafsu.

Thian tergesa melepas kancing kemejanya dan melemparnya begitu saja ke sembarang arah. Kedua mata Dara menjelajahi dada bidang dan perut rata Thian yang sungguh memanjakan kedua matanya. Sungguh terpuji wahai istrinya yang telah merawat suaminya hingga sebaik ini. Sudut bibir Dara terangkat ketika Thian melepas gesper ikat pinggang tanpa mengalihkan tatapan sedikit pun dari wajahnya.

Dara tertawa kecil ketika Thian kembali mengungkungnya. Lumatan panas membuat bibirnya segera bungkam. Ia melihat warna merah lipstiknya belepotan di bibir Thian. Dara sengaja mengacak gemas rambut Thian, ia suka melihat Thian berantakan.

Malam ini ia mendapatkan Thian. Lelaki itu melebihi ekspetasinya, bahkan lebih baik dari Lou sekali pun. Desahannya menggema kencang, kali ini tidak dibuat-buat. Selama ini ia hanya melayani pria tua. Mengutamakan kesenangan kliennya di atas kebutuhannya sendiri. Lou lumayan, tetapi Thian teramat luar biasa.

Thian menggagahinya dan membuatnya merasa seperti pelacur murahan. Hentakan kasar, gigitan, dan dengusan napas tertahan Thian membuat tubuhnya diguncang kenikmatan. Sungguh seperti pejantan yang selama ini ia idam-idamkan di atas ranjang. Thian serakah menginginkan tubuhnya.

Irama selangkangan yang bertabrakan menggema kencang, seiring dengan ranjang yang berguncang keras. Erangan dan geraman Thian lepas bebas di telinganya. Malam ini obsesinya menjadi kenyataan.

Ia menyaksikan bagaimana wajah Thian saat diterjang nikmat. Thian berkali-kali melesakkan kejantanan sedalam mungkin. Desah berat Thian membuat ia semakin pasrah menjadi santapan liar lelaki itu.

"Ouh!" Dara mengaduh saat rambutnya dijambak keras dan gigitan kecil Thian mampir di dagunya.

Sementara Thian, ia terlanjur memilih menyelam di lautan dosa. Tidak ada jalan untuk kembali juga memutar balik. Cengkeraman diri Dara membuatnya hilang kendali. Ia bagai lelaki kesetanan yang sudah seribu tahun tidak menyentuh wanita.

Jadi seperti ini rasanya pelacur? Lebih tepatnya pelacur seperti Dara? Ada perasaan yang berbeda, saat ia yang sudah beristri kini dengan sadar meniduri wanita lain. Ada debaran yang meningkat, mulai dari proses menuju ke sini hingga akhirnya ia berhasil menuntaskan segala hasrat. Semua hal itu menimbulkan adrenalin bagi tubuhnya.

Dessert Rose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang