Bab 23⚠️

11.6K 178 1
                                    

Jam sebelas siang, tanpa pemberitahuan Nina menyempatkan mampir ke kantor Thian. Berbekal kartu akses khusus yang memang fasilitas dari perusahaan, ia segera menuju lift dan menekan tombol menuju lantai ruangan Thian.

Nina hanya ingin melihat seperti apa interaksi Thian dan Inka di kantor. Ia tentu saja sudah mengantongi jadwal Thian hari ini dan di jam sebelas siang hingga jam satu siang, Thian tidak ada jadwal khusus. Berarti suaminya itu kemungkinan akan berada di ruangannya sebelum menghadiri meeting online dengan para kepala kantor wilayah di jam satu siang.

Nina melangkah anggun dalam setelan batik. Tadi sebelum mendatangi kantor Thian, ia sempat menghadiri rapat komite orang tua murid yang diadakan di salah satu restoran hotel yang masih satu kawasan dengan kantor Thian.

Nina sudah sampai di lantai Thian dan melempar senyum pada petugas resepsionis yang sedang berjaga.

"Siang Bu." Resepsionis itu tersenyum ramah. Petugas itu tentu tahu siapa dirinya.

"Pak Thian ada?" Nina berhenti sejenak.

"Ada, silahkan Bu. Baru kembali dari meeting sama Pak Raynor."

"Oke makasih." Nina kembali tersenyum sebelum menyusuri lorong pendek dan pintu kaca di hadapannya terbuka otomatis.

"Siang Bu," Sobiri yang sedang berada di balik meja Inka berdiri dan menyambut kedatangannya.

"Siang Pak Sobiri." Nina membalas senyuman Sobiri dan segera menuju ruangan Thian. Ia membuka pintu dan melihat Inka sedang membungkuk di depan kulkas dekat meja tamu.

Panggul berbalut rok span, mau tidak mau menyapa pandangannya saat pertama kali.

Inka yang mendengar pintu dibuka, reflek menoleh. "Bu Nina?" Gadis itu reflek menegakkan punggung dan tersenyum cerah saat menyapanya.

Nina tersenyum dan tidak menemukan Thian di dalam ruangan.

"Bapak masih di toilet," ucap Inka yang tanggap menyadari sikapnya.

Tidak lama kemudian pintu rest room dibuka dan Nina melihat Thian muncul dari dalam dengan penampilan yang tampak sudah lebih santai. Dasi sudah ditanggalkan dan lengan kemeja tergulung sampai siku.

"Sayang, kok nggak ngabarin kalau ke sini?" tanya Thian dengan senyuman sambil berjalan mendekat.

"Kebetulan habis rapat komite orang tua murid di hotel deket sini." Nina diam-diam mengamati Inka yang tampak mengambil air minum kemasan dingin dari dalam kulkas lalu meletakkan salah satunya di atas meja kerja Thian. Gadis itu terlihat merapikan berkas di atas meja, kemudian mengutak-atik laptop Thian sejenak.

Kedua mata Nina diam-diam mengamati penampilan Inka siang itu. Sungguh teramat menarik. Inka mengenakan blouse lengan lonceng berwarna nude yang dipadu dengan rok span dengan panjang melebihi lutut. Kaki jenjang gadis itu mengenakan heels tinggi. Nina menangkap sepasang betis kencang yang tampak layak mendapatkan pujian. Rambut kecoklatan dengan sedikit gelombang tergerai tetapi masih nampak rapi. Riasan wajah tidak menor dan sangat pas dilihat.

Nina melihat potongan buah semangka di atas meja Thian. Sudah dipotong kotak-kotak dengan garpu kecil di atas piring.

"Siapa yang siapin buahnya?" Nina tersenyum dan melirik Inka. Tentu saja mendapat tatapan heran dari Thian.

"Saya Bu," jawab Inka dengan wajah sedikit tegang. Ia kembali melihat piring buah di atas meja. Apa ada yang kurang?

"Oh. Kirain Pak Sobiri." Nina kembali tersenyum.

"Oh, hahaha! Kadang Pak Sobiri kadang saya Bu."

Thian hanya bergantian menatap Nina dan Inka. Ia sungguh tidak mengerti apa urgensinya menanyakan perihal siapa yang memotong buah.

Dessert Rose [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt