Bab 26

3.2K 135 4
                                    

Ada yang benci dirinya
Ada yang butuh dirinya
Ada yang berlutut mencintainya
Ada pula yang kejam menyiksa dirinya

Penggalan lirik lagu itu mungkin memang benar. Pelacur memang kerap dipandang murahan dan tidak berharga. Sama sekali bukan jenis wanita yang pantas diperjuangkan.

Dara sadar ia telah menjatuhkan dirinya serendah mungkin di hadapan Thian meski bisa mendapatkan pemujaan yang lebih besar dari laki-laki seperti Aero.

Aero Adiwilaga, pria 56 tahun yang merupakan seorang pengusaha sukses itu kini kembali mengundangnya makan malam. Mereka makan berdua di restoran mewah dalam ruangan tertutup. Koki menghidangkan langsung foie gras ke atas meja sambil menjelaskan sedikit tentang makanan khas Perancis yang terbuat dari hati Angsa itu.

Aero, memandangi dengan penuh kekaguman seperti biasanya. Pria itu tak henti-hentinya menatap di kedua mata dengan senyuman lembut di wajah. Jangan tanya bagaimana perlakuan Aero kepadanya. Aero bahkan pernah mengajaknya liburan berdua di atas kapal pesiar mewah. Aero memperlakukannya seperti seorang putri cantik dari kerajaan dongeng. Padahal Dara merasa ia tidak pernah layak menerima penghormatan sebesar itu.

Aero dulu merupakan salah satu klien yang menggunakan jasanya. Saat itu Aero hendak melakukan lobi terhadap bos sebuah perusahaan yang tak kalah besar. Singkat cerita, Aero mendapatkan kesepakatan yang bagus dan ia telah menyelesaikan tugasnya. Siapa sangka, Aero tertarik mencicipi hangat tubuhnya. Semuanya berawal dari kamar president suite di salah satu hotel berbintang.

Beberapa kali mereka bertemu, demi menuntaskan kerinduan Aero yang tentu mendatangkan banyak keuntungan baginya. Aero selalu menyewa kamar di hotel terbaik dan mengunci dirinya di sana berhari-hari. Belum nominal besar yang mengalir di rekeningnya.

Senyuman Dara merekah lepas tiap kali ia menatap wajah Aero. Ia tidak pernah berharap banyak pada hubungannya dengan Aero kecuali uang dalam jumlah besar. Aero tentu saja sudah beristri dan berkeluarga. Pria itu juga jujur punya wanita simpanan dari kalangan selebriti kelas atas. Hanya saja, Aero terkadang merindukannya. Pria itu membuang uang semudah membuang tisu ke tong sampah. Tidak heran, mengingat Aero merupakan pemilik perusahaan besar yang memiliki beberapa cabang di luar Jakarta.

Aero berterus terang bahwa mengaguminya. Ia bukan simpanan Aero, tetapi ia selalu menyempatkan waktu jika Aero membutuhkannya seperti saat ini.

Bersama Aero, bukan hanya sekadar seks. Kadang ia menjadi tempat bercerita pria itu. Kadang Aero bercerita tentang konflik dengan anak sulungnya. Kadang Aero bercerita tentang kekhawatirannya pada perusahaan.

Perlakuan Aero memang luar biasa, meski dari segi penampilan pria itu bukan seleranya. Entah sejak kapan, di dalam benaknya, Thian menjadi standar yang sangat sulit ia wujudkan. Segala hal pada diri Aero, tidak ada satu pun yang berhasil menyeret gairahnya kecuali uang. Aero seperti kebanyakan kliennya yang lain, sangat tawar di dalam pandangan matanya.

Dara tahu ia kelewat tidak tahu diri. Memangnya siapa dirinya, berani membandingkan Thian dan Aero? Ia hanya pelacur. Hanya boneka seks. Lagi pula sehebat apa dirinya, hingga percaya diri menginginkan Thian? Sudah jelas ia tidak akan pernah bisa menggapai Thian. Tetapi Thian, bukan hanya menjelma berengsek dalam ucapan, lelaki itu bahkan saat ini sedang bermain-main di kepalanya.

Waktu beranjak larut. Dara kini tenggelam dalam aksi panas yang bersambut dengan laku lembut. Klien memang macam-macam. Sejauh ini, Thian yang paling berengsek. Siapa sangka pria terhormat seperti Thian menyukai aksi brutal seperti begundal pasar? Tunggu, ia bahkan tidak pernah bercinta dengan begundal pasar. Tetapi mungkin kurang lebih perilaku seperti itu yang tergambar dalam imajinasinya. Dan satu lagi, Thian bukan klien-nya.

Dessert Rose [END]Where stories live. Discover now