Bab 52⚠️

11K 189 92
                                    

"Bu maaf. Ini bedaknya ketinggalan." Sore itu Pak Surya yang sedang membersihkan mobil Thian mendatanginya dan menyerahkan bedak yang Nina yakin bukan miliknya.

Bedak itu bahkan terlihat masih baru.

Nina yang sedang menemani Davka belajar segera mengecek bedak yang kini berada di tangannya.

"Di mana ini tadi Pak?"

"Di dashboard."

"Oh." Nina meletakkan bedak Dior itu di hadapannya. Timbul banyak pertanyaan di kepalanya.  Bedak siapa ini? Apa bedak perempuan itu? Kenapa ada di dashboard Thian? Apa perempuan itu sempat menaiki mobil Thian? Tapi kapan?

"Mobil yang mana Pak?" Nina mencoba memastikan karena di rumah mereka terdapat beberapa mobil.

"Yang Mercy paling baru Bu."

Nina mengerutkan dahi. Seingatnya Thian jarang menaiki mobil itu. Terakhir kali menaikinya, saat mereka mengunjungi rumah Listia bersama-sama.

"Kapan terakhir kali Bapak naik mobil itu?"

"Hmm udah agak lama sih. Yang sama Bu Nina dan Davka itu."

"Nggak pernah bawa sendiri?" Nina mencoba memastikan.

"Nggak pernah."

"Waktu saya ke Bali mungkin?"

"Enggak. Kalau yang waktu Bu Nina ke Bali, mobilnya sempet dipinjem Lou buat anter Davka ke KFC."

"Lou?"

Nina semakin heran kini. Ia tidak mengerti bagaimana bedak itu bisa berada di dashboard mobil Thian. Atau mungkin ini hadiah untuk perempuan itu? Tapi bedak ini bahkan tidak tersimpan di dalam kotak.

"Lou cuma pake mobil ini pas sama Davka?"

"Iya, pas anter Davka. Bi Lilis waktu itu juga ikut."

Nina semakin tidak mengerti. Ah entahlah.

"Itu bedak Mama?" Davka yang sedang menulis beralih menatapnya.

"Iya bedak Mama," jawab Nina singkat.

"Mama lupa ya?"

"Iya Mama lupa."

"Papa nanti pulang malem lagi ya?" Kedua mata jernih Davka menatapnya.

"Kayaknya iya. Kenapa?"

Davka tampak menekan bibir dengan raut kecewa. "Davka pingin main sama Papa."

Seketika hati Nina tersengat pilu.

"Papa pulang malem terus. Davka ketemu Papa cuma pas mau pergi ke sekolah waktu salim tangan." Davka menatap sedih. "Davka kangen Papa."

Ya Tuhan.

Nina mengusap sayang pucuk kepala Davka. Kalau dipikir-dipikir, hampir setiap hari tidak sampai sepuluh menit Thian bertemu dengan Davka. Hanya di pagi hari saat mereka bertemu di meja makan.

Biasanya Thian akan melakukan video call dan berbincang dengan Davka. Tetapi beberapa hari terakhir agak jarang. Perempuan itu sudah membuat Thian lupa terhadap anaknya sendiri.

Nina menekan bibirnya saat hanya bisa memendam amarah. Ia melirik Davka yang terlihat lesu.

"Main sama Mama aja. Davka mau main apa?"

Davka menggeleng pelan. "Mama nggak seru. Mama nggak bisa bikin kapal perang kayak Papa."

Bibir Nina tertahan sejenak.

"Ya udah main yang lain aja. Davka mau main apa? Bikin benteng?"

Davka mengangguk lesu.

"Davka kangen Papa ya? Kita video call Papa ya?" Nina segera menyahut ponselnya.

Dessert Rose [END]Where stories live. Discover now