Bab 17

4.3K 166 2
                                    

Seperti biasa pagi itu sebelum pergi meninggalkan kantor, Inka kembali mengirim jadwal harian Thian kepada Nina. Jika ada jadwal mendadak, Nina meminta agar dikabari secepatnya.

Diam-diam Inka menyimpan penasaran. Sebenarnya apa yang sedang terjadi pada rumah tangga Thian? Bahkan Thian mengutus dirinya agar mengunjungi bank lain untuk melakukan transfer sejumlah uang dari rekening yang dirahasiakan Thian.

Thian terlihat seperti menyembunyikan sesuatu dari Nina. Sementara Nina, terlihat sangat detail memantau pergerakan Thian.

Ternyata suami ganteng memang selalu membuat kepikiran. Padahal, selama ini Thian lekat dengan image lelaki baik-baik.

"Pak, ada apa sih antara Pak Thian sama Bu Nina?" Inka iseng bertanya pada Pak Sigit yang mengantarnya menuju bank. Jika Thian tidak sedang keluar kantor, lelaki itu selalu mengutus Pak Sigit untuk mengantarnya mengurus beberapa keperluan seperti saat ini.

"Maksudnya?" Pak Sigit melirik Inka yang duduk di sampingnya.

"Jangan bilang-bilang yang lain ya Pak? Saya cuma cerita ke Pak Sigit aja. Ini Bu Nina sekarang minta dikirimin jadwal harian Pak Thian."

Pak Sigit tampak tersenyum sekilas.

"Maksud Inka, kayak nggak percaya gitu sama suaminya. Pak Sigit kan yang tiap hari antar jemput Pak Thian, kali aja tahu." Inka melirik Sigit yang hanya menekan bibir. Tentu ia tahu, Sigit sudah lama menjadi supir Thian. Bahkan sejak Thian sudah menjabat sebagai kepala divisi.

"Ya di satu sisi memang terkesan nggak percaya. Tapi kalau saya lihat kadang Pak Thian itu lupa ngabarin Bu Nina pas kunjungan ke mana gitu. Ya mungkin cuma mau tahu aja." Sigit berusaha memberikan jawaban paling aman.

"Padahal Pak Thian nggak macem-macem. Ya kasihan aja liatnya. Kayak di pantau terus."

"Ya kalo Non Inka punya suami kayak Pak Thian pasti juga gitu. Apalagi yang suka sama Pak Thian banyak. Pak Thian tahu?"

"Enggak. Bu Nina bilang saya jangan bilang Pak Thian. Jadi Bu Nina tuh selalu dual check. Dia ngecek Pak Thian, juga ngecek ke saya. Nah, omongan kita sama apa nggak. Yang repot kalau Pak Thian ke luar kantor nggak ngajak saya.... "

"Bu Nina telpon ke saya," tukas Pak Sigit cepat.

"Loh, berarti ngecek ke Bapak juga?"

Pak Sigit mengangguk dengan senyuman lebar di wajah. "Bu Nina waspada banget. Padahal menurut saya Pak Thian itu setia. Beneran!"

"Pak Sigit tahu banyak kayaknya." Senyuman Inka mengembang.

"Looh! Dari dulu yang suka sama dia banyak. Orang dia udah nikah yang mengagumi masih ada. Cuma saya akui, dia setia. Tahan godaan. Kalo Non Inka tahu, ngeri Non. Ngeri."

"Apanya yang ngeri?" Dahi Inka berkerut.

"Ya godaan Non. Ngeri Non. Tapi sekarang udah nggak ada sih."

"Ya siapa yang berani godain Bapak? Bapak lurus begitu orangnya. Bisa-bisa kena SP!" seloroh Inka.

"Iya makanya. Cuma ya mungkin Bu Nina khawatir. Ya siapa tahu bukan dari orang kantor, tapi di luar kantor. Pak Thian itu koneksinya di mana-mana. Tapi selama yang saya lihat sih, dia juga aman-aman aja. Udahlah setia dia itu."

"Beruntung banget jadi Bu Nina." Inka melempar pandangan ke luar jendela. "Udah beruntung kayak gitu, kok masih ngatur banget ya ke Pak Thian?" Tanpa sadar ia bertanya saat kembali teringat perihal rekening rahasia Thian.

"Maksudnya?"

"Ya kalau terlalu mengekang, takutnya suaminya malah pinter bohong Pak."

"Emangnya Bu Nina mengekang?"

Dessert Rose [END]Where stories live. Discover now