Bab 55⚠️

15.8K 195 87
                                    

Malam semakin larut. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Thian baru saja selesai menggosok giginya dan mencuci muka. Ia mendekati meja dan mengecek sejenak wajahnya di cermin sambil merapikan sedikit rambutnya.

'Aku ke sana.' Thian mengirim pesan Telegram kepada Dharma 2.

Thian mengenakan sandal hotel dan membuka pintu kamarnya. Ia mengecek sejenak keadaan lorong yang sepi, kemudian menutup pelan pintu kamarnya dan berjalan menuju lift. Rasanya sudah tidak sabar segera sampai di kamar Dara.

Sepanjang menuju ke kamar Dara, situasi terpantau aman. Ia tidak berpapasan dengan orang-orang kantornya. Sepertinya mereka semua sudah beristirahat di kamar masing-masing. Thian akhirnya sampai di depan pintu kamar Dara.

Ia menekan bel.

Tidak lama kemudian pintu dibuka sedikit dan Thian langsung menerobos masuk. Sedikit terkejut saat melihat Dara yang malam itu sengaja tampil menggemaskan demi memanjakan kedua matanya.

Thian tidak bisa menilai itu terlalu provokatif, tapi dapat membuat gairahnya terangkat liar seketika.

Entah bagaimana maksud model lingerie itu. Baru kali ini ia melihatnya. Lingerie satin dengan penutup dada berbentuk pita. Dada ranum dan sekal itu membuat kedua matanya terkunci. Ukurannya sangat terlihat pas dan enak dilihat. Tidak terlalu besar, tetapi padat. Kedua mata Thian liar menyusuri perut kecil dan tipis Dara sebelum bermuara pada celana imut beraksen renda.

Kedua tangan Dara terangkat ke udara, tersenyum tipis saat memamerkan tarian perut yang membuat tawa Thian lepas begitu saja.

"Berani aku goyang kayak gini?" tantang Dara sambil menatap wajah Thian yang terlihat sangat menikmati aksi kecilnya barusan.

"Takut," jawab Thian dengan cengiran main-main.

"Takut kenapa? Nggak ada istri kamu di sini."

"Jangan bahas istri aku." Thian mengernyit sejenak. Sungguh sedang tidak ingin mengingat Nina, saat gairah sedang tertuju kepada wanita lain. Tidak ingin merasa berdosa, meski ia tahu perbuatannya salah. Namun ia sudah terlanjur basah. Jalang kecil di hadapannya membuatnya lupa akan nilai-nilai moral yang dulu ia genggam dengan teguh.

"Kamu nakal... " Dara mendekat sambil kembali meliukkan pinggangnya. "Takut kenapa?" Kedua tangannya kini mengalung di bahu Thian."

"Takut kontol aku jadi keris."

Tawa Dara meledak keras. "Aku jamin enak." Telunjuk Dara mengusap pelan permukaan bibir Thian. Tatapannya mengunci kedua mata Thian. Ia melihat lelaki itu sudah terjerat padanya. Tergila-gila pada aksi ranjangnya. Thian bagai kecanduan servis darinya dan Dara bersumpah tidak ingin membuat Thian kecewa semalam pun.

Malam itu ranjangnya berguncang keras, seiring desah tertahan Thian yang semakin lepas bebas. Dara sungguh menyukai ketika membuat Thian tak berdaya seperti saat ini dan hanya bisa merintih pasrah di bawah liukan tubuhnya.

Laki-laki semacam ini, harus dibahagiakan dengan cara tak biasa. Diam-diam Dara menyimpan kasihan melihat Thian yang selalu bersembunyi di balik topeng kemunafikan. Hanya ia yang paling tahu, bagaimana cabulnya Thian.

Thian selalu bicara jorok dengannya, saling menggoda di pesan singkat dan panggilan telepon. Thian bahkan kerap membagikan imajinasi liarnya dan ia menuruti keinginan lelaki itu. Seperti beberapa hari yang lalu, saat Thian menelponnya menjelang jam istirahat. Seperti biasa, mereka hanya saling bertukar kabar sambil saling menggoda. Tiba-tiba pembicaraan menuju ke arah sana.

"Aku dulu waktu pacaran, pernah disepong di parkiran mall yang sepi. Aku pingin rasain lagi sensasinya disepong di parkiran sepi. Rasanya luar biasa banget waktu itu karena takut ketahuan satpam, juga takut ketahuan pengunjung lain. Deg-degan sekaligus horny. Aku pingin banget ngerasain itu lagi."

Dessert Rose [END]Where stories live. Discover now