Bab 39

3.2K 158 19
                                    

"Astagaaaa.... " Diajeng terperangah saat melihat foto celana dalam Thian dengan jejak lipstik pada layar ponsel Nina.

Masih tidak percaya, pada akhirnya Thian juga selingkuh.

Thian malah jauh lebih ceroboh daripada Dharma. Mungkin benar kata Nina tadi. Karena selama ini Thian tidak pernah nakal, mungkin Thian tidak rapi dalam menyembunyikan bangkai perselingkuhannya.

"Sudah ada pandangan siapa perempuan itu?" Diajeng menatap wajah Nina yang tampak lesu. Kedua mata sahabatnya itu tampak sembab. Begitu Nina tadi menelpon, ia langsung menyempatkan untuk bertemu. Mereka kini sedang berada di salah satu kedai kopi yang agak sepi.

Nina menggeleng pelan. "Kayaknya bukan Inka. Karena semalem dia ada di tempat yang berbeda. Pas gue telp, juga ada suara temen-temennya. Inka nggak ada di hotel sama Thian."

"Siapa ya? Selama ini nggak ada yang mencurigakan?" Diajeng kembali bertanya dengan tatap prihatin. Ia bisa memahami bagaimana perasaan Nina saat ini. Kurang lebih sama seperti perasaannya saat mendapati Dharma telah berselingkuh.

Namun petunjuk yang datang kepadanya tidak pernah benar-benar eksplisit seperti ini. Apalagi ini menyangkut Thian. Rasanya aneh, Thian bisa seceroboh ini. Yang ia tahu dari cerita Dharma, dalam hal apa pun Thian cenderung selalu berhati-hati. Apa Thian ceroboh karena kepalang nafsu?

"Nina, gue nggak akan bilang lo harus sabar. Karena gue tahu gimana rasanya. Tapi gue harap lo kuat. Demi Davka." Diajeng menatap iba Nina yang lagi-lagi mengusap air mata dengan selembar tisu.

"Gue paling takut, hal kayak gini akhirnya kejadian." Nina mengusap ujung hidungnya yang berair. "Thian, rasanya terlalu sempurna. Dia terlalu baik. Dan saat kekurangan Thian terbuka, gue harap itu bukan perkara main perempuan. Tapi ternyata, itu memang perkara perempuan." Nina menggeleng seolah masih belum rela.

"Selama menikah sama Thian, nggak pernah dia bikin gue sakit hati. Saat kita bertengkar pun, dia nggak bikin hati gue sakit. Kalo kesel, wajar. Tapi dia nggak pernah bikin gue sakit. Dia selalu jaga perasaan gue. Dia manis, perhatian, romantis. Dia selalu kelihatan sayang sama gue. Gue rasanya nggak rela banget dia berbagi apa pun sama perempuan lain. Rasanya gue masih sulit percaya." Nina tertunduk menyembunyikan isak tangisnya.

Diajeng hanya bisa mendengarkan dengan hati sesak. Kini ia sudah berada di level yang berbeda dengan Nina. Hatinya sudah bisa lebih tegar menerima kelakuan Dharma meski kadang rasa sakit masih kerap menerjang. Dharma bilang gadis itu hanya pelacur. Tidak ada yang serius. Ia berusaha menerimanya. Lagi pula tidak ada yang berubah. Dharma masih tetap menjalankan peran dan fungsinya sebagai suami yang bertanggung jawab. Dharma bilang seluruh hati dan perasaan masih miliknya. Suaminya itu hanya bermain tubuh perempuan lain di luar sana.

Diajeng memutuskan menerima kesepakatan itu demi keutuhan keluarganya. Toh setiap tahun Dharma bertambah kaya dan suaminya itu memastikan seluruh aset dan harta kekayaan hanya untuknya dan untuk Gistara, putri mereka. Dharma bahkan bersumpah jika suatu saat ingkar janji dan lebih memilih perempuan itu, maka akan bersedia meninggalkan rumah tanpa membawa apa pun. Semua harta ditinggalkan untuknya dan Gistara. Singkatnya, Dharma hanya bermain-main. Gadis itu hanya sementara.

Akan tetapi Nina, baru menapaki fase mengerikan ini. Ditambah, Thian selama ini adalah suami yang manis. Tidak seperti Dharma yang lebih cuek. Tentu saja Nina berkali-kali lipat lebih shock dibanding dirinya. Siapa yang menyangka, Thian yang merupakan suami nyaris sempurna itu pada akhirnya juga tergelincir dalam lubang yang salah?

Diam-diam Diajeng menyimpan penasaran. Perempuan seperti apa yang pada akhirnya bisa meruntuhkan kesetiaan Thian?

_________________________

Dessert Rose [END]Where stories live. Discover now