Bab 36

4K 145 6
                                    

Malam itu Thian kembali pukul sepuluh lewat. Ia melihat ruang tamu yang sepi dan menemukan Lou sedang bermain gitar sendirian di halaman belakang rumahnya. Sebotol cola dingin yang diletakkan di atas meja kayu menjadi satu-satunya teman Lou sebelum ia datang.

"Belum tidur?" tanya Thian sambil menyalakan sebatang rokok kemudian duduk di hadapan Lou. Ia meletakkan kotak rokok dan korek apinya di atas meja.

"Memangnya aku Davka?" Lou memperhatikan sejenak penampilan Thian yang tampak santai. Lengan kemeja sudah digulung sampai siku dan tidak terlihat dasi. Thian tampak lelah, tetapi masih sempat menemaninya mengobrol. Lou jadi teringat saat ia masih remaja dulu dan Thian juga sering pulang di jam selarut ini. Keadaannya masih sama persis. Lou sadari Thian tidak pernah berubah.

"Davka udah tidur?"

"Udah dari jam sembilan tadi," jawab Lou sambil memetik senar. "Besok Kakak pulang malem lagi?" Lou sengaja bertanya tanpa menatap Thian, berlagak sibuk menyetem gitar.

Thian terdiam menatap jemari Lou yang menari di atas senar. Teringat ajakan bertemu Dara.

"Belum tahu," jawabnya sebelum menyesap kembali batang rokoknya.

Lou perlahan melirik Thian. Ia sungguh ingin tahu, apakah besok Thian akan memenuhi undangan Dara atau tidak. Lou menangkap beban besar di wajah Thian.

"Tadi Kak Nina telpon. Dia bilang makasih karena aku udah nemenin Davka. Dia tanya aku mau oleh-oleh apa, aku jawab apa aja."

Thian mengangguk.

"Mobil Kakak enak banget." Senyuman Lou mengembang.

"Kalo besok mau pake, pake aja," ucap Thian enteng.

Lou kembali memetik senarnya. Di dalam dashboard mobil Thian, diam-diam ia memasukkan bedak Dior yang masih baru. Tadi saat sedang menemani Davka makan, ia diam-diam pergi sebentar menemui gadis make up artist yang sudah menunggunya di parkiran. Gadis itu membawakannya bedak Dior yang masih baru, secepat permintaannya.

Lou berharap kelak Nina menemukan bedak itu dan berpikir, bahwa bedak wanita lain telah tertinggal di mobil Thian.

Butiran glitter yang tertinggal di jas Thian, jejak lipstik di celana dalam Thian, bungkus kondom di saku jas Thian, dan bedak baru di mobil Thian. Lou merasa rencananya nyaris mendekati sempurna. Kamis pagi sebelum pergi meninggalkan rumah ini, ia akan menaruh celana dalam dengan jejak lipstik ke dalam keranjang pakaian kotor.

Entah Bibi Lilis atau Esih yang menemukannya, mereka bisa saja melaporkan hal ini kepada Nina.
Lou tidak yakin Thian mencuci celana dalamnya sendiri. Bahkan juga tidak yakin Nina yang mencucikan. Pasti para asisten rumah tangga itu, mengingat saat mereka masih tinggal di rumah ibunya dulu, juga para asisten rumah tangga yang memasukkan pakaian kotor termasuk celana dalam ke mesin cuci.

Lou kini hanya tinggal menunggu.

_____________________

Pagi ini kelewat menegangkan jika hanya demi menunggu kabar dari seorang pelacur. Sejak membuka mata di pagi hari tadi, hati Thian sudah dilanda cemas.

Semalam sebelum tidur, ia sempat berbicara dengan Nina di panggilan telepon. Istrinya itu masih sibuk menghadiri serangkaian acara terkait pameran di Bali. Puncak acara akan diadakan nanti malam dengan pertunjukan tari Kecak di Ulu Watu, kemudian ditutup makan malam bersama di Jimbaran. Sudah pasti Nina akan sibuk seharian.

"Pak, ini jadwal hari ini." Seperti biasa, Inka mengingatkan jadwalnya. Sebenarnya gadis itu bisa saja mengirimkan jadwalnya di pagi hari, tapi seringnya ia terlewat membuka pesan dan lupa jadwal apa-apa saja yang perlu di reschedule.

Dessert Rose [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant