2

152 24 57
                                    

Kuangkat kepalaku, begitu sebuah air mineral dingin ditempel oleh Amanda tepat di pipiku.

Hari ini aku memang tidak keluar kelas karena kelelahan setelah mengambil lembur semalam. Kebutuhanku untuk membayar biaya ujian semakin meningkat, belum lagi Bang Viko sedang merencanakan pernikahan, aku jadi sungkan meminta bantuannya. Mungkin, aku akan kembali mengajar les sesuai tawaran Bimo minggu lalu.

FYI, aku punya dua teman cowok yang tergolong seperti sahabat atau saudara bagiku. Bimo dan Jordan. Jika Amanda itu bak putri raja dengan tingkahnya yang anggun walau sedikit bar-bar, maka Jordan dan Bimo adalah dua sosok yang selalu menjadi komentator. Yah, mereka selalu mengomentari cara berpakaianku dan Amanda, crop top saja hampir tidak lulus sensor mereka.

Kalau dikategorikan, aku memang bisa dibilang pintar. Yah, walau untuk beberapa pelajaran menghitung kinerja otakku rasanya mendadak  melambat, setidaknya kemampuan bahasaku bisa menutupi itu. Circle kami—Aku, Amanda, Bimo dan Jordan—bisa dibilang biang rusuh yang lumayan terkenal karena tingkah usil dan sering melanggar peraturan, namun, jangan salah. Kami selalu jadi perwakilan kelas kalau ada lomba debat.

"Thank you luv! Muah!"

Aku meminum sebotol air mineral yang diberikan Amanda barusan. Rasanya sangat segar dan bisa menghilangkan sedikit kantukku.

"Lembur lagi Bi? Emang Bang Viko beneran ga bisa bantu?" Amanda bertanya, sambil sesekali menyuapkan bubur ayam padaku.

Aku menggeleng pelan. Bukannya tidak bisa membantu, hanya saja aku harus mulai mandiri mengingat sebentar lagi abangku harus menafkahi istrinya.

"Bukannya ga bisa bantu, lo kan tau abang mau nikah. Gue ga enak kalo jadi beban dia terus, lagian juga bentar lagi kalo udah sah tanggungan dia lebih banyak. Gue enjoy kok kerja, walau ada capeknya dikit hehe," balasku, usai mengunyah dan menelan bubur yang disuapi oleh Amanda tadi.

Kulihat Amanda menghela napas pelan, masih sibuk mengaduk bubur agar lebih cepat hangat. Bukan tidak mau membantu, gadis itu kerap kali meminjamkan uang padaku, Bimo dan Jordan pun turut memberikan kartu kredit mereka untuk aku gunakan. Tapi, aku tidka ingin membebani, selagi masih bisa tanggung, akan ku hadapi sendiri.

"Si curut pada kemana?"

Ekspresi Amanda yang semula murung, kini terlihat kembali tersenyum. Gadis itu segera memintaku untuk menelan vitamin dan obat penurun panas yang dibelinya, sebelum merapihkan posisi duduknya.

"Mereka lagi rapat, Hwarang' mau ada bazar dong Bi! Demi apa akhirnya gue bisa ngelihat mereka full team lagi!" pekik Amanda, berhasil membuatku memutar bola mata malas. Yah, geng yang menjadi tempat Bimo dan Jordan bergabung itu memang idola di SMA Harapan. Kata Amanda, bahkan  jauh sebelum kami masuk kesana.

Belum sempat aku menjawab, sebuah suara mengalihkan perhatianku dan Amanda.

"BI, UDAH BAIKAN?"

Aku terdiam kaku di tempatku, mataku yang sipit sedikit membola. Bukan karena teriakan serta wajah khawatir Jordan yang membuatku terharu, bukan pula karena tingkah Bimo yang datang dengan sekantong penuh oreo. Tapi, mataku hanya terkunci pada sosok cowok yang datang bersama mereka. Cowok yang kini menatap lurus ke arahku tanpa ekspresi, dia. Cowok yang kulihat di cafe kemarin.

"Udah agak hangat, berarti udah oke nih," ucap Jordan, usai menempelkan punggung tangan cowok itu pada dahiku.

"Es, ga jadi deh pinjem uks lo. Bestie gue udah baikan. Oh ya, nih sekalian kenalan, namanya Bianca, kalo yang centil ini pacarnya Mas Dika!" lagi, Jordan berkata dengan nada suara yang sedikit dikeraskan.

Lawan bicaranya sudah pergi, yah bahkan sebelum Jordan menyebut namaku ia sudah menghilang dibalik pintu. Walaupun attitudenya tidak begitu baik, setidaknya aku bisa tahu kalau dia satu sekolah denganku.

"Ares babi! Bisa-bisanya main pergi aja, emang ga normal sih Bim, temen lu!" kesal Jordan, mulai membuka sebungkus  oreo untukku.

"Jangan sakit lagi yah Bi! Gue sama Ndan ga tenang rapatnya tadi," ucap Bimo, mengelus lembut puncak kepalaku. Aku mengangguk patuh, Bimo ini si paling khawatir kalau sudah mendengar aku sakit, bisa berubah jadi si pecicilan jadi paling pendiam bahkan.

"Iya, gue ga sakit lagi deh! Janji!"

Mereka tersenyum memandangku, inilah yang aku suka, seperti bertemu keluarga yang utuh walau tanpa orangtua.

"Gimana rapatnya Ndan?" Amanda mulai kembali antusias membahas Hwarang' yang tadi sempat tertunda. Kali ini aku menyimak dengan teliti, karena sepertinya mulai tertarik dengan cowok bernama Ares itu.

"Bazarnya sebulan lagi, untuk tempatnya kita pake JIExpo Kemayoran. Belum tau untuk susunan acaranya pastinya gimana, paling ntar di mansion rapat lagi," jelas Jordan, membuat Amanda semakin melebarkan senyumnya. Dia memang berpacaran dengan salah satu anggota Hwarang', jadi, cewek itu akan sangat antusias kalau sudah membahas geng itu. Kadang, aku sampai bosan mendengarnya mengoceh tiap hari.

Mungkin saja, mulai sekarang aku tidak akan bosan. Ah, jadi namanya Ares ya.

***

Aloo gess

Yuhuu double up nih
Ciee pada nungguin ya? Oh ya au bakal author up juga lho di ig

Jgn lupa voment yaa

CU

LOVERWhere stories live. Discover now