24

53 9 0
                                    

Ares masih setia menggenggam tanganku. Cowok itu memang membawaku ke sisi lain dari lokasi Bazar. Tempat yang lebih sepi, namun terang.

"Kamu kenapa masih cuek?" tanya cowok itu to the point.

"Maksudnya?" jawabku, pura-pura tidak tahu.

"Yah gitu. Masa setiap aku ajak ngobrol di sekolah selalu responnya singkat. Aku ajak ke kantin bareng, selalu nolak. Chatku jarang dibalas, kalaupun balas, paling udah dua atau tiga hari setelahnya. Bi, aku udah bilang kan kalau kamu udah jadi alasan aku ceria lagi? Masa sih setelah aku bilang kayak gitu, kamu masih aja gini? Aku ga bisa ngebaca kode atau tanda dari kamu. I have zero experience in relationship, I've never fall in love before. Aku butuh saran Bi, aku butuh kamu kasih tau maunya kamu kayak gimana," jelas Ares, dengan suara yang menyerupai rengekan frustasi.

Aku mengangkat bahu acuh. Masih membiarkan cowok itu untuk menggenggam tanganku. Salah sendiri, siapa suruh membuatku kesal dan ingin berhenti? Sudah tahu aku orangnya keras kemauan. Kalau iya, yah iya. Tidak, berarti tidak.

"Ngapain tanya ke gue? Harusnya kalau lo mau sesuatu, lo berjuang buat dapatkan itu. Kalo lo mau gue ga cuek, then find out the way! Kalau semuanya gue yang ngatur, gue yang nyuruh, sama aja flat. Sama aja gue masih berjuang sendiri," balasku, mengabaikan ekspresi memelas Ares.

Hening. Mungkin Ares kembali meresapi jawabanku yang sedikit terlalu keterlaluan mungkin. Entahlah, aku sedikit greget dan alasan aku menjawab demikian agar dia lebih menunjukkan apa yang sebenarnya ingin ia tunjukkan padaku. Bukan malah menunggu semuanya aku yang mulai

"Fine! Tapi, janji jangan ngerespon cowok lain pas aku lagi berusaha buat kamu," ucap cowok itu.

"Dih, posesif amat. Pacar aja bukan," balasku cuek. Nyatanya sudah deg-degan parah.

"Oh jadi gitu?!"

Ares menarik pinggangku untuk mendekat, membuat jarak kami semakin dekat. Tinggal mendongak saja, aku sudah bisa melihat jelas wajahnya.

"Iya, kenapa emang? Ga suka?!" jawabku, mendongak seolah menantang cowok itu.

Ares terlihat mengedip sebentar. Lucu sekali, pasti kaget dengan tingkahku yang bisa bar-bar juga. Ia terlihat memejamkan mata sebentar, seolah menimang-nimang apa yang hendak ia katakan.

"Bi, kamu jangan pake lipstik warna ini lagi yaa," pintanya, berhasil menciptakan kerutan di dahiku. Apa-apaan? Dari sekian banyak pembahasan, kenapa harus bahas lipstik?

"Kenapa? Orang bagus kok, auranya makin kelihatan kali kata Manda," balasku apa adanya, sesuai perkataan Amanda saat memberikan lipstik berwarna maroon itu.

"Iya, tapi bahaya kalo dilihatin orang"

Lagi, aku dibuat menyergit heran karena cowok itu. Perasaan tadi saat berpapasan dengan orang-orang, mereka biasa saja. Kenapa sekarang jadi bahaya?

"Bi.."

"Hm?"

"Lipstiknya dihapus yaa?"

Aku menggeleng kuat, yang benar saja? Kalau dihapus aku kan akan terlihat pucat seperti orang sakit. Big no!

"Ga mau! Enak aja!"

"Ck! Lo yang hapus atau gue hapus dengan cara gue?"

Kutatap Ares yang baru saja meninggikan suaranya, gaya bicaranya juga berbeda menjadi seperti semula. Dasar tidak konsisten.

"Apaan dah, orag bagusan kayak gini!"

Lagi, aku menjawab dengan ketus masih mempertahankan kemauanku.

"Oke kalo itu mau lo!" balas Ares, sebelum menghadiahi ciuman pada bibirku. Sesekali ia memberikan lumatan kecil yang berpotensi merusak lipstikku.

Aku memukul kesal dada bidang Ares yang kini sudah beralih mendekapku. Sembari mengatur napas, cowok itu menyeka noda lipstik yang belepotan di sekitar bibirku.

"Kalo ga nurut, harus terima konsekuensinya," ucap cowok itu, masih sibuk dengan kegiatannya.

"Nyebelin!" jawabku, mencubit tangan Ares yang hanya tertawa kecil sebagai responnya.

'Pake ketawa segala lagi! Sialan! Udah dua kali kecolongan Biii! Harus minta tanggungjawab sih ini,' batinku, diam-diam mengulum senyum salah tingkah.

***
Hola gess

Avv, pasti pada senyum" sendiri kan?
Kalian kalo digituin doi, reaksinya gimana nih? Spill dong wkwkwk

Jan lupa vote sama komennya yaa

CU

LOVERWhere stories live. Discover now