41

41 2 0
                                    

Sama seperti hari-hari sebelumnya, aku kembali menyaksikan Ares menahan rasa sakit akibat tinjuan yang diberikan oleh Jordan. Kali ini, sakit itu lebih berkali lipat, karena Bimo yang hadir siang itu, turut andil dalam memberikan pelajaran untuk kekasihku.

"A'a sama Bimo ga bisa berhenti aja gitu mukulin pacar aku?" ucapku, sekarang sudah membawa Ares untuk duduk di sampingku, di atas sofa empuk yang ada di ruang tengah.

Jordan dan Bimo tampak abai, usai memberikan tatapan sinis, mereka berlalu dari hadapanku. Entah pergi kemana, aku tidak ingin mengejar atau memaksa, pelan-pelan saja aku akan mencoba membujuk dua ksatriaku itu.

"Kamu kan jago berantem, kok ga dilawan?" tanyaku, seiring tanganku bergerak untuk menempelkan kapas pada lebam Ares.

Cowok itu menggeleng. Netra hitam berkilau itu kini berubah menjadi tatapan teduh. Ada banyak rasa cinta dan ketulusan dalam tatapan itu, seperti itulah yang kulihat.

"Karna aku salah. Aku pantas dipukul, Bi. Kalau aku lawan, aku masih aja jadi pengejut dong," jelasnya, sesekali mengusap jemariku yang ada dalam genggaman hangat miliknya.

Aku menghela napas pelan, tidak ada pilihan lain. Aku dan bayi yang ada di dalam kandunganku harus bekerja sama agar Ares tidak lagi dibegitukan.

"Kamu kok mau maafin aku?"

Pergerakanku terhenti, tatapan kami kembali bertemu. Mencoba saling memahami lewat tatapan mata.

"Karena aku percaya sama kamu. Awal kita ketemu. Ah nggak, awal aku liat kamu. Interaksi kamu sama Atlas, kamu lembut, kamu baik dan aku tau kamu ga mungkin bakal jahatin orang terdekat kamu, apalagi yang kamu sayang," jelasku, membungkam cowok tampan di hadapanku itu.

Ares bungkam, tapi sorot matanya seolah menyuarakan kekaguman serta rasa tersanjung akibat kalimatku barusan.

"Ares. Tiga bulan aku habisin bareng kamu, aku udah lihat berbagai sisi dari diri kamu dalam waktu yang bisa dibilang singkat itu. Kamu yang posesif, kamu yang manja, kamu yang maunya disayang. Kejadian kemarin memang bikin aku kaget. Kecewa? Bohong kalo aku bilang nggak. Tapi, semuanya bikin aku lagi-lagi dapat titik terang tentang kamu. Orang yang aku sayang ini punya masa lalu yang kelam. Orang yang aku cinta setengah mati ini, takut bahkan trauma sama kehilangan dan perpisahan. Kamu takut aku capek dan memilih pergi menjauh dari kamu. Kamu takut, pada akhirnya kamu akan melukai aku atau bahkan terluka seperti daddy kamu karena ibu kandung kamu. Rasa takut itu yang memicu kamu buat melakukan hal fatal itu, kamu beranggapan kalau itu kamu lakuin maka aku ga akan bisa pergi atau setidaknya ada alasan kamu buat menahan aku, selain rasa cinta kamu ke aku."

Ares diam, kali ini matanya terlihat berembun. Membuat jemariku tak tinggal diam, beralih menangkup pipinya.

"Kamu yang sebaik ini, kenapa harus punya perasaan ke aku sih Bi?" tanya Ares, suaranya sedikit bergetar karena menahan tangis.

Aku tersenyum. Lengkungan tipis tetapi tulus dari lubuk hatiku yang paling dalam.

"Kamu percaya ga kalau cinta menyempurnakan?"

Ares menggeleng, mungkin bingung dengan jawabanku.

"Menurut aku, cinta itu bukan soal perasaan berbalas aja. Bukan juga soal ketemuan tiap hari, jalan bareng, manggil sayang dan hal basic lainnya. Menurutku, cinta itu kompleks. Banyak yang bilang, cinta bisa menutup mata dan akal sehat kita. Iya, tapi juga nggak. Karena sejatinya, cinta itu menyempurnakan. Aku, ada sebagai pelengkap kamu. Yang bakal pelan-pelan bikin kamu kembali percaya untuk bersandar lagi seperti diri kamu yang apa adanya. Dan, kamu. Kamu bakal jadi penuntun aku, orang yang akan menemani tiap langkahku. Ares, kita ga bisa dipersatukan kalo sama-sama sempurna. Mungkin, itu alasan kenapa Daddy dan Mommy kamu ga bertahan. Mereka sudah sempurna, jadi, yang tersisa hanya persaingan dan ambisi. Tapi, kita beda. Punya bolongan yang harus ditambal sama kelebihan masing-masing. Jangan tanya kenapa aku maafin kamu secepat ini, luka ga segampang itu sembuh, tapi kalo ada kemauan pelan-pelan semuanya bakal membaik okey?"

Ares mengangguk. Airmatanya berhasil meluruh di hadapanku. Kali kedua aku membuat cowok itu menangis.

"Belajar darimana sih? Kok bisa banget bikin aku mewek?"

Aku terkekeh. "Dari Mami," jawabku.

***

Yuhu

Apa kabareu guys?
Ini udh lama banget yaa?

Klo bab ini udh ke up, berarti author akan segera namatin ceritanya mba Bianca sama mas Es ya

Maafin, soalnya ini author batesin babnya biar ga kebanyakan wkwkwk

Jan lupa vote sama komen yaa

CU

LOVERМесто, где живут истории. Откройте их для себя