21

69 10 0
                                    

Aku menutup mataku, seiring dengan suara gesekan ban dan aspal yang saling beradu. Tubuhku terhuyung ke depan, untungnya tidak sampai nyungsep atau terjatuh.

"Bi, kamu gapapa kan?" tanya Aron, usai memarkirkan motornya secara tiba-tiba di pinggir jalan.

Aku menggeleng pelan. Masih enggan berbicara, karena keterkejutanku belum sepenuhnya hilang.

"LO KENAPA SIH?!" teriak Aron, usai membantuku turun dari motornya.

Ares menatap sinis ke arah cowok itu, ia kini tengah berjongkok di hadapanku, sesekali mengelus tanganku yang gemetar tidak karuan.

"Ares, lo ga bisa seenaknya nyegat orang kayak tadi ya. Lo kira lucu, kalau misalnya gue atau Bianca ada apa-apa?" lagi, Aron terlihat sudah sangat emosi ketika berbicara pada Ares. Sedangkan cowok itu, ia hanya sibuk menenangkanku di tepi trotoar.

"Lo balik duluan, Bianca sama gue," balas Ares, kini sudah membantuku untuk berdiri.

Aron terlihat hendak protes, namun, Ares sudah terlebih dahulu membawaku ke dekat motornya.

"Tunggu apa lagi?" tanya Ares, yang kini sudah berada di atas motornya, dengan aku yang sudah duduk manis di kursi penumpang.

Aron terlihat kesal, sebelum akhirnya memilih untuk pergi mendahului kami.

"Pegangan Bi!" titah Ares, sebelum menyalakan mesin motornya.

Aku tidak bereaksi apa-apa, masih enggan merespon cowok itu karen kejadian barusan.

"Mau pegangan atau gue pindahin lo duduk di depan? Ini udah mendung banget lho, yakin mau kehujanan?"

Berhasil, ancaman Ares membuatku gelagapan dan akhirnya memeluk perutnya.

Motor Ares melaju dengan kecepatan yang lumayan tinggi, maklum karena langit semakin gelap pertanda akan segera hujan.

Aku tidak begitu menikmati perjalanan kali ini, bukan karena laju kendaraan Ares, melainkan karena kebingungan dengan perlakuan cowok itu yang seolah tidak ingin aku menjauh darinya.

"Bi, ayok turun!"

Aku mengerjap, begitu menyadari bahwa motor Ares sudah terparkir. Sepertinya, aku terlalu berlarut dalam lamunanku tadi.

"Kok kesini?" tanyaku, menyadari bahwa kami sedang berada di pemakaman umum yang tidak begitu jauh dari daerah rumahku.

"Mau aku kenalin ke seseorang," balas Ares, lantas meraih jemariku untuk ia genggam. Sial! Kalau saja dia tahu betapa gilanya kecepatan jantungku saat ini karena ulahnya.

Seperti dugaanku, kami berhenti di sebuah nisan yang pernah kulihat sebelumnya. Nisan tempat Ares tertidur di malam hari. Walaupun aneh dan sedikit seram, sepertinya kuburan menjadi tempat bersejarah untuk aku dam Ares.

"Gue punya saudara kembar Bi. Namanya Arlan, dia lucu, manis, jahil dan cerewet kayak lo. Dia selalu jadi penyemangat gue, dia juga yang bikin gue senyum dan bahkan berani nunjukin bakat gue ke semua orang. Banyak yang sayang sama dia, termasuk gue. Tapi, Tuhan lebih sayang sama dia Bi. Lo tau, kehilangan dia adalah hal paling menyakitkan dalam hidup gue. Gue ga peduli sama masalah nyokap yang ga ngakuin gue sebagai anaknya, gue juga ga peduli kalo gue dibilang ga berbakat. Tapi, setelah kehilangan Arlan, gue jadi peduli sama orang-orang yang sayang sama gue. Gue ga tau, kesalahan macam apa yang udah gue buat ke lo, sampai lo tiba-tiba menjauh dan nyuekin gue. Tapi, boleh ga kalau gue minta lo buat kembali ke diri lo yang pertama kali gue kenal? Boleh ga, gue liat senyum lo lagi? Gue rasa, lo alasan gue ceria lagi setelah Arlan, Bi," Ares menjelaskan semuanya sambil menatapku. Tatapan itu adalah tatapan yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Apalagi melihat ketulusan pada manik matanya, seolah memberitahukan kepadaku bahwa harapan itu masih ada.

Belum sempat aku menjawab, rintik hujan sudah terlebih dahulu membasahi kami. Membuat Ares dengan cekatan menarik tanganku untuk segera pergi dari makam.

***

Heloo gess

Yuhuuu author up lagi sesuai janji

Author beneran bakal namatin cerita ini sih

Semoga kalian suka bab ini, jangn lupa vote dan komentnya juga yaa

CU

LOVEROpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz