48

30 3 0
                                    


Ares baru keluar dari ruangan khusus bayi, Chitta sudah di Sana, memantau kondisi cucunya.

Ares tatap Bianca dalam diam, wanita itu nampak damai dalam tidurnya. Beberapa alat medis terpasang pada tubuh kesayangannya itu.

Dua kantung darah juga ada di samping infus yang mengalir langsung ke dalam tubuh Bianca.

Ares menangis, ia hancur.

Mungkin awalnya ia tolak kehadiran Bianca dari sisinya. Bukan karena ia tidak cinta, bukan karena ia benar-benar membencinya, melainkan karena ia takut. Takut tidak cukup pantas untuk Bianca, takut tidak cukup baik untuk gadis itu, dan takut akan ditinggalkan.

Persepsinya tentang cinta itu beda, karena sejak kecil ia saksikan pertengkaran kedua orangtuanya. Ia saksikan mamanya, orang yang melahirkan dirinya pergi begitu saja, meninggalkan dirinya, sang adik serta ayahnya seolah tidak pernah mencintai mereka.

Itulah alasan mengapa ia menolak seluruh afeksi yang diberikan Bianca pada awalnya. Namun, Bianca orang yang datang dengan segala nekat dan hal gila, yang perlahan justru membuat hatinya terbuka. Akhirnya ia menyerah. Ia buka hatinya, lawan semua ego dan kerasnya hatinya.

"Sayang, kamu kenapa nahan semuanya sendiri?" ucapnya, dengan susah payah menahan isak tangis.

Bianca jelas saja tidak bereaksi apa-apa. Ia masih damai dala tidurnya.

"Aku ini apa Bi? Sampai kamu sembunyikan semua itu?"

Lagi, Ares bersuara. Kali ini sudah beranjak duduk di kursi di samping ranjang Bianca, sambil dengan hati-hati memberikan kecupan di punggung tangan gadis itu.

Ares terlalu lama menangis, hingga tanpa sadar sudah tertidur di tepi ranjang kekasihnya, ketika suara gaduh membangunkan cowok itu.

Dengan perlahan, ia sesuaikan penglihatannya dengan cahaya yang masuk. Dari yang tadinya buram, hingga akhirnya terlihat jelas Jordan yang tengah memeluk erat Mami Chitta di sudut ruangan. Sementara papi Jo menarik kasar kerah baju dokter yang menangani Bianca tadi.

Bimo dan Amanda turut hadir, keduanya kini menangis sambil berpelukan di dekat pintu ruang rawat Bianca.

"Ada apa ini?" Ares bertanya, karena demi Tuhan cowok itu tidak tahu apa yang terjadi tetapi, ia tetap berharap semuanya baik-baik saja.

Suasana hening, isak tangis yang jadi pengisi keheningan di ruangan itu, sementara semuanya masih bungkam.

Ares beralih menatap ranjang di hadapannya. Dan benar saja sudah kosong tanpa penghuni. Alat medis sudah tercabut, meninggalkan ranjang kosong dengan selimut yang berantakan.

Jordan mendekat, usai serahkan Chitta pada Jovan untuk dipeluk. Ia menepuk kuat-kuat pundak Ares. Dengan tidak dapat bersuara, ia menangis, bibirnya ia gigit sebagai bentuk pengalih rasa sakit.

"Ndan, kasih tau gue!" ucapnya, dengan mata memerah karena berusaha mati-matian menahan tangis.

Jordan menggeleng. Tangisnya pecah kali ini, dengan erat ia cengkram punggung Ares. Membuat Ares semakin berpikiran negatif, namun tetap coba ia tepis setidaknya sampai benar-benar mengetahui keadaan Biancanya, cintanya.

"Bibi udah pergi, Es. Adek gue, dia ga kuat buat bertahan. Iklansin yaa?"

Dan benar saja, usai mendengar perkataan Jordan, ia menangis. Tidak bersuara, namun airmata tetap saja berbondong-bondong membasahi pipinya.

Ares menangis, tidak tahu harus berbuat apa. Hatinya hancur, ia gagal. Gagal menjaga kesayangannya, gagal jadi orang pertama yang akan berkorban untuk Bianca.

Bimo mendekat, serahkan sebuah amplop pink pada Ares yang diterima oleh cowok itu dengan tangan gemetar hebat.

Ares mengusap kasar airmatanya, ia buka amplop itu dengan tergesa-gesa.

Dear Ares. Mas Es, sayangnya aku, hehe.

Aku nulis surat ini pas kamu lagi bobo sambil nyium perut aku. Aku ingat banget kamu minta maaf karna marahin aku waktu itu.

"Adek, bantuin papa bujuk mama kamu dong. Lagi ngambek nih,"

Aku ingat banget kamu bilang kayak gitu, padahal mah aku ga marah. Cuman malu aja udah nolak kamu tapi ngarep.

Maafin aku yah, dari awal aku yang maksa buat masuk ke kehidupan kamu. Aku yang maksa kamu buat selalu ada di sampingku, maksa kamu buat jatuh cinta sama kamu, tapi aku malah pergi kayak gini.

Maaf Ares, aku sembunyikan semuanya karena aku tahu kamu bakal milih aku. Tapi, aku pengen kamu pilih anak kita, adek itu luar biasa berharga menurut aku.

Jadi, kalo aku beneran pergi, aku mohon sama kamu buat jaga dia yah? Aku jaga kamu dari atas sini, ketemu sama Arlan.

Aku sayang kamu banget-banget tauuu, kalo ga percaya buka aja hpku. Liat ada folder Ares di sana, sama di notes atau twitter aku. Liat seberapa sayangnya aku ke kamu disitu yaa.

I love you Areskuh.

Your fav girl
Bianca❤️

"Kamu kenapa bikin aku jatuh cinta sampe akhir gini sih sayang? Gimana bisa aku kuat?"

Ares berucap, sebelum menangis terisak dengan memeluk kertas tadi. Jangankan melihat jenazah kekasihnya, membaca surat saja sudah cukup membuatnya cengeng.

***

Annyeong!!!

Siapa yg nangis di part ini?
Masih mau lanjut ga? Hehe

Jan lupa vote samaa komen yaaa wajib lho yah biar author good mood dan ga ngenes ngomong sendiri mulu

CU love!

LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang