3

98 14 10
                                    

Sesuai kesepakatan dengan Bimo dan Jordan minggu lalu, hari ini aku akan mengajar dua adik asuh mereka. Yah, walau sebenarnya mereka bisa saja mengajarkan keduanya tanpa harus membayar guru les, tetap saja kalau kata "Ribet" sudah keluar dari mulut Jordan dan Bimo, artinya itu sudah cukup menguras tenaga dan emosi kedua cowok itu.

Usai menyerahkan selembar uang sepuluh ribu pada driver ojol, aku bergegas memasuki area cafe yang menjadi lokasi belajar sore ini. Memang kami janjian sekitar lima menit lagi, tapi tidak ada salahnya kan datang lebih awal?

Drtt.. drtt..

Jordan🪨 is calling....

Aku menyunggingkan senyuman tipis, begitu melihat nama Jordan tertera pada layar ponselku. See, dia memang sangat mencerminkan seorang abang yang posesif dan perhatian.

"Iya Ndan? Ini gue baru nyampe cafenya," ucapku, usai menerima panggilan tersebut.

"Sorry Bi, gue ga bisa ngantar Marvin sama Aksara. Lo bisa nunggu di area belajarnya ga? Gue minta bantuan temen buat ngantar itu bocil. Maaf banget yaa"

Aku dapat mendengar suara memelas milik Jordan dari seberang telefon. Hey, aku tidak marah, sungguh. Lagian, mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lumayan besar seperti ini saja sudah membuatku sangat berterima kasih padanya.

"Santuy Ndan. Ini juga gue udah nunggu di ruangannya. Nanti kabarin yah kalo mereka udah nyampe, biar ga salah orang"

"Oke deh Bi, itu udah sekalian gue ngasih foto lo ke mereka, biar ga salah. Semangat ngajarnya yaa! See you Bi"

Usai mengucapkan see you pada Jordan, aku beralih membaca materi yang kata Bima kurang dipahami adiknya. Aneh, padahal ini sederhana saja lebih membahas report teks. Kenapa mereka tidak bisa menjelaskan? Dasar!

"Kak Bianca ya?"

Aku spontan mengangkat kepala ketika mendengar pertanyaan barusan. Di depanku kini sudah ada dua bocah laki-laki. Yang satu berambut mullet sedangkan yang satunya lagi dengan potongan rambut yang lebih mirip Jordan, badannya lebih tinggi dari si manis berambut mullet.

"Eh, iya saya Bianca," ucapku sedikit kaku, apalagi melihat Ares juga masuk ke ruangan dan duduk tidak jauh dari tempat kami.

"Kenalin kak, aku Aksara, kalau ini Marvin. Kami yang mau les sama kakak. Oh ya, yang duduk di sana Abang Es, dia jagain kita disini," jelas cowok bernama Aksara itu dengan senyum manisnya. Aku mengangguk sambil mengisyaratkan mereka untuk duduk.

'Fokus Bi! Ini jam kerja, ingat! Dia aja ga kenal sama lo!' batinku, mulai mengambil napas dalam-dalam.

"Hari ini kita belajar tentang report text ya. Kakak jelaskan dulu tentang materinya, nanti kita buka sesi tanya jawab setelah itu"

Aksara dan Marvin nampak mengangguk antusias, usai mendengar arahan ku. Berbekal pengetahuanku di sekolah dan belajar singkat tadi, aku mulai menjelaskan dengan lebih sederhana namun mudah dipahami oleh kedua bocah itu.  Mereka terlihat anteng, sambil sesekali mencatat poin penting dari penjelasanku.

Usai menjelaskan, seperti kesepakatan tadi, aku mulai membuka sesi tanya jawab. Tujuannya, agar aku bisa mendapat feedback tentang cara mengajar atau bisa juga menjawab pertanyaan kedua anak itu.

"Oke, jadi, setelah kita belajar barusan Aksara sama Marvin punya pertanyaan ga?"

Marvin mengangguk antusias, disampingnya, Aksara terlihat was-was, sama seperti Ares yang terlihat menatap ke arah adiknya itu dengan tatapan yang sulit dimengerti.

"Kenapa report text pakai simple present tense kak? Kenapa ga past tense aja?"

Aku tersenyum manis. Pantas saja Aksara dan Ares terlihat was-was, ternyata Marvin tipe anak yang ingin tahu tentang sesuatu yang menurut banyak orang tidak begitu penting.

"Pertanyaan Marvin bagus banget, jarang lho ada yang nanya kayak gini. Jadi, kenapa sih report text ga pake past tense aja, malah pake simple present tense, itu karna report text sendiri mendeskripsikan tentang  kebiasaan atau fakta. report text itu sendiri kan sebuah teks yang berisi informasi tentang suatu hal secara apa adanya. Nah, kalau misalnya kita pakai past tense, informasinya gimana dong nanti? Kita kan mengamati tentang semut, masa kita mengamati semut di masa lalu aja? Sedangkan report text kan mengamati yang terjadi sekarang. Marvin bisa ambil kesimpulannya kan?"

Marvin dan Aksara terlihat melongo mendengarkan penjelasan entahlah, aku pun bingung dengan reaksi mereka. Apa aku salah? Tapi itu sudah terlebih dahulu aku pelajari di google tadi, apa ada yang salah?

"Woah, kak Bianca keren banget. Kalo abang di mansion pasti langsung males ngajar abis ditanya sama Marvin, seneng deh diajarin kak Bianca," puji Aksara, sambil menatapku dengan senyum di wajahnya.

Aku turut bahagia melihat dua bocah itu, selain lucu, mereka juga mudah memahami penjelasanku sehingga lebih enak diajak diskusi.

Dari kejauhan, kulihat Ares menghela napas lega, namun, cowok dengan ekspresi datar kembali fokus dengan game di ponselnya. Huh, ganteng sih tapi senyumnya mahal.

***

Aloo gess

Yuhuu part 3 up nih

Siapa yg nungguin?

Bentar lagi kita aka melihat keuwuan Mas Ares sama Mbak Bianca kok walau mbaknya maksa wkwkwk

Jan lupa voment yaa
.CU

LOVERWhere stories live. Discover now