35

47 4 0
                                    

Sudah hampir dua minggu usai kejadian malam itu. Selama dua minggu ini pula, aku tinggal di kediaman Papi Jo.

Banyak hal yang harus kuterima sejak kejadian itu. Banyak yang menyenangkan, banyak pula yang menyedihkan.

Dimulai dengan yang menyenangkan, tepat setelah tiga hari diberikan waktu menyendiri, Papi Jo akhirnya menceritakan kisah kelam serta memberitahukan sebuah fakta mengejutkan. Aku, adalah putri bungsu keluarganya yang sejak berumur tiga bulan, diculik oleh musuh Papi Jo. Senang rasanya dapat memiliki keluarga yang asli dan utuh.

"Adek, kamu gimana keadaannya?" tanya Jordan, yang baru saja masuk ke kamarku dengan menenteng sekantong penuh camilan.

Aku tersenyum, menatap teduh ke arah sosok sahabat yang ternyata adalah kakak kandungku. Oh ya, mengenai perbedaan usia kami, aku dan Jordan berbeda satu tahun. Kami satu angkatan, berkat orangtua angkatku yang lebih cepat menyekolahkan aku saat berumur 6 tahun.

"Udah mendingan A, Bimonya jadi kesini kan?" jawabku, meneliti wajah penuh memar milik Jordan. Untuk sapaan A'a yang keselipkan itu, memang karena Papi Jo kerap memanggil Jordan dengan sebutan "A'a Ndan" akhirnya menular padaku.

"Jadi kok. Udah otw, nebeng sama Amanda dia," jelas Jordan, kemudian mengambil posisi menjadi duduk di sampingku.

"Adek masih marah yah sama A'a?"

Aku menggeleng pelan. Memang, setelah mengetahui detail ceritaku tentang kejadian kemarin, Jordan nekat menghajar Ares, sehingga cowok itu mendapat banyak luka lebam di wajahnya.

"Adek ga marah. Tapi, kalo boleh, adek minta tolong sama A'a Ndan biar ga kayak gitu lagi. Adek ga mau berurusan sama dia lagi," ucapku, mengundang tatapan kaget Jordan.

Aku memang akan berbicara dengan nada yang lebih halus, ketika sedang meminta hal yang serius.

Jordan mau tidak mau mengangguk, walau cowok itu tetap saja melarang Ares untuk berkunjung di rumah Papi.

Hal yang menyedihkan, adalah menyaksikan Ares dihajar habis-habisan oleh Jordan. Awalnya cowok itu diam saja seolah pasrah, namun, ia berganti membalas pukulan Jordan karena hendak berlari menemuiku yang kala itu mengintip.

"Adek kalau ada apa-apa cerita ke abang. Jangan dipendam sendiri, kamu punya abang, punya Papi, apapun yang kamu pikirin tolong biarin abang sama Papi buat tau, yaa?" ucap Jordan, yang membuatku menoleh ke arahnya.

Aku tersenyum sambil mengangguk.
"You know me so well, A!" balasku, sambil menyambut pelukan hangat Jordan.

"Pelukan ga ngajak!" ujar Bimo, yang kini sudah bergabung dalam pelukan kami. Mengabaikan Amanda yang masih menangis karena baru mendengar cerita dari Bimo dan Papi Jo.

Aku terkekeh, sebelum pamit pada dua cowok jagoanku itu untuk menghampiri Amanda.

"Man, udah ih nangisnya!" ucapku, usai menyambut pelukan hangat milik Amanda.

"Hiks, maafin gue Bii. Gue baru nyamperin lo, gue malah bujuk lo kemarin buat nemuin Ares. Maafin gue, gue ga tau kejadiannya kayak gini," jawab Amanda, masih setia mendekap erat tubuhku.

Aku mengangguk kuat. Aku sudah memaafkan cewek yang dua hari lalu membantu Ares untuk membujukku itu. Aku tahu, dia pasti ingin yang terbaik untukku, walau sedikit disayangkan. Perkara timing memang.

"Denger yaa! Gue udah maafin lo jauh sebelum lo minta maaf. Sebagai sahabat, gue tau lo mau gue bahagia dan karena sebelum ini sumber bahagia gue itu dia, lo jadi berusaha supaya kita baikan. Apapun itu, gue tau niat lo baik Man. Selalu baik. Jangan ngerasa bersalah lagi yaa, udah gue maafin kok," jelasku, yang membuat Amanda akhirnya menghentikan tangisnya.

"Sayang Bibi pokoknya!" Amanda berucap sambil memeluk erat tubuhku. Dasar cewek genit!

"Lo berdua ga lesbong kan?" ais! Dasar Bimo, bisa sekali merusak suasana romantis kami.

***

Haloo gess

Yuhuu author up lagi nih
I think it's very close to the ending
But, aku ga tau habis ini bakal lanjut ke cerita papi Jo atau move dikit ke ceritanya abang Jordan hehehe

Jam lupa vote dan komen yaa

Love u guyss
CU

LOVEROnde as histórias ganham vida. Descobre agora