31

51 6 0
                                    

Suasana ruang keluarga rumah orangtua Ares kini dipenuhi teriakan dan ucapan-ucapan geram dari para pria.

Seperti agenda awal, malam ini Papi Jo, Mas Dika, Jordan, Bimo dan Amanda ikut bergabung untuk menonton pertandingan sepak bola dari layar TV 98 inci yang menampilkan pertandingan sengit antara dua club bola yang satu diantaranya menjadi kubu favorite para pria.

Aku duduk di samping Ares, hampir seperti dalam pangkuan cowok bersweater cream itu. Sesekali Ares berujar geram ketika sang pemain nyaris mencetak poin, bahkan tangannya sudah ia angkat untuk berselebrasi.

"Sayang kenapa, hm?" tanya Ares, sedikit mendekatkan wajahnya ke arahku yang sedari tadi sibuk membaca cerita bergenre Alternative universe di twitter.

"Gapapa," jawabku, masih sibuk membaca tulisan yang ada pada layar ponselku.

"Bosen yaa? Atau mau nyusul buna aja ke kamar?" lagi, Ares bertanya sambil kini sudah sibuk mengelus pelan puncak kepalaku. 

Beberapa saat yang lalu, Buna Elona memang pamit untuk tidur duluan sembari menemani Atlas yang sudah terlelap di pangkuan Om Dion. Amanda yang sedari tadi menjadi partner ngobrolku pun sudah tertidur
beberapa saat yang lalu di pelukan Mas Dika.

Aku menggeleng kuat. Sebenarnya bisa saja aku pergi ke kamar untuk rebahan sambil melanjutkan bacaanku, hanya saja, aturan yang dibuat oleh Papi Jo, serta didukung oleh Buna Elona bahwa membaca sambil tiduran itu tidak baik, berhasil membuatku membatalkan niatku.

Aku menggeleng pelan, sebagai respon untuk Ares yang masih setia menunggu jawabanku.

Ares terlihat mengangguk paham, sebelum memberikan kecupan-kecupan kecil pada puncak kepalaku. Demi Tuhan, sudah hampir dua minggu berpacaran, tapi jantungku masih belum bisa diajak berkompromi ketika Ares mulai bertindak demikian.

Aku terbangun pukul 5 pagi, rasa haus membuatku tidak bisa terlelap. Memang, Buna Elona melarangku untuk melakukan pekerjaan rumah, kecuali membantunya di dapur ketika memasak. Sehingga, aku bebas bangun kapan saja.

Dengan pelan, aku menyesuaikan penglihatanku, karena cahaya lampu kamar yang sangat silau. Sosok Amanda yang tertidur pulas adalah hal pertama yang kulihat, sepertinya Ares sengaja membiarkan lampu tetap menyala karena Amanda yang phobia kegelapan.

"Sayang? Kok bangun? Apa aku sama Ndan berisik?" tanya Ares, yang berpapasan denganku ketika keluar kamar.

Aku menggeleng sebagai jawaban. Menyambut pelukan hangat Ares yang sepertinya sedang begadang untuk main game bersama Jordan.

"Aku haus aja, jadi kebangun," jelasku, diangguki oleh Ares.

Cowok itu beranjak menggendongku seperti koala, sambil turun menuju ke lantai satu.

"Aku masih bisa jalan sendiri ih!" kesalku, sebenarnya senang digendong Ares, hanya saja tidak baik untuk jantung.

"Iya aku tau kamu bisa ke bawah sendiri, tapi, aku juga bisa gendong kamu buat ke bawah," jawab Ares, berhasil membuat pipiku memerah sempurna, bahkan mati-matian menahan pekikan.

"Besok-besok, kalo haus kamu chat aku aja. Biar aku yang ambilin minum," Ares berucap, tepat setelah mendudukkan akh di atas meja dapur kemudian menyodorkan segelas air minum.

"Ih apaan sih? Aku bisa sendiri Ares! Ga enak banget aku diginiin, ga biasa," protesku, usai meneguk habis air yang diberikan oleh Ares tadi.

"Kebiasaan banget kalo aku omongin ga pernah nurut. Sebelas dua belas sama adek ih kamu," ucap Ares, mensejajarkan wajahnya dengan wajahku.

Aku sedikit kaget, mataku membola karena jarak wajah kami yang bisa terbilang sangat dekat.

"Aku udah janji sama Daddy ga bakal nyosor. Tapi, pipi kamu yang merah gini bikin aku ga kuat," ucapnya, membuatku terdiam sebentar.

"Hah? Maksudnya gimana?"

Ares tidak menjawab.

Cup

"Muka imutnya ke aku aja yah, muka kayak gitu bikin pengen nyosor terus tau," ucapnya, usai mencuri satu kecupan pada bibirku.

***

Hellaww

Yuhuuu author up di detik" terakhir sebelum libur berakhir

Semoga suka yaa
.oh ya, jan lupa voment😘

CU

LOVERHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin