18

66 10 2
                                    

Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa sudah hampir dua bulan lamanya aku berhasil menjauh dari Ares. Tidak pernah ada lagi notifikasi pesan dari cowok itu karena aku tidak pernah bertukar kabar dengannya lagi, usai perdebatan kami siang itu.

"Bi, ke perpus mulu. Jan gini ah, lo mah emang biasanya udah sibuk kerja, ini malah makin sibuk ngambis," protes Jordan, begitu melihatku yang kini sudah merapihkan buku-buku pelajaran ku untuk segera pergi ke perpus.

Aku terkekeh pelan. Awalnya belajar menjadi pelarianku, agar tidak kepikiran dengan perasaanku pada Ares, tapi sekarang aku mulai kecanduan bahkan sudah bisa dibilang menjadi anak ambis hahaha.

Untuk pekerjaan, aku mengambil di lebih dari dua cafe, aku juga berhenti mengajar les adik-adik Jordan dan Bimo dengan alasan tidak mau berhubungan dengan Ares. Jujur, aku benar-benar serius kali ini dengan keputusanku.

"Yaudah, kali ini gue ga ke perpus lagi. Mau ke kantin ga nih?" jawabku, mengundang senyum lebar di wajah Jordan.

Kami berempat berjalan beriringan menuju kantin.  Rasanya sudah lama sekali tidak pernah pergi ke kantin bersama tiga manusia ajaib itu.

Saat memasuki kantin, aku dan Amanda sibuk mencari tempat duduk sampai akhirnya menemukan satu yang kosong di dekat meja pojok. Sementara Bimo dan Jordan memesan makanan.

"Bi, jangan sibuk belajar mulu ih. Gue kesepian tau, masa gue yang dibuli duo curut itu. Kan biasanya kalo ada lo kita balas," kata Amanda, memulai sesi curhat kami.

Aku terkekeh, kemudian mengangguk saja ketika ia memintaku untuk mengurangi kunjunganku ke perpus.

"Maaf kalo ini bakal bikin lo kesel, tapi, dari kita masuk ke kantin sampai duduk di sini, si Ares liatin lo terus tau. Kayak pen nyamperin tapi ga berani gitu," ucap Amanda, membuatku mendengus sebelum mengikuti arahannya untuk berbalik.

Dengan tatapan datar, aku menatap ke arah Ares yang kini menampilkan senyum tipisnya ke arahku, namun, sialnya aku abaikan dengan memalingkan wajah.

"Cuek amat mbak!"

Aku memeletkan lidah ke arah Amanda, beralih menyantap bakso pesananku yang baru saja dibawa oleh Jordan dan Bimo.

"Gimana kerjaan Bi? Suka ga di sana? Kalau ada apa-apa bilang yaa, biar ntar gue nyuruh papi marahin tuh managernya," kata Jordan, mengundang kekehanku. Memang, salah satu cafe tempat aku bekerja adalah salah satu cafe milik ayah Jordan atau yang kerap kami sapa dengan sebutan Papi Jo. Sebenarnya, aku menolak karena bisa saja bertemu Ares di sana, namun, tingkah keras kepala Jordan yang melarang keras mantan gebetanku untuk berkunjung ke cafe mampu membuatku mau tidak mau mengiyakan permintaannya.

"Aman kok Ndan, orang-orang di cafe pada seru semua tau. Papi juga sering datang buat ngejokes kalo lagi senggang. Makasih yaa udah dibantuin nyari kerjaan," jawabku, memberikan senyuman paling manis ke arah Jordan.

"Ga minat jadi model gitu Bi? Ini dari kemaren Mas Dika nawarin lho buat di kantor, cuman gue ga diizinin. Doi takut gue diambil orang kali ya?" timpal Amanda, yang kubalas dengan kekehan.

"Ga minat ih. Gue ga secakep itu buat jadi model. Lagian, lebih nyaman sama kerjaan yang sekarang," jawabku terus terang.

Bimo hendak menimpali jawabanku, namun, ia urungkan ketika melihat Ares yang berdiri di dekat tempat duduk kami.

"Ngapain lo?" tanya Bimo, tidak terdengar ramah. Apalagi dengan ekspresinya yang kelewat datar.

Ares terlihat menghela napas pelan, sebelum menjawab, "Gue disuruh Bu Steffy manggil Bianca"

Mendengar namaku disebut, pergerakanku yang hendak melanjutkan kegiatan makan bakso pun terhenti. Ah iya, aku melupakan janji dengan guru bahasa Inggris kami siang ini.

***

Holaa

Author up lagi nih
Semoga kalian suka yaa
Maybe author bakal hiatus setelah cerita ini end
But it will end soon I guess

Jan lupa vote and komen

CU

LOVERDonde viven las historias. Descúbrelo ahora