37

50 5 0
                                    

"Kamu, hamil sayang"

Bagai petir di siang bolong, aku terkejut bukan main ketika mendengar perkataan Mami barusan. Hampir saja tubuhku limbung ke samping, kalau saja mami tidak segera mendekapku.

Terjawab sudah mengapa nafsu makanku meningkat, kenapa aku suka memakai parfum Papi yang wanginya maskulin, serta tingkah manjaku selama ini.

Aku menangis, terisak dengan raungan yang mulai terdengar. Belum selesai rasa bersalahku pada Papi, kini aku harus kembali mengecewakan beliau. Bahkan, mami yang baru saja kutemui hari ini, berhasil kubuat kecewa dengan kejutan ini.

"Mi, adek kenapa?" tanya Jordan, yang terlihat panik begitu masuk ke dalam ruangan Mami Chitta.

Mami menggeleng pelan, masih mendekap tubuh lemasku yang mulai kehilangan kesadaran.

Aku terbangun dengan rasa pusing, membuatku sedikit menunggu beberapa saat untuk membuka mata.

"Hey," ucap Ares, yang kini sudah duduk di samping brankar rumah sakit yang kutempati.

Sial! Kenapa dari sekian banyak orang, harus dia yang pertama kali aku lihat sih?

Aku membuang muka, membuat Ares menghela napas pelan. Aku tidak bodoh, aku melihat jelas wajahnya sudah dihiasi beberapa bekas pukulan serta sudut bibir yang terluka. Kesimpulannya, sudah pasti Ares telah mengetahui fakta tentang kehamilanku.

"Udah tiga bulan ga ketemu, Bi. Aku hutang maaf sama kamu," ucap Ares, mencoba memancingku untuk menatap ke arahnya. Tapi, maaf. Aku tidak bisa, kali ini benar-benar bersungguh-sungguh.

"Bi, ak—"

"Ga perlu minta maaf. Aku ga munafik, aku bisa aja bilang ga butuh maaf kamu, tapi aku terima ataupun nggak itu tetap ga bisa ngembaliin ke keadaan semula. Ares, aku tau kamu ngerasa bersalah atas semuanya, aku juga masih ga mau sebenarnya ketemu sama kamu. Entah rayuan apa yang kamu kasih ke orangtua dan abangku, aku cuman mau negasin kalau aku bakal lupain semua kejadian ini sebagai kenangan buruk. Dan, aku akan terima dan rawat anak aku dengan baik tapi ga bareng kamu."

Aku memotong ucapan Ares, sebelum cowok itu mengutarakan maksud kedatangannya kesini. Aku capek, aku marah. Semuanya terlalu tiba-tiba untukku.

Ares terlihat diam. Aku bisa mengetahui bahwa cowok itu sedang mencoba meredam amarahnya. Terbukti dengan matanya yang menutup.

"Kita ngobrol lagi nanti yah? Kamu masih capek, ini buahnya udah aku potongin, jangan lupa dimakan yaa!" kata Ares, diakhiri senyuman manis. Sungguh hal yang baik untuk pria dengan kesabaran tipis itu.

Selepas kepergian Ares, Mami Chitta yang menjadi wali sekaligus dokter yang menangani keadaanku kini masuk. Wajah teduh itu memberikan senyuman manis yang mampu membuatku ikut tersenyum.

"A'a sama Papi kamu lagi makan di kantin bawah. Kenapa kok ngobrolnya sebentar banget Dek? Kamu masih marah?"

Aku menggeleng pelan. Jujur, aku tidak kuasa menahan tangis ketika melihat wajah babak belur Ares. Cowok yang selalu kukagumi karena pribadi yang rapih dan selalu terlihat tampan itu, tadi datang dengan penampilan acak-acakan yang mampu membuat hatiku teriris melihatnya.

"Aku ga marah Mi. Tapi, adek bayi kayaknya ga suka papanya kayak gitu. Mukanya memar, Mi kasihan Hiks," ujarku, mulai terisak dengan tangan yang menutup wajahku.

Mami merengkuh tubuhku, sesekali mengusap lembut punggungku yang bergetar hebat karena menangis.

"Sayangnya mami, kamu tau ga? Ares itu udah nerima banyak banget hukuman dari orang yang sayang sama kamu. Dia diusir Buna Elona dan Om Dion, dia dimusuhin satu mansion, bahkan tadi aja harus dihajar dulu sama papi dan abang kamu baru bisa masuk. Mami ga membenarkan tindakan Ares, mami hanya mau membantu jadi penengah buat kalian. Kesalahan Ares memang fatal, sangat fatal malah. Tapi, kamu ga boleh egois. Dalam diri kamu sekarang ada orang lain, bagian yang bukan cuman punya kamu, tapi punya Ares juga. Benci, marah, kecewa itu wajar Dek. Tapi, kamu harus mikirin gimana dedek bayinya kedepan. Apa dia akan bahagia hanya hidup dengan mamanya? Sebagai calon ibu, kamu harus mengerti kalau pengorbanan seorang ibu tidak hanya pada saat ia mengandung dan melahirkan, melainkan ketika nanti mengurus anaknya sekaligus menjadi tameng dan sumber kebahagiaan anaknya nanti. Jadi, itu alasan mami biarin Ares ketemu kamu. Ga harus sekarang, tapi tolong dicoba yah buat maafin dia pelan-pelan" ucap Mami Chitta, sesekali mengelus lembut punggungku yang bergetar karena menangis.

***

Annyeong guyss

Yuhuu, setelah mengsibuk dengan UTS, akhirnya author senggang dan bisa up draft lagi.

Hope you guys like it yaa
Jan lupa vote sama komentnya

CU

LOVERWhere stories live. Discover now