13

67 11 5
                                    

Usai tersenyum salah tingkah karena mengingat kejadian kemarin, aku kembali dilanda perasaan sedih. Pasalnya, sebentar lagi rumah kami tidak hanya diisi oleh aku dan bang Viko, melainkan istrinya.

Bukan apa-apa, hanya saja, aku sedikit merasa sedih karena abangku sudah resmi melepas masa lajangnya hari ini. Sedih karena kedepannya aku harus lebih mandiri dan terbiasa dengan banyak pekerjaan lagi.

Tanpa kusadari, tetes demi tetes air mataku sudah membasahi pipiku. Mewakili betapa sedihnya aku yang memikirkan bagaimana kedepannya, apakah aku bisa bertahan atau justru sebaliknya. Bayang-bayang kenangan bersama Ayah dan Bunda di masa lalu semakin membuat tangisku pecah.

Bertepatan dengan isakkan yang keluar dari bibirku, benda pipih yang sedari tadi aku biarkan di atas nakas, bergetar karena ada panggilan masuk.

Mas Es 🥶 is calling...

"Halo Bianca"

Aku terdiam cukup lama, menahan agar isakanku tidak terdengar oleh cowok itu, bisa saja kan ia salah paham dan mengira kalau aku galau karena dirinya.

"Bianca, lo masih disana kan? Halo?"

Lagi, Ares kembali bersuara dari seberang telefon, kali ini dengan intonasi yang sedikit meninggi.

"I-iya Ares, hiks ada a-pa hiks?" jawabku, bercampur dengan isak tangis yang tidak berhasil ku tahan.

Hening.

Tidak ada lagi suara atau sahutan dari seberang. Bahkan, Ares tidak juga menanyakan alasan kenapa aku menangis. Yaiyalah, memangnya kamu siapa Bianca? Dengan kesal, aku memutuskan sambungan telefon secara sepihak. Kesal sekali karena cowok itu tak kunjung bersuara.

Usai melempar asal ponselku di atas ranjang, aku kembali melanjutkan tangisku yang sempat tertunda.

Drtttt drrtt...

Getar pada ponselku membuat atensiku beralih pada benda pipih itu. Entahlah, aku hanya takut kalau-kalau itu pesan penting dari sekolah atau dari Bang Viko.

Mas Es 🥶

Knp dimatiin?
Tlfnnya knp mati?

Gpp
Mls aj

Kmu yakin?
Ini bneran Bianca kan?

Bct!

Habis sudah kesabaranku usai membaca pesan tidak berfaedah dari Ares. Kemarin-kemarin mungkin pesan darinya adalah hal yang paling kutunggu, tapi, maaf timingnya sedang tidak pas.

Memilih mengabaikan ponselku, aku mulai beralih merapikan beberapa barang yang berantakan di atas meja belajarku. Rasa kesal memang selalu ampuh membuatku rajin dan produktif.

Drrtt... Drtt...

Untuk kesekian kalinya, aku kembali meraih benda pipih yang sedari tadi bergetar tidak karuan. Bukan karena menunggu balasan Ares, tapi karena alasan pertama tadi, siapa tahu notifikasi penting.

Mas Es 🥶

Gausah nangis lgi
Cemen bgt masa nangis?

Minimal tanya knp nangis
gitu, bkn malah ngeledek
Ngeselin

Mager
Buka pintu cepetan
gue udh mau lumutan
Nunggu lo bls chat udh
Kyk nunggu Jordan tobat

Ngapain?

Pake nanya lgi!
Mau ktmu lo lah
Buruan!
Ada samyang kesukaan lo

Aku beranjak keluar kamar. Dikarenakan rumahku yang memang super minimalis, sehingga jarak dari kamar ke pintu utama tidaklah jauh. Tidak sempat merapihkan penampilanku, dengan gerakan pelan, aku mulai membuka pintu utama yang langsung menampilkan sosok Ares dengan wajah datar khasnya.

"Ngapain sih kesini?" tanyaku, masih dengan posisi yang sama, yaitu di ambang pintu berhadapan dengan sosok tinggi itu.

Ares memutar bola mata malas, cowok itu segera menggeser tubuhku dengan dorongan pelan kemudian masuk ke dalam rumah tanpa menjawab.

"Ga estetik banget, masa nangis hiks hiks hiks kayak bocil!" ucapnya, yang kini sibuk menata belanjaan di atas meja ruang tamu.

Aku mendelik kesal, tak urung berjalan mendekat usai menutup kembali pintu.

"EMANG NANGIS YANG ESTETIK KAYAK GIMANA?!"

Atensi Ares sepenuhnya fokus kepadaku. Cowok itu terlihat cengo, dengan mata membola lucu serta mulut yang sedikit terbuka.

"Ga perlu pake teriak juga!" ucapnya, yang ku abaikan. Lebih tertarik mengecek notifikasi di ponselku.

Ares tidak kehabisan akal, cowok itu perlahan membuka bungkusan cemilan berbentuk telur yang sering dimakan oleh Jordan itu, kemudian menyodorkannya ke arahku.

Belum selesai keterkejutan ku, kini aku kembali dibuat melongo karena mendengar suara tidak asing dari ponsel milik Ares.

"Cocomellon!"

Menyadari keterkejutan ku, Ares kini beralih menyerahkan ponselnya padaku, tidak lupa menyendokkan coklat yang ia berikan tasi, untuk kemudian menyuapkannya padaku.

"Kamu ngapain sih?"

"Ngehibur lo? Biasanya kalau Atlas sedih abis nangis, dikasih ginian langsung seneng. Lagian, nonton cocomellon sama makan kinderjoy ga bikin pusing kok," jelas cowok itu, lantas memplay video youtube yang ia siapkan.

***

Hi Hwarang'ers!!!

Yuhuu author up lagi nih
Btw ada yg nonis kah yg baca ini? Kalo ada happy good friday walau telat dan happy easter buat kita semuaaa

Jan lupa vote dan komen yaa

Love u guys

CU

LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang