17. Omah Sarah

48.8K 1.5K 0
                                    

Melihat dari balkon kamar lantai dua, mobil mewah terparkir rapih di halaman luas pekarangan rumah. Kerabat Papa Arhan dari bandung sepertinya sudah datang, bersalam salaman lama tidak bertemu.

Tapi entah kenapa Anin malah merasa takut jika harus menemui mereka. Apa boleh Anin mengurung diri saja di kamar seharian sampai tamu itu pulang?

"Telapak tangan gue udah keringet dingin," ucap Anin memperhatikan tangannya yang mulai basah, dan jantungnya berdegup lebih kencang melihat orang orang asing disana.

"Lo gak ikut ke bawah?" Erlan datang menghampirinya, berdiri di samping Anin yang berpegangan pada pagar.

"Hm? Bukannya tadi lo udah ke bawah ya? Kenapa balik lagi?"

"Omah nanyain lo, Nin. Dia mau ketemu sama istri gue katanya," ucap Erlan.

"Gue?" tunjuk Anin pada dirinya sendiri. "Mau ngapain?"

"Silahturahmi. Lo istri gue, udah jelas omah mau ketemu sama lo."

"Tapi gue malu," cicit Anin.

"Gue tau lo itu bukan malu, tapi takut," terkanya. "Udah ayo ke bawah, gue jagain lo."

"Kalo sesak napas gue kambuh lagi gimana?"

"Gue yang kasih lo napas buatan, mau?"

"Ogah! Gue gak mau!" tolak Anin.

"Makanya beraniin temuin mereka, gue tau lo bisa."

Anin mengangguk yakin. "Iya iya, gue ikut lo ke bawah deh."

"Hm."

Erlan menggandeng tangan Anin sampai di ruangan tengah dimana semua orang berkumpul di sana. Rumah yang tadinya sepi hanya ditinggali beberapa orang bisa ramai dalam hitungan detik.

"Assalamua'laikum omah," sapa Anin meraih dan mencium punggung tangan keriput omah Sarah yang duduk di kursi roda.

"Wa'alaikumsalam, kamu pasti istrinya Erlan ya?" tebak omah Sarah.

"Iya omah, aku Anin. Senang bertemu dengan omah."

Sarah tersenyum sebagai jawaban, dan meminta kedua cucunya untuk duduk."Sini nak duduk, biar lebih nyaman ngobrolnya."

Anin menurut, mendudukan bokongnya di sofa empuk sebelah Erlan. "Kabar omah gimana?"

"Kabar omah baik sayang, merasa lebih baik lagi kalo lihat Erlan sudah punya pendamping hidup kayak gini. Rasanya kaya mimpi," ucap Sarah terkekeh.

"Tapi sekarang bukan hanya mimpi lagi kan omah? Ini udah jadi kenyataan," balas Anin tersenyum, sebisa mungkin bersikap sopan. Pertama kali bertemu nenek Erlan ternyata sehangat ini.

"Betul sekali, padahal dulu Erlan masih sering kebingungan untuk pilih perempuan. Tapi sekarang sudah ada bidadari secantik, sebaik, dan setulus kamu yang jadi pendamping hidup dia," puji Sarah.

"Ya ampun omah, jangan terlalu berlebihan. Anin masih banyak kurangnya untuk kak Erlan. Anin masih harus banyak belajar omah," ucap Anin merasa tak enak hati.

"Malahan seseorang yang merasa dirinya tidak sempurna itulah yang akan mendapatkan pendamping yang dapat menyempurnakan hidupnya sayang." Sarah mengusap kepala Anin sangat lembut.

"Maksud omah?"

"Suami kamu sebagai penyempurna hidup kamu, Nin. Meskipun kalian berdua di takdirkan dengan perasaan yang berbeda, tapi itu semua bisa di lalui oleh rasa cinta dan kasih kalian yang mulai tumbuh dengan seiring berjalannya waktu."

Anin terdiam, mencerna ucapan omah Sarah yang menurutnya sangat deep sekali, disana Erlan hanya bisa mendengarkan saja, meskipun hati nya sedikit tersentuh oleh perkataan neneknya.

ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang